“….dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah
sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya”. (QS .Al-Hujurat:12).
Sungguh satu Nash dari Allah SWT yang sangat jelas, yang tidak ada
kesangsian di dalmnya, yang tidak perlu lagi diperbincangkan dan diperdebatkan,
bahwa Ghibah, yakni menggunjing tentang keburukan manusia yang lain adalah satu
perbuatan yang sangat tercela, bahkan Allah SWT menyerupakan pelakunya sebagai
pekaman bangkai saudaranya sendiri.
Disadari ataupun tidak, sebagian dari ummat ini telah membenamkan diri
mereka sendiri kedalam lembah kebinasaan dengan melakukan perbuatan yang
tercela ini. Sedangkan pada satu sisi mereka tidak menyadari bahwa apa yang
mereka lakukan tidaklah akan mendatangkan sesuatu apapun melainkan kehinaan dan
kebinasaan bagi diri mereka sendiri .
Satu dosa yang tergolong kedalam dosa yang sangat berbahaya, bahkan ada
kalanya dosa ini tidak terampuni. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari
Jabir bin Abi Sa’ad, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Jauhilah mengumpat
(menggunjing), karena sesungguhnya mengumpat lebih berat dari pada zina.
Sesungguhnya seseorang yang berzina dan bertaubat maka Allah Yang Maha Suci
menerima taubatnya. Dan sesungguhnya pengumpat tidak akan diampuni sehingga ia
dima’afkan oleh orang yang diumpat”. (HR.Ibnu Abiddunya & Ibnu Hibban)
Satu perbuatan yang menghinakan sang pelaku sebagai seorang manusia hingga
kederajat terendah dalam golongan binatang, sebagaimana disampaikan Sayyidina
Ali Zainal Abidin Ibnu Husain ra ketika mendengar seorang laki-laki mengumpat
laki-laki yang lain maka beliau berkata : “Jauhilah mengumpat, sesungguhnya
menggumpat itu adalah lauk pauk bagi seekor anjing”.
Alangkah tragisnya jika Allah SWT menjadikan umat Sayyidina Muhammad SAW ini
sebagai ummat yang paling mulia diantara ummat-ummat yang lain, namun sebagian
komponen dari ummat ini menghinakan dirinya sendiri dengan menyamakan dirinya
sendiri dengan seekor anjing .
Kenyataan pahit yang terjadi pada sebagian ummat ini yang terjadi disekitar
kita, bahwa ketentuan Allah sebagai Khaliq sering kali dibantah hanya karena
pendapat na’if mausia sebagai makhluq. Sering terdengar jika seseorang
memperingatkan saudaranya yang lain agar tidak mengumpat, namun bantahan yang
muncul adalah bahwa apa yang ia katakan adalah suatu kenyataan dan bukan
rekayasa semata. Perlu kiranya diketahui, bahwa jika seseorang menggunjingkan
suatu keburukan yang benar ada pada diri sesrorang , maka itulah yang disebut
ghibah! Akan tetapi jika yang digunjingkan tersebut tidak ada pada diri orang
tersebut maka perbuatan ini tergolonh fitnah!
Jelas sekali bahwa fitnah akan membawa akibat yang jauh leih berat dan lebih
buruk bagi pelakunya, baik di dunia maupun akhirat. Allah SWT mengabadikan hal
ini didalam AL-Qur’an : “Dan berbuat fitnah lebih besar dosanya dari pada
membunuh”. (QS.Al-Baqarah:217).
Oleh karena itu, sudah semestinya bagi mereka yang masih memiliki butiran
iman didalam hatinya, dan masih diberikan kejernihan didalam berfikir untuk
kembali menelaah atas apa yang telah dan akan terlepas dari lisannya. Apakah
telah diyakini dan dipahami dengan seksama, bahwa ghibah adalah perbuatan yang
dibenci Allah SWT, dan akan dibebankan dosa serta hukuman yang berat bagi
pelakunya ?
Ataukah masih dipahami bahwa Ghibah bukalah suatu dosa?, atau merupakan
suatu hal yang sudah semestinya dan biasa dilakukan.? Sadarkah jika ini
terjadi, maka dengan demikian telah terbebankan atas diri orang tersebut satu
dosa diatas dosa yang lain, dan satu kebinasaan diatas diatas kebinasaan yang
ada, karena ia telah membuat dosa menjadi lebih “berbahaya”dengan tidak
menyadarinya bahwa ia telah melakukan sebuah dosa. Sayyidina Ali bin Abi Thalib
ra berkata : “Dosa yang paling berbahaya adalah dosa yang diremehkan
pelakunya”.
Al Imam Ghazali didalam karya besarnya “Ihya Ulumuddin” mengisahkan
bahwasanya Malik bin Dinar berkata : “Ketika Nabi Isa as berjalan bersama
Hawariyyin (shabat-shahabatnya) dan melewati bangkai seekor ajning, kemudian
Hawariyyin berkata : “Alangkah busuknya anjing ini”, maka Nabi Isa as berkata :
“Alangkah sangat putih giginya”. Seakan-akan beliau melarang Hawariyyin
mengumpat seekor anjing. lalu bagaimanakah jika terhadap manusia?
Habib Muhammad Syahab
Posting Komentar