Seiring dengan kemajuan teknologi
informasi internet, fenomena kehidupan bebas masyarakat seperti terjadi
loncatan (skip) yang jauh dengan munculnya berbagai pemberitaan di media
massa. Tidak hanya itu, fenomena kumpul kebo, perzinahan, perselingkuhan yang
didokumentasikan dalam gambar digital dan video, juga disebarluaskan melalui
dunia maya. Gambar bugil dan video porno yang dibintangi oleh penduduk pribumi
bermunculan. Mulai dari pelajar SMP dan SMA, mahasiswa, pengusaha, hingga
kalangan selebriti dan mantan anggota DPR. Menurut data JBDK, video porno
dengan ”bintang film” dan ”karya” anak negeri berjumlah lebih dari 500 buah,
dan kemungkinan akan terus bertambah.
Kini, seperti diingatkan kembali
pada kasus-kasus sebelumnya, telah heboh beredarnya gambar dan video mesum yang
melibatkan selebriti terkenal. Terlepas hal tersebut sengaja dibuat atau
direkam oleh orang lain tanpa sepengetahuan para pelaku, sungguh ini adalah
fenomena sosial yang sangat memprihatinkan. Apa sebenarnya yang terjadi pada
generasi moda kita, khususnya para selebriti Indonesia?
Banyak para ahli sosial berpendapat,
bahwa fenomena pergaulan bebas yang direkam dalam teknologi digital, disamping
karena faktor pergeseran nilai-nilai moral yang disebabkan oleh banyak faktor,
sesungguhnya merupakan bukti kegagapan masyarakat terhadap teknologi tersebut.
Banyak masyarakat yang belum mengerti, apa sesungguhnya manfaat dan madharat
teknologi digital.
Menurut pakar telematika, peristiwa
yang direkam dalam kamera, sesungguhnya telah mengabadikan peristiwa
tersebut dalam arti sesungguhnya, karena gambar yang telah dihapus ternyata
dapat di-recovery dengan software khusus. Apalagi direkam dengan
menggunakan kamera HP yang terhubung dengan satelit, maka sangat mungkin dapat
dilihat atau dicuri oleh orang lain. Dengan demikian, sebuah peristiwa yang
sangat pribadi sekalipun, jika direkam dalam kamera digital, sejatinya telah
disimpan dalam ruang publik.
Terus,
apa tanggapan kaum agamawan terhadap fenomena tersebut? Jelas, mereka
mengatakan bahwa masyarakat, khususnya selebriti kita telah mengalami moral hazard. Mereka
sedang berada pada titik nadir peradaban umat manusia yang paling rendah,
karena telah meninggalkan nilai-nilai etis dan religius yang selama ini menjadi
pegangan hidup.
Perkembangan moral seseorang lebih
ditentukan oleh perkembangan rasionya. Artinya, semakin tinggi kualitas rasio
atau kemampuan akademik seseorang, seharusnya semakin tinggi kualitas moralnya.
Apalagi, tujuan dari pencapaian akademik adalah untuk mencapai tingkat
kehidupan yang maju, baik dan bahagia.
Jika dihubungkan dengan fenomena
terkuaknya gaya hidup dan perilaku selebritas kita melalui gambar-gambar bugil
dan video mesum belakangan ini, seperti membalikkan teori para ahli tersebut,
bahwa tingkat rasio yang lebih baik, seperti selebriti, politisi, pengusaha
atau kaum terdidik lainnya yang dianggap sebagai kasta kelas atas, tidak
berbanding lurus dengan kualitas moralnya. Posisi sosial yang terhormat di
tengah masyarakat, tidak menjadikan diri mereka untuk lebih baik, meskipun
masih banyak di antara mereka yang baik.
Menarik apa yang dikatakan
Al-Ghazali dalam membagi manusia kepada empat kelompok kriteria moral, yang
juga bisa untuk memetakan moral masyarakat:
Pertama,
seseorang yang sepenuhnya lugu atau polos yang tidak mampu membedakan antara
yang baik dan buruk, tetap dalam keadaan fitrah seperti ketika dilahirkan, dan
dalam keadan kosong dari segala kepercayaan. Ambisinya tidak begitu kuat untuk
mendorongnya mengikuti berbagai kesenangan hidup. Orang seperti ini sangat
cepat dalam proses perbaikan moralnya, dengan cukup membutuhkan pembimbing
dalam hidupnya.
Kedua,
seseorang yang secara pasti telah mengetahui sesuatu yang buruk tetapi ia belum
terbiasa mengerjakan perbuatan baik, bahkan ia cenderung mengikuti hawa
nafsunya melakukan perbuatan-perbuatan buruk daripada mengikuti pertimbangan
akal sehat untuk melakukan perbuatan baik. Perbaikan moral seperti ini tentu
tingkat kesulitannya melebihi dari tipe pertama. Sebab, usaha yang harus
dilakukan bersifat ganda, selain mencabut akar-akar kebiasaan buruknya, orang
tersebut secara serius dan konsisten melakukan latihan-latihan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan baik. Namun, jika hal ini dilakukan sungguh-sungguh, maka
perbaikan moral akan terlaksana.
Ketiga,
seseorang yang berkeyakinan bahwa perangai-perangai buruk merupakan sesuatu
yang wajib dilakukan dan perbuatan itu dianggap baik dan menguntungkan. Orang
tersebut tumbuh dengan keyakinan seperti itu. Terhadap kriteria orang seperti
ini, maka sungguh merupakan usaha yang sangat berat dan jarang sekali yang
berhasil memperbaikinya. Karena terlalu banyak penyebab kesesatan jiwanya.
Keempat,
seseorang yang diliputi pikiran-pikiran buruk, seiring dengan pertumbuhan
dirinya, dan terdidik dalam pengalaman (lingkungan) yang buruk. Sehingga
ketinggian derajatnya diukur dengan seberapa banyak perbuatan-perbuatan jahat
yang ia lakukan dan bahkan dengan banyaknya jiwa-jiwa manusia yang ia
korbankan. Orang seperti ini berada dalam tingkatan orang yang paling sulit
untuk diobat. Usaha memperbaiki moralitas orang ini bisa dikatakan sia-sia. Wallahu
a’lam bish-shawab.
Thobib Al-Asyhar - kandidat doktor
bidang psikologi Islam UIN Jakarta
Posting Komentar