Kali ini, saya ingin mengajak Anda
para istri, sama-sama mengingat bahwasamya kehidupan ini adalah ajang kesempatan untuk
meraih kenikmatan yang berkelanjutan dan arena pengujian Allah SWT terhadap
hamba-hamba-Nya. Perhatikanlah, setiap kita, laki-laki dan perempuan,
mendapatkan ujiannya masing-masing. Ada yang diuji dari segi keuangannya, ada
yang dari segi kesehatannya, ada yang dari segi keluarganya, dan ada pula yang
dari segi interaksi dan komunikasinya dengan sesama.
Allah SWT berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan ‘Kami telah beriman’ sedang mereka tidak diuji
lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka.
Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” – QS Al-‘Ankabut: 2-3.
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan
menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di
antara kalian, dan agar Kami menyatakan (baik-buruknya) hal-ihwal kalian.”
– QS Muhammad: 31.
Dan Rasulullah SAW bersabda:, “Yang mengalami ujian terberatnya adalah para
nabi AS, lalu orang-orang shalih, lalu orang-orang yang mengikuti jejak-jejak
mereka.” – HR Al-Bukhari.
Para nabi dan kaum shalihin
ternyata justru yang terberat ujiannya dibanding kita. Jadi, Ibu Anisah,
saya sarankan, bersabarlah. Anggaplah ini sebuah ujian yang akan berbuah manis
di suatu saat nanti.
Suami Anda adalah seorang suami
yang shalih, yang sangat memahami bahwa keridhaan Allah terletak pada
ridha kedua orangtua, terutama ibu. Agama memerintahkan kita untuk menjunjung
tinggi kemuliaan dan keridhaan seorang ibu, karena di situlah terletak
keridhaan Allah SWT. Sepatutnyanya Anda bangga mempunyai seorang suami yang
seperti itu. Semoga anak ibu kelak akan seperti ayahnya dan saya sangat tidak
berharap Anda menjadi penghalang bagi suami Anda untuk berbakti kepada ibunya.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mengutamakan istrinya dari ibunya sendiri, atasnya laknat
Allah SWT, laknat para malaikat-Nya, dan laknat seluruh umat manusia.
Allah SWT tak ‘kan menerima segala amalnya, baik yang fardhu maupun
sunnah, hingga ia bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik
kepada ibunya dan mencari ridhanya. Maka sesungguhnya ridha Allah ada pada
ridhanya, dan murka-Nya ada pada murkanya.” – HR Ath-Thabari.
Dalam hadist lainnya, Nabi SAW
bersabda, “Akan datang suatu zaman pada umatku ketika kebinasaan seseorang
akan disebabkan oleh istrinya sendiri” – HR Al-Khithabi.
Saya tentu tidak berharap suami
Anda menjadi binasa dalam pandangan agama sebagaimana saya pun tak berharap
Anda termasuk yang disebutkan oleh Nabi dalam hadist tersebut. Wal ‘iyadzu
billah.
Sedangkan istilah “anak mama” untuk suami anda, hemat
saya, itu adalah istilah yang secara harfiah tepat tapi bertendensi menjerumuskan
orang ke dalam dosa. Seakan, seseorang yang patuh pada orangtua adalah orang
yang tak berpendirian. Istilah itu tidak ada dalam agama kita dan tidak
disebutkan dalam kitab-kitab para ulama kita.
Memang
benar, seorang ibu mertua mempunyai hak terhadap menantunya, sebagaimana
hak seorang ibu terhadap anaknya, dan hal itu berdasarkan hadits Nabi SAW,
“Ayah kalian ada tiga orang, yaitu ayah kamu yang melahirkanmu, ayah kamu
yang mengajarimu (gurumu), serta ayah mertuamu, yang kamu menikah dengan
anaknya.”
Para ulama mengkiaskan hadits tersebut,
sehingga ibu kita pun ada tiga: ibu kandung kita, ibu guru kita, dan ibu mertua
kita. Maka berbuat kebaikan kepada mereka disamaratakan dalam balasannya.
Begitu pula sebaliknya, berbuat keburukan kepada mereka akan menyebabkan kita
dikategorikan sebagai anak yang durhaka.
Adalah dosa besar jika Anda meminta cerai kepada suami tanpa sebab yang dipandang
boleh dalam kacamata agama, berdasarkan hadits Nabi SAW, “Wanita mana pun yang meminta suaminya untuk diceraikan tanpa alasan
yang diperbolehkan dalam agama, surga diharamkan baginya.” – HR At-Tirmidzi.
Jadi, saran saya untuk Anda,
bersabarlah menghadapi ini semua. Selama hak-hak Anda dan anak Anda
dilaksanakan dengan baik oleh suami Anda, serahkanlah semuanya kepada Yang
Mahakuasa. Agama kita memerintahkan agar kita melaksanakan semua hak orang
atas kita dan tidak memerintahkan kita untuk menuntut hak kita dari semua
orang.
Allah SWT Maha Melihat dan Maha
Mengetahui segalanya, termasuk yang sedang Anda alami dan rasakan. Tidak
mungkin ada perbuatan tanpa ada ganjaran dari Allah SWT. Kebaikan pasti akan
dibalas dengan kebaikan. Begitu pula sebaliknya, keburukan akan dibalas dengan
keburukan.
Semoga kita semua digolongkan ke
dalam hamba-hamba-Nya yang mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan
dihindarkan dari balasan keburukan. Amin ya Rabbal ‘alamin...
Habib Segaf bin Hasan Baharun,
M.H.I, Pengasuh Pondok Puteri Pesantren Darul Lughah wad Da’wah, Bangil, Jawa
Timur
Posting Komentar