Banyak orang-orang yang mendakwakan dirinya pengikut salafi muncul
mengkritik keras praktik adzan jum’at pertama. Mereka mengatakan bahwa praktik
adzan tersebut menyelisih dengan apa yang dilakukan oleh Rasulallah dan juga
beliau sendiri tidak pernah memerintahkannya.
Salah satu ulama Wahhabiyyah yang sangat gigih mendakwakan bahwa adzan
jum’at pertama adalah termasuk bid’ah sesat adalah Nashiruddin al-Albani, yang
kemudian banyak mendapat kritikan, termasuk juga dari Ibnu ‘Utsaimin, yang juga
merupakan salah satu ulama Wahhabiyyah.
Memang, adzan dua kali dalam jum’atan tidak pernah dilakukan dan
diperintahkan oleh Rasulallah. Sebab, adzan dua kali tersebut yang
memerintahkan pertama kali adalah Sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan pada masa
kekhalifahannya saat populasi penduduk Madinah yang meningkat tajam. Apa yang
dilakukan oleh ‘Utsman tersebut tidak diingkari oleh para shahabat yang lain
sehingga ketetapan yang sudah di lakukan tersebut masuk kategori ijma'
(sukuti). Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, penambahan adzan tersebut diikuti oleh
para muadzin di daerah-daerah lain selain Madinah.
Senada dengan yang di sampaikan Ibnu Hajar tersebut, adalah Sayyid
Alawi Abbas al-Maliki, beliau mengatakan bahwa apa yang di lakukan oleh Utsman
tersebut ternyata juga di ikuti oleh muadzin-muadzin di seluruh negara-negara
Islam, tidak hanya di wilayah Arabiyyah saja. Hal itu karena Utsman adalah
khalifah Rasulallah yang dita'ati, hingga kemudian adzan kedua jum'at tersebut
menjadi syariat yang di sunahkan karena termasuk dari amaliyah Khalifah
Rasulallah yang mulia. Andai apa yang di lakukan Ustman tersebut bertentangan
dengan sunnah Nabi, tentu para shahabat lain tidak akan diam menerima.
Apa yang dilakukan (baca ijtihad) oleh ‘Utsman tersebut memang bid’ah karena
tidak pernah di laksanakan oleh Rasulallah, namun termasuk bid’ah hasanah
sebagaimana yang banyak di jelaskan oleh para ulama Islam. Dinamakan bid’ah hasanah
karena prilaku menambahi adzan Jum'at tersebut tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah umum dalam agama.
Dengan demikian, jika ada yang menyalahkan praktik dua kali adzan jum’atan
dan di katakan sebagai bid'ah yang sesat, maka orang yang berkata demikian
adalah pelaku bid'ah yang telah mengingkari sunnah yang suci lantaran sudah
berani melawan syariat Islamiyyah.
Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya menulis:
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ
الزُّهْرِيِّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ اْلإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ
النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى الزَّوْرَاءِ قَالَ أَبُو عَبْد اللهِ الزَّوْرَاءُ
مَوْضِعٌ بِالسُّوقِ بِالْمَدِينَةِ
“Pada masa Rasulallah, Abu Bakar dan ‘Umar adzan jum’at pertama
dilakukan setelah imam (khatib) duduk di mimbar. Kemudian pada masa
‘Utsman dan katika itu masyarakat sudah semakin banyak, maka beliau menambah
adzan ketiga di atas Zauza’. Menurut Abu Abdillah, Zauza’ adalah nama tempat di
pasar Madinah.”
Kesimpulan dari hadits tersebut, bahwa adzan jum'atan di laksanakan dua kali
dan di tambah iqamah. Adzan pertama di laksanakan atas ijtihad Sayyidina Utsman
dan adzan kedua yaitu adzan saat khatib sudah berada di atas mimbar adalah yang
di laksanakan pada zaman Rasulallah, Abu Bakar dan Umar.
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150105205143100 oleh Mbah Jenggot
Posting Komentar