Berikut ini kami
kemukakan sedikit, beberapa contoh cinta para sahabat (semoga Allah SWT
meridloi mereka) kepada Baginda Rasulullah SAW, semoga kita bisa meneladani
cinta yang memenuhi ruang hati mereka. Semoga hati kita senantiasa diliputi rasa cinta kepada Baginda Rasulullah SAW, amin.
Abu Bakar
Al-Shiddiq
Ketika ayahnya
masuk islam, Abu Bakar sangat senang, beliau lalu
mengajak ayahnya menghadap Baginda Rasulullah SAW untuk mengikrarkan islamnya
dihadapan beliau. Ketika Abu Qafafah (ayah Abu Bakar-semoga Allah SWT meridloi
keduanya) meletakkan tangannya diatas tangan Baginda
Rasulullah SAW, Abu Bakar menangis, kenapa Abu Bakar masih menangis padahal
ayahnya sudah masuk islam?, Abu Bakar menjawab: “Aku sangat menginginkan
seandainya orang yang meletakkan tangannya pada tangan Rasulullah itu adalah
Abu Thalib. Sebab beliau pasti akan sangat gembira jika
hal itu terjadi”.
Lihatlah cinta Abu
Bakar kepada Baginda Rasulullah SAW, dia selalu berharap agar paman beliau (Abu
Thalib) bisa masuk islam, karena hal itu bisa membahagiankan hati Baginda
Rasulullah SAW. Hal ini wajar terjadi pada sahabat Abu Bakar, karena dialah
yang menemani Baginda Rasulullah SAW saat hijrah ke Madinah.
Ditengah perjalanan hijrah itu, Baginda Rasulullah SAW dan Abu Bakar sama-sama
merasakan dahaga. Abu Bakar lalu mencari bejana berisi susu, dia lalu bergegas
mendatangi Baginda Rasulullah SAW agar beliau meminum susu itu. Abu Bakar lalu
berkata, “Rasulullah SAW kemudian minum hingga aku sendiri merasa kenyang”.
Sahabat Abu Bakar Al-Shidiq menjadikan diri Baginda Rasulullah SAW sebagai
bagian dari dirinya sendiri, sehingga kenyangnya Baginda Rasulullah SAW membuat dirinya juga kenyang.
Umar bin
Khattab
Ketika beliau
hendak meninggalkan dunia (setelah ditebas oleh Abu Lu`lu Al-Majusi) dan darah
masih bercucuran dari tubuhnya, apa yang beliau sibukkan? Apa yang beliau
pikirkan?, dalam kondisi seperti itu, Sayyidina Umar ibn Al-Khatthab berkata:
“pergilah kalian menghadap `Aisyah umm Al-Mu`min dan
mintakan izin padanya agar Umar bisa dikuburkan disamping Rasulullah SAW”.
Mereka lalu pergi dan kembali lagi untuk memberitahukan kepadanya bahwa Saayida
`Aisyah telah memberi izin. Umar lalu berkata, “Alhamdulillah, demi Allah, aku
tak pernah punya keinginan sebesar keinginanku untuk dikuburkan disamping
Rasulullah SAW”.
Seorang Perempuan
Anshar
Pada perang Uhud,
seorang perempuan dari kalangan Anshar mendengar kabar santer bahwa Baginda
Rasulullah SAW telah gugur di medan perang. Dia lalu bergegas ke medan
pertempuran untuk mencari tahu kebenaran kabar itu. Dalam perjalanan, dia
berpapasan dengan salah seorang muslim yang ikut dalam perang itu. Dia
bertanya, “Apa yang terjadi dengan Rasulullah?, lelaki itu menjawab, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji`un, ayahmu telah gugur”. Dia
lalu bertanya lagi, “apa yang terjadi dengan Rasulullah?”, laki-laki itu
menjawab, “Beliau dalam keadaan baik-baik saja”.
Perempuan itu
begitu mencintai Baginda Rasulullah SAW melebihi cintanya kepada ayahnya
sendiri. Perempuan itu terus melanjutkan perjalanannya untuk bisa melihat dan
bertemu langsung dengan beliau SAW. Dalam perjalanan, dia berpapasan lagi
dengan salah seorang muslim yang ikut dalam perang itu. Dia bertanya, “Apa yang
terjadi dengan Rasulullah?, lelaki itu menjawab, “Inna lillahi wa inna ilaihi
raji`un, suamimu telah gugur”. Dia lalu bertanya lagi, “Apa yang terjadi dengan
Rasulullah?”, laki-laki itu menjawab, “Beliau dalam keadaan baik-baik saja”.
Dia berkata lagi, “Tidak, demi Allah, sampai aku melihat beliau dengan mata
kepalaku sendiri”.
Perempuan itu
terus melanjutkan perjalanannya. Ditengah perjalanan, dia bertemu lagi dengan
salah seorang muslim yang ikut dalam perang itu. Dia bertanya, “Apa yang
terjadi dengan Rasulullah?, lelaki itu menjawab, “Beliau dalam keadaan
baik-baik saja”. Dia berkata lagi, “Tidak, demi Allah, sampai aku melihat
beliau dengan mata kepalaku sendiri”. Ketika perempuan itu telah melihat
langsung Baginda Rasulullah SAW, dia berkata kepada beliau: “Setelah bertemu
denganmu wahai Rasulullah, setiap musibah menjadi tidak berarti apa-apa”.
Sawad
Dalam perang
Badar, Baginda Rasulullah SAW meluruskan barisan sahabat (yang akan berangkat
perang). Diantara para sahabat itu terdapat orang bernama Sawad. Sawad adalah
orang yang tak meluruskan diri dalam barisan tersebut. Baginda Rasulullah SAW
bersabda kepadanya, “Hai Sawad, luruskan!”, dia menjawab “Ya, wahai
Rasulullah”, beliau SAW melanjutkan meluruskan barisan, ternyata Sawad kembali
berada diluar barisan. Beliau SAW lalu bersabda “Hai Sawad, luruskan!”, dia
menjawab “Ya, wahai Rasulullah”, beliau SAW melanjutkan meluruskan barisan.
Ternyata Sawad kembali berada diluar barisan untuk yang ketiga kalinya.
Baginda Rasulullah
SAW kemudian mengambil kayu Siwak dan memukul perut Sawad. Sawad lalu berkata,
“Ya Rasulullah, engkau telah menyakiti aku, sekarang aku menuntut balas”.
Baginda Rasulullah SAW lalu membuka bagian perutnya dan bersabda, “sekarang ,
balaslah hai Sawad!”. Sawad lalu merangkul perut Baginda Rasulullah SAW dan
menciumnya. Baginda Rasulullah SAW bertanya, “mengapa kamu melakukan ini hai
Sawad?”, dia menjawab, “wahai Rasulullah, kukira hari
ini adalah hari kesyahidanku, aku ingin diakhir hidupku didunia ini tubuhku
bisa bersentuhan dengan tubuhmu, sehingga Allah SWT akan mengharamkan api
Neraka menyentuh tubuhku”.
Sekarang apakah
kita sudah mencintai Baginda Rasulullah SAW seperti cinta Sawad pada beliau?
Apakah kita telah banyak membaca shalawat dan salam untuk beliau SAW?karna
sesungguhnya membaca shalwat dan salam akan meningkatkan rasa cinta seseorang
kepada Baginda Rasulullah SAW.
Rabi`ah
ibn Ka`b Al-Salami
Ketika itu Rabi`ah
berumur 17 taahun. Diriwayatkan dari Abu Salamah ibn Abdurrahman, “Rabi`ah ibn
Al-Salam bercerita kepadaku: “Aku mendatangi Rasulullah SAW dengan membawakan
air wudlu dan memenuhi kebutuhan beliau. Rasulullah SAW lalu bersabda;
“mintalah padaku”. Aku menjawab, “aku ingin mendampingi engkau disurga”, Beliau
SAW bertanya lagi; “selain itu?”. Aku menjawab, “cukup itu saja ya Rasulullah”.
Beliau SAW lalu bersabda; “bantulah aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud”.
(Sunan Al-Nasa`i, kitab Al-Tathbiq, hadits no: 1126).
Dalam riwayat lain
diterangkan: dari Rabi`ah ibn Ka`b, “Aku melayani Rasulullah SAW dan aku
memenuhi kebutuhan beliau diseluruh siangku hingga Rasulullah SAW melaksanakan
shalat isya yang terakhir. Jika beliau sudah masuk rumah, aku duduk didepan
pintu rumah beliau. Pikirku, jangan-jangan Rasulullah SAW butuh sesuatu. Secara
terus menerus aku mendengar beliau membaca “subhanallah, subhanallah,
subhanallah wa bi hamdih”, hingga akhirnya aku merasa bosan dan aku pulang,
atau aku mengantuk dan tertidur. Suatu hari beliau bersabda padaku (karena aku
begitu sigap melayani beliau), “mintalah padaku hai Rabi`ah, aku akan
memberikannya padamu”. Aku berkata, “aku masih akan memikirkan hal itu wahai
Rasulullah? Setelah itu aku akan memberitahukannya kepadamu”.
Aku lantas berpikir tentang diriku sendiri, aku tahu bahwa dunia ini akan terputus dan akan hilang, lenyap. Didunia ini, aku sudah punya rejeki yang cukup dan akan selalu datang padaku. Aku lantas berpikir, aku akan minta kepada Rasulullah SAW untuk akhiratku saja, sebab beliau memiliki kedudukan yang sangat dekat dengan Allah SWT.
Kemudian aku
mendatangi Rasulullah SAW dan beliau bersabda padaku: “Apa yang kamu minta
wahai Rabi`ah?, aku menjawab, “ya Rasulullah, aku minta padamu agar engkau
memintakan syafa`at pada Tuhanmu untuk diriku, sehingga Allah membebaskanku
dari api Neraka”. Rasulullah SAW lalu bertanya, “siapa yang telah menyuruhmu
untuk meminta hal tersebut wahai Rabi`ah?”. Aku menjawab, “Tidak, demi Allah,
Dzat yang telah mengutuskan dengan haq, tidak ada seorangpun yang menyuruhku
mmelakukan hal itu, akan tetapi, ketika engkau bersabda “mintalah padaku, aku
akan memberikannya padamu”, sementara engkau mempunyai kedudukan yang sangat
dekat dengan Allah SWT, maka aku berpikir tentang persoalan itu. Sementara,
disisi lain aku tahu dunia ini akan terputus dan akan hilang lenyap. Didunia
ini, aku sudah punya rejeki yang cukup dan akan selalu datang padaku. Aku
kemudian memutuskan untuk meminta akhiratku saja kepada Rasulullah SAW”.
Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW lalu lama terdiam, setelah itu beliau
bersabda kepadaku, “Aku akan lakukan permintaanmu, bantulah aku untuk dirimu
dengan memperbanyak sujud”. (Musnad Al-Imam Ahmad, Baqi Musnad Al-Madaniyyin,
hadits no: 15984).
Lihatlah! Seorang
pemuda yang masih berusia tujuh belas tahun, ketika memikirkan kehidupan dunia,
dia ingat bahwa dunia ini akan rusak. Harta benda akan hancur, istri akan
binasa, demikian juga anak-anak, kekuasaan, kemegahan dan kenikmatan duniawi
yang lain dan Rabi`ah menginginkan sesuatu yang tidak rusak, tidak binasa.
Itulah keinginan dan cita-citanya. Dia menginginkan untuk tetap bisa
mendampingi dan menemani Baginda Rasulullah SAW didalam surga. Wallahu A`lam..
Ahlulkisa
Posting Komentar