Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Tanya Jawab Bab Puasa

Tanya Jawab Bab Puasa


Bab Puasa
    Kumpulan tanya jawab tentang Puasa (Facebook PISS-KTB dan lain-lain)
Tanya: Mandi disaat cuaca panas sangat menyegarkan tubuh, terlebih lagi ketika tubuh gerah dan berkeringat. Hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang yang tubuhnya mulai lemas karena berpuasa. Apakah masuknya air tanpa disengaja pada bagian anggota tubuh semisal telinga dapat membatalkan puasa ?
Jawab: Membatalkan puasa, kecuali ketika mandi wajib atau sunah (Ianah Thalibin)

Tanya: Sering terjadi, seseorang yang sedang puasa pada awal-awal bulan Ramadlan, lupa akan puasanya. Akhirnya ia makan dengan sepuas-puasnya hingga kekenyangan. Apakah puasa dalam kasus diatas dihukumi batal mengingat ia makan sampai kekenyangan?
Jawab: Terjadi perbedaan pendapat. Menurut Imam an-Nawâwi hukum puasanya tidak batal. Sementara menurut Imam ar-Rofi'i batal. (Kifayatul Akhyar)

Tanya: Ketika musim kemarau tiba, biasanya debu halus beterbangan kemana-mana akibat tiupan angin yang lumayan kencang, lebih-lebih di daerah yang tanahnya tandus. Apakah masuknya debu ke mulut dapat membatalkan puasa?
Jawab: Tidak batal, asalkan tidak disengaja. Namun bila disengaja, seperti membuka mulutnya, maka terjadi perbedaan pendapat, menurut qaul Ashah tetap tidak batal. (Majmu')

Tanya: Berpuasa pada paruh akhir bulan Sya'ban hukumnya haram, kecuali bagi meraka yang sebelumnya sudah membiasakan puasa. Sebatas manakah seseorang dianggap "membiasakan puasa" terkait masalah di atas?
Jawab: Ketika orang tersebut pernah melakukan puasa sebelum separuh akhir bulan Sya'bân, meskipun hanya seminggu sekali atau sebulan sekali, dengan syarat terus dilakukan. Apabila sebelum separuh akhir bulan Sya'ban pernah absen, meskipun hanya satu kali, maka ia tidak diperkenankan melakukan puasa pada paruh akhir bulan Sya'ban

( وَسُئِلَ ) فَسَّحَ اللَّهُ فِي مُدَّتِهُ بِمَا لَفْظُهُ يَحْرُمُ الصَّوْمُ بَعْد نِصْفِ شَعْبَانَ إنْ لَمْ يَعْتَدْهُ أَوْ يَصِلُهُ بِمَا قَبْلَهُ مَا ضَابِطُ الْعَادَةِ هُنَا وَيَوْمِ الشَّكّ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ الَّذِي يَظْهَرُ أَنَّهُ يُكْتَفَى فِي الْعَادَةِ بِمَرَّةٍ إنْ لَمْ يَتَخَلَّل فِطْرُ مِثْل ذَلِكَ الْيَوْمِ الَّذِي اعْتَادَهُ فَإِذَا اعْتَادَ صَوْمَ اَلإِثْنَيْنِ فِي أَكْثَرِ أَسَابِيعِهِ جَازَ لَهُ صَوْمُهُ بَعْد النِّصْفِ وَيَوْمِ الشَّكِّ وَإِنْ كَانَ أَفْطَرَهُ قَبْلَ ذَلِكَ ِلأَنَّ هَذَا يَصْدُقُ عَلَيْهِ عُرْفًا أَنَّهُ مُعْتَادُهُ وَإِنْ تَخَلَّلَ بَيْن عَادَتِهِ وَصَوْمِهِ بَعْد النِّصْفِ فَطَرَهُ وَأَمَّا إذَا اعْتَادَهُ مَرَّةً قَبْلَ النِّصْفِ ثُمَّ أَفْطَرَهُ مِنْ اْلاًسْبُوعِ الَّذِي بَعْدَهُ ثُمَّ دَخَلَ النِّصْفُ فَالظَّاهِرُ أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لَهُ صَوْمُهُ ِلأَنَّ الْعَادَةَ حِينَئِذٍ بَطُلَتْ بِفِطْرِ الْيَوْمِ الثَّانِي بِخِلاَفِ مَا إذَا صَامَ اَلإِثْنَيْنِ الَّذِي قَبْلَ النِّصْفِ ثُمَّ دَخَلَ النِّصْفُ مِنْ غَيْرِ تَخَلُّلِ يَوْمِ اثْنَيْنِ آخَرَ بَيْنَهُمَا فَإِنَّهُ يَجُوزُ صَوْمُ اَلإِثْنَيْنِ الْوَاقِعِ بَعْدَ النِّصْفِ ِلأَنَّهُ اعْتَادَهُ وَلَمْ يَتَخَلَّلْ مَا يُبْطِلُ الْعَادَةَ فَإِذَا صَامَهُ ثُمَّ أَفْطَرَهُ مِنْ أُسْبُوعٍ ثَانٍ ثُمَّ صَادَفَ اَلإِثْنَيْنِ الثَّالِثُ يَوْمَ الشَّكِّ فَالظَّاهِرُ أَنَّهُ يَجُوْز ُلَهُ صَوْمُهُ وَلاَ يَضُرُّ حِينَئِذٍ تَخَلُّلُ فِطْرِهِ ِلأَنَّهُ سَبَقَ لَهُ صَوْمُهُ بَعْد النِّصْفِ وَذَلِكَ كَافٍ اهـ (الفتاوى الفقهية الكبرى ج ٢ ص ٧٦)


Tanya: Bolehkan orang yang bepergian setelah Fajar membatalkan puasa?
Jawab: Tidak boleh, karena bolehnya membatalkan puasa bagi musâfir, jika berangkatnya sebelum fajar. Namun, menurut Imam Muzani tetap diperbolehkan membatalkan puasa (Sulam at taufiq)

Tanya: Seorang ibu mengunyahkan makanan untuk anaknya yang masih bayi, padahal ia sedang berpuasa. Batalkah puasanya?
Jawab: Tidak batal, dengan syarat tanpa menelan makanan yang dikunyah tersebut, walaupun aroma dan rasa makanan masih terasa dilidah (Hasiyah Jamal)

Tanya:Seseorang mempunyai tanggungan qadla’ puasa Ramadlan. Kebetulan disaat meng-qadla’ puasa bertepatan dengan hari Senin. Kesempatan ini tidak disia-siakan olehnya, disamping melakukan puasa qadla’, ia juga niat mengerjakan puasa sunah. Bisakah ia mendapatkan dua pahala, yakni pahala qadla’ dan sunah?
Jawab:Bisa, apabila keduanya diniati (Ianah Thalibin)

Tanya: Bagaimana hukumnya siang hari di bulan Ramadhan Warung Makan yang tetap jualan makanan?
Jawab: Klik pada tautan berikut ini "Ramadhan Jualan Tetap Jalan"

Tanya: Apakah bagi pak sopir setiap harinya diperbolehkan membatalkan puasa mengingat ia selalu bepergian?
Jawab: Tidak boleh, karena akan meninggalkan kewajiban puasa selama-lamanya, kecuali ada niat mengqadla’ puasa. Namun menurut Ibn Hajar selama dalam bepergian boleh membatalkan puasa. (Ianah Thalibin)

Tanya: Sahkah ibadah puasanya perempuan yang sudah mampet dari haidnya akan tetapi belum mandi besar ?
Jawab: Sah 
( فَإِذَا انْقَطَعَ ) أَيْ الْحَيْضُ ( لَمْ يَحِلَّ قَبْلَ الْغُسْلِ ) مِمَّا حَرُمَ ( غَيْرُ الصَّوْمِ وَالطَّلاَقِ ) فَيَحِلاََّنِ لاِنْتِفَاءِ مَانِعِ اْلأَوَّلِ وَالْمَعْنَى الَّذِي حَرُمَ لَهُ الثَّانِي قَوْلُهُ ( غَيْرُ الصَّوْمِ وَالطَّلاَقِ ) أَيْ وَالطُّهْرُ كَمَا فِي الْمَنْهَجِ وَعَلَّلَ الشَّارِحُ اْلأَوَّلَيْنِ ِلأَنَّهُ لَمْ يَذْكُرْ الثَّالِثَ وَعَلَّلَ الثَّلاَثَةَ فِي الْمَنْهَجِ بِقَوْلِهِ لاِنْتِفَاءِ عِلَّةِ التَّحْرِيمِ وَهِيَ الْمَانِعُ فِي الصَّوْمِ وَطُولُ الْمُدَّةِ فِي الطَّلاَقِ وَالتَّلاَعُبُ فِي الطُّهْرِ وَقِيلَ عِلَّةُ اْلأَوَّلِ اجْتِمَاعُ الْمُضْعِفَيْنِ كَمَا مَرّ اهـ (حاشيتا قليوبي وعميرة ج ١ ص ١١٥)


Tanya: Pada waktu sedang berpuasa gusinya sering mengeluarkan darah. akibatnya percampuran air ludah dan darah sulit dihindari. Hal ini akan menjadi problem ketika ia mau menelan ludahnya. Apakah puasanya orang yang seperti itu batal saat menelan ludah ?
Jawab: Batal, kecuali jika darah yang keluar dari gusi tersebut terus menerus. Dengan demikian hal itu termasuk masyaqqat. (Bughyatul Mustarsyidin, Asnal Mathalib, Tuhfah Al Muhtaj)

Tanya: Sering kita temui, ketika seseorang bersiwakan atau menggosok gigi, alat siwak atau sikat giginya dibasahi dengan air. Hal ini sangat rawan sekali, air bekas basuhan alat siwak atau sikat gigi tersebut ikut tertelan bersamaan dengan ludah. Apakah hal yang demikian dapat membatalkan puasa ?
Jawab: Batal, jika air yang digunakan untuk membasahi siwak atau sikat gigi tersebut ikut tertelan. (Khasiyah Jamal)

Tanya: Seseorang yang terserang penyakit flu, biasanya hidung tersumbat akibat banyaknya dahak di dalamnya. Terkadang dahak tersebut tertelan dengan sendirinya karena sulitnya untuk menahan agar tidak tertelan. Batalkah puasa seseorang yang di rongga hidungnya terdapat dahak, kemudian masuk ke dalam perutnya?
Jawab: Jika dahaknya telah mencapai batas luar tenggorokan, maka haram menelan dan hal itu membatalkan puasa. Jika masih di batas dalam tenggorokan, maka tidak membatalkan puasa. Yang dimaksud batas luar menurut pendapat Imam Nawawi (mu’tamad) adalah makhroj huruf kha’ (ح), dan dibawahnya adalah batas dalam. Sedangkan menurut sebagian ulama’ batas luar adalah makhroj huruf kho’(خ), dan di bawahnya adalah batas dalam. (Kifayatul Akhyar)

Tanya: Bagaimana puasanya orang yang sudah berbuka uasa karena menduga telah adzan maghrib, padahal baru adzan ketika di tengah-tengah mereka berbuka puasa?
Jawab: Puasanya tidak sah dan wajib mengqadla (mengganti), kalau memang saat ia berbuka, waktu maghrib belum tiba (Kifayatul Akhyar)

Tanya: Bagaimana hukumnya mmbatalkan puasa sunnah?
Jawab: Makruh, jika tidak ada udzur. (Kifayatul Akhyar)

Tanya: Apakah puasanya batal, apabila pada saat mandi kemudian telinga kemasukan air?
Jawab: Tidak mambatalkan puasa (Fatawy al Fiqhiiyah)

Tanya: Mas Paijo sehabis sahur langsung tidur lagi tanpa terlebih dahulu menggosok gigi. Akibatnya, sisa-sisa makanan masih terselip diantara sela-sela gigi-giginya. Disiang harinya, sisa-sisa makanan tersebut ada yang terbawa ketika menelan air ludahnya. Apakah puasa mas Paijo batal dalam kasus tersebut, dan apakah wajib gosok gigi saat malam harinya sebelum puasa?
Jawab: Batal, jika pada saat menelan ludahnya ia mampu mengeluarkan sisa makanan tersebut. Gosok gigi tidak wajib tapi sangat dianjurkan (Fatawa Romly, Nihayatul Muhtaj ala Syarhil Minhaj)

Tanya: Meninggalnya orang yang belum mengqodho' puasanya, apakah meninggal dalam keadaan maksiat?
Jawab: Menurut pendapat yang kuat, ia tidak termasuk meninggal dalam keadaan maksiat. berbeda dalam masalah haji, jika mampu lantas tidak melakukan haji maka meninggal dalam keadaan maksiat. (Fatawa Romly)

Tanya: Bagi ibu rumah tangga yang sedang memasak, menghirup aroma makanan tidak bisa dihindari lagi. Apakah masuknya uap makanan ke hidung dapat membatalkan puasa?
Jawab: Tidak batal, karena uap bukan termasuk benda/ ‘ain. (Khasiyah Jamal)

Tanya: Seseorang penderita penyakit ambeyen mudah sekali anusnya keluar, lebih-lebih disaat membuang air besar. Sementara anus yang telah keluar, sulit masuk ke dalam lagi, kecuali ada upaya bantuan dengan tangannya sendiri. Batalkah puasa seseorang yang memasukkan bagian anusnya yang keluar?
Jawab: Tidak batal. Namun menurut Imam Nawawi membatalkan puasa (Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj)

Tanya: Pak Hasan mempunyai kebiasaan bersendawa (glege’en) setelah melahap makanan dalam porsi yang lumayan banyak. Terkadang saat ia bersendawa, makanan yang di dalam perutnya keluar kembali seperti orang yang muntah. Bagaimana puasanya?
Jawab: Tidak membatalkan puasa, sekalipun hal itu terjadi berulang-berulang. Asalkan makanan yang keluar dari perutnya tersebut tidak ditelan lagi dan diharuskan berkumur. (Khasiyah Jamal)

Tanya:Bagaimanakah hukum puasa seseorang ketika berkumur ada air yang terlanjur masuk ke dalam perutnya?
Jawab: Tidak batal, jika tidak dilakukan dengan berlebihan. Namun apabila dilakukan secara berlebihan, maka dapat membatalkan puasa. (tuhfatul Muhtaj)

Tanya: Bagaimana hukumnya suami mencium Istri waktu puasa?
Jawab: Klik pada tautan berikut ini Mencium Istri Ketika Puasa

Tanya: Apakah jam 12 malam/ 00.00 WIB sudah mendapatkan kesuanahan sahur?
Jawab: Dalam Taqriratus Sadidah dijelaskan kesunahan-kesunahan dalam puasa dan ramadlan yaitu 
1. Bersegera fithr (berbuka) ketika meyakini terbenamnya matahari. Lain halnya ketika ragu-ragu, maka wajib atas seseorang untuk melakukan kehati-hatian dan mengakhirkan fithr (berbuka). 
2. Suhur (sahur) meskipun dengan seteguk air, dan waktu suhur masuk mulai dari pertengahan malam. 
3. Mengakhirkan suhur, sekiranya tidak dianggap buruk dalam mengakhirkan. Dan sunnah menahan diri dari makam sebelum keluarnya fajar dengan semisal seukuran bacaan 50 ayat. ( ± 1/4 jam / 15 menit).

Tanya: Saya wanita gemuk, kemudian saya berpuasa tetapi juga untuk tujuan diet, bagaimana hukumnya?
Jawab: Hukum puasa untuk tujuan diet masuk pada pembahasan melakukan ibadah yang niatnya tercampur dengan masalah dunia. Sebagian ulama menilai sah ibadah seseorang yang diiringi dengan niat yang lain, selama niat keduniaan tidak lebih dominan (Al Asybah wan Nadzair lis Suyuthiy I/ 21)

Tanya: Saya adalah seseorang yang dahulu sangat lalai dalam beribadah dan ingin mengganti puasa saya yang bolong-bolong. Bagaimana cara mengganti (mengqadha) nya karena saya tidak tahu jumlah pasti bolong-bolongnya puasa saya?
Jawab: "Apabila ada seseorang mengetahui bahwa dirinya berpuasa sebagian jatuh pada malam hari (karena tinggal di daerah yang tidak diketahui batas siang dan malamnya), dan sebagian jatuh pada siang hari, sedangkan dia tidak mengetahui jumlah puasa yang dikerjakan pada siang harinya, maka menurut qoul yang jelas orang tersebut wajib mengambil hitungan yang diyakininya, maka hitungan puasa siang hari yang diyakininya itu cukup baginya (untuk dijadikan jumlah puasa siang harinya) dan wajib mengqodlo sisanya puasa yang dilakukan pada malam harinya" (Hawasyhi As Sarwani)

Tanya: Apa yang harus dilakukan oleh orang yang membatalkan puasanya tanpa udzur yang syar'i?
Jawab: Orang tersebut berdosa dan wajib qodlo' namun tidak usah membayar fidyah. Tapi jika membatalkan puasa dengan jima (berhubungan badan) maka wajib qodlo' dan membayar kafarot/ denda (Syarah Muhaddzab juz 1 hal 331)

Tanya: Apakah harus qadha puasa/ membayar denda, apabila wanita hamil di bulan Ramadhan tidak puasa karena khawatir janin akan mengalami gangguan atau membahayakan dirinya sendiri jika berpuasa?
Jawab: Wanita hamil yang khawatir membahayakan dirinya sendiri ketika puasa maka boleh tidak berpuasa dan wajib qodho' tanpa bayar kifarat. Namun jika wanita hamil khawatir membahayakan janinnya maka boleh tidak berpuasa dan wajib qodho' serta wajib bayar kifarat. Kifaratnya yaitu satu hari bayar satu mud (Fathul Qorib 1/141)

Tanya: Bagaiamana hukumnya puasa di hari kelahiran kita? 
Jawab: puasa di hari kelahiran merupakan sesuatu yang bagus asalkan jangan dijadikan hari raya. sebagaimana mafhum keterangan dari ibnu rojab dalam kitab Fathul Bari nya " hari hari yang di dalamnya terdapat hal-hal baru dari nikmat-nikmat Allah kepada hambanya jika sebagian orang berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk rasa syukur tanpa menjadikannya hari raya maka ini adalah sesuatu yang bagus, mengambil dalil dari puasanya Nabi Shollallohu alaihi wasallam pada hari asyura ketika orang yahudi mengkhabari beliau tentang puasanya Nabi Musa karena bersyukur, dan juga sabda Nabi shollallohu alaihi wasallam ketika beliau ditanyai tetang puasa hari senin " itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari (wahyu) diturunkan padaku
 " وقال عطاء : إنما هي أعياد لأهل الموسم ، فلا ينهى أهل الأمصار عن صيامها . وقول الجمهور أصح . ولكن الأيام التي يحدث فيها حوادث من نعم الله على عباده لو صامها بعض الناس شكرا من غير اتخاذها عيدا كان حسنا استدلالا بصيام النبي صلى الله عليه وسلم عاشوراء لما أخبره اليهود بصيام موسى له شكرا ، وبقول النبي صلى الله عليه وسلم لما سئل عن صيام يوم الاثنين ، قال : " ذلك يوم ولدت فيه وأنزل علي فيه

Tanya: Bagaimana hukum nya mengqodho puasa karena ragu? Misalnya, pada waktu puasa saya pernah mau muntah, seolah makanan mau keluar tetapi saya teruskan puasanya sampai maghrib. 
Jawab: Berasa mau muntah tapi tidak muntah. Sehingga ini menyebabkan anda ragu-ragu puasanya sah atau tidak. Lalu anda berinisiatif menqadha puasa tersebut. Hal semacam ini diperbolehkan dan sah hukumnya. Bahkan andai telah nyata sekalipun tidak memiliki tanggungan maka puasanya menjadi puasa sunnah. Al Fatawiy al Fiqhiyyah al Kubra juz 2 hal. 90
 أنه لو شك أن عليه قضاء مثلا فنواه إن كان، وإلا فتطوع صحت نيته أيضا وحصل له القضاء بتقدير وجوده بل، وإن بان أنه عليه وإلا حصل له التطوع كما يحصل له في مسألة الوضوء وضوء التجديد بفرض أن لا حدث عليه بل هذا أولى بالإجزاء؛ لأن الوضوء ثم واجب ولم يؤثر فيه ذلك التردد لعدم الاحتياج إليه فأولى أن لا يؤثر في مسألة الصوم للاحتياج إليه وبهذا يعلم أن الأفضل لمريد التطوع بالصوم أن ينوي الواجب إن كان عليه وإلا فالتطوع، ليحصل له ما عليه إن كان فات قلت ينافي ذلك كله قول المجموع لو قال أصوم عن القضاء أو تطوعا لم يجزئه عن القضاء قطعا ويصح نفلا في غير رمضان اهـ
Hal ini berbeda halnya jika sejak awal telah yakin tidak memiliki tanggungan qadha puasa Ramadhan lalu puasa dan berniat qadha Ramadhan maka hukumnya menjadi haram karena bermain-main dalam perkara ibadah. Ahkam al Fuqaha juz 2 hal. 29
 ﻓﻤﻦ ﺗﻴﻘﻦ ﺍﻭ ﻇﻦ ﻋﺪﻡ ﻭﺟﻮﺏ ﻗﻀﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻴﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﻟﻠﺘﻼﻋﺐ ﻭﻣﻦ ﺷﻚ ﻓﻠﻪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﺍﻥ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻻ ﻓﺎﻟﺘﻄﻮﻉ

Tanya: Bolehkah menggabungkan dua niat puasa, misal puasa sunnah dengan sunnah dan puasa sunnah dengan qadha puasa Wajib? 
Jawab: Menggabung niat beberapa puasa sunnah seperti puasa Arofah dan puasa senin/kamis adalah boleh dan dinyatakan mendapatkan pahala keduanya. Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Kurdi. Bahkan menurut Imam Al-Barizi puasa sunnah seperti hari ‘Asyuro, jika diniati puasa lain seperti qadha ramadhan tanpa meniatkan pauasa Asyura’ tetap mendapatkan pahala keduanya. Adapun puasa 6 hari bulan syawal jika digabung dengan qadha ramadhan, maka menurut imam Romli mendapatkan pahala keduanya. Sedangkan menurut Abu Makhromah tidak mendapatkan pahala keduanya bahkan tidak sah.
 إعانة الطالبين – (ج 2 / ص 252) (وقوله: النفل) منصوب بنزع الخافض وهو عن، والتقدير: واحترز باشتراط التعيين في الفرض عن النفل. وكان المناسب أن يقول هنا أيضا: واحترز بقولي في الفرض من حيث اشتراط التعيين في الفرض عن النفل، لان المحترز به هو الفرض، لا اشتراط التعيين. فتنبه. وقوله: أيضا، أي كما احترز باشتراط التبييت في الفرض عن النفل. وقوله: فيصح: أي النفل – أي صومه. وقوله: ولو مؤقتا: غاية في صحة الصوم في النفل بنية مطلقة، أي لا فرق في ذلك بين أن يكون مؤقتا – كصوم الاثنين، والخميس، وعرفة، وعاشوراء، وأيام البيض – أو لا: كأن يكون ذا سبب – كصوم الاستسقاء – بغير أمر الامام، أو نفلا مطلقا. (قوله: بنية مطلقة) متعلق بيصح، فيكفي في نية صوم يوم عرفة مثلا أن يقول: نويت الصوم. (قوله: كما اعتمده غير واحد) أي اعتمد صحة صوم النفل المؤقت بنية مطلقة.وفي الكردي ما نصه: في الاسنى – ونحوه الخطيب الشربيني والجمال الرملي – الصوم في الايام المتأكد صومها منصرف إليها، بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ: زاد في الايعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا، نواه معه أو لا. وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة يوم الخميس. اه. وكلام التحفة كالمتردد في ذلك. اه. (قوله: نعم بحث في المجموع إلخ) هذا إنما يتم له إن ثبت أن الصوم في الايام المذكورة مقصود لذاتها. والمعتمد: كما يؤخذ من عبارة الكردي المارة آنفا – أن القصد وجود صوم فيها. فهي كالتحية، فإن نوى التطوع أيضا حصلا، وإلا سقط الطلب عنه، وبهذا فارق رواتب الصلوات. (قوله: كعرفة وما معها) أي وما يذكر معها عند تعداد الرواتب – كعاشورا، وستة من شوال، والايام البيض، والايام السود -. (قوله: فلا يحصل غيرها) أي من قضاء أو كفارة. (وقوله: معها) أي الرواتب. (وقوله: وإن نوى) أي غير الرواتب. (قوله: بل مقتضى القياس) أي على رواتب الصلاة. (وقوله: أن نيتهما) أي الرواتب وغيرها، كأن نوى صوم عرفة وقضاء أو كفارة. (وقوله: مبطلة) أي لان الراتب لا يندرج في غيره، فإذا جمعه مع غيره لم يصح، للتشريك بين مقصودين. (قوله: كما لو نوى الظهر وسنته) أي فإن ذلك مبطل، وقد علمت الفرق – فلا تغفل فتح الوهاب – (ج 1 / ص 206) (وتعيينه) أي الفرض قال في المجموع، وينبغي اشتراط التعيين في الصوم الراتب كعرفة وعاشوراء وأيام البيض وستة من شوال كرواتب الصلاة وأجيب بأن الصوم في الايام المذكورة منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت أيضا كتحية المسجد، لان المقصود وجوب صوم فيها بغية المسترشدين ص 113-114 (مسألة: ك): ظاهر حديث: «وأتبعه ستاً من شوّال» وغيره من الأحاديث عدم حصول الست إذا نواها مع قضاء رمضان، لكن صرح ابن حجر بحصول أصل الثواب لإكماله إذا نواها كغيرها من عرفة وعاشوراء، بل رجح (م ر) حصول أصل ثواب سائر التطوعات مع الفرض وإن لم ينوها، ما لم يصرفه عنها صارف، كأن قضى رمضان في شوّال، وقصد قضاء الست من ذي القعدة، ويسنّ صوم الست وإن أفطر رمضان اهـ. قلت: واعتمد أبو مخرمة تبعاً للسمهودي عدم حصول واحد منهما إذا نواهما معاً، كما لو نوى الظهر وسنتها، بل رجح أبو مخرمة عدم صحة صوم الست لمن عليه قضاء رمضان مطلقاً الفوائد الجنية ج1 ص 153 قوله : (كل ما المقصود منه الفعل) أي لا حصوله مستقبلا بنية. قوله : (وهي نحو ستة عشر سنة) منها غسل الجمعة هو سنة إذا نوى مع غسل الجنابة, ومنها سلام الخروج من الصلاة إذ نوى به السلام على الحاضرين, ومنها عمرة التطوع إذا نويت مقرونة بحج الفرض, ومنها الصوم عن عرفة إذا نوى معه صوم قضاء أو نذر أو كفارة

Tanya: Bagaimana puasa Ramadhannya para pekerja "berat"? 
Jawab: Bagi pekerja berat (seperti pengetam, kuli bangunan, tukang becak, nelayan, pembajak tanah dll.) tidak diperbolehkan berbuka puasa (mukak/ mokak: Jawa Kudusan.red) kecuali bila memenuhi 6 persyaratan
: مسألة) : لا يجوز الفطر لنحو الحصاد وجذاذ النخل والحراث إلا إن اجتمعت فيه الشروط. وحاصلها كما يعلم من كلامهم ستة : أن لا يمكن تأخير العمل إلى شوّال ، وأن يتعذر العمل ليلاً ، أو لم يغنه ذلك فيؤدي إلى تلفه أو نقصه نقصاً لا يتغابن به ، وأن يشق عليه الصوم مشقة لا تحتمل عادة بأن تبيح التيمم أو الجلوس في الفرض خلافاً لابن حجر ، وأن ينوي ليلاً ويصحب صائماً فلا يفطر إلا عند وجود العذر ، وأن ينوي الترخص بالفطر ليمتاز الفطر المباح عن غيره ، كمريض أراد الفطر للمرض فلا بد أن ينوي بفطره الرخصة أيضاً ، وأن لا يقصد ذلك العمل وتكليف نفسه لمحض الترخص بالفطر وإلا امتنع ، كمسافر قصد بسفره مجرد الرخصة ، فحيث وجدت هذه الشروط أبيح الفطر ، سواء كان لنفسه أو لغيره وإن لم يتعين ووجد غيره ، وإن فقد شرط أثم إثماً عظيماً ووجب نهيه وتعزيره لما ورد أن : "من أفطر يوماً من رمضان بغير عذر لم يغنه عنه صوم الدهر". . .
1. Pekerjaannya tidak bisa diundur hingga bulan syawal
2. Ada halangan untuk dikerjakan dimalam hari
3. Terjadi masyaqqat (kesulitan) menurut kebiasaan manusia bila menjalani puasa hingga dalam batasan masyaqqat yang memperkenankan baginya tayammum atau menjalani shalat dengan duduk
4. Di malam hari tetap niat, di pagi hari tetap puasa baru setelah benar-benar tidak kuat boleh berbuka
5. Saat berbuka diniati mencari keringanan hukuman
6. Tidak boleh menyalahgunakan keringanan dalam arti pekerjaannya dijadikan tujuan atau membebani diri diluar batas kemampuan agar dapat keringanan berbuka puasa.
Bila syarat-syarat di atas tidak terpenuhi maka berdosa baginya berbuka puasa meskipun diganti dihari-hari selain ramadhan berdasarkan hadits“Barangsiapa berbuka puasa tanpa adanya udzur tidak mencukupi baginya meskipun diganti dengan puasa sepanjang tahun” (Buhyah alMustarsyidiin Hal. 234).

Tanya: Bagaimana hukum menelan ludah waktu berpuasa? 
Jawab: Imam Nawawi dalam Syarahnya mengomentari:
 أصحهما : لا يفطر ، ولو اجتمع ريق كثير بغير قصد بأن كثر كلامه أو غير ذلك بغير قصد فابتلعه لم يفطر بلا خلاف
Pendapat yang ashah (paling shahih) tidak membatalkan puasa. Jika ludah banyak terkumpul tanpa disengaja, misalnya banyak berbicara atau yang lainnya dengan tanpa sengaja kemudian menelannya maka tidak membatalkan puasa tanpa ada perbedaan (Al Majmuu', Syarah al Muhadzdzab juz VI halaman 327). Namun, jika air ludah tersebut sengaja dikumpulkan dalam mulut sehingga menjadi banyak lalu ditelan, maka ada dua pendapat. Ada yang mengatakan tidak membatalkan puasa, dan ada pula yang mengatakan membatalkan puasa.
 ، وإن جمع في فمه ريقا كثيرا وابتلعه ففيه وجهان : أحدهما : يبطل صومه ، لأنه ابتلع ما يمكنه الاحتراز منه مما لا حاجة به إليه ، فأشبه ما إذا قلع ما بين أسنانه وابتلعه . والثاني : لا يبطل لأنه وصل إلى جوفه من معدته فأشبه ما يبتلعه من ريقه على عادته

Tanya: Hukum jualan makanan di waktu berlangsungnya puasa (siang) Ramadhan?
Jawab: Haram dan termasuk jual beli yang mengandung maksiat bila si penjual yakin atau punya dugaan kuat bahwa pembeli akan memakannya disiang hari ramadhan. Keterangan dari kitab :
 ( وقوله من كل تصرف يفضي إلى معصية ) بيان لنحو وذلك كبيع الدابة لمن يكلفها فوق طاقتها والأمة على من يتخذها لغناء محرم والخشب على من يتخذه آلة لهو وكإطعام مسلم مكلف كافرا مكلفا في نهار رمضان وكذا بيعه طعاما علم أو ظن أنه يأكله نهارا (keterangan ‘dari setiap tindakan yang berakibat kearah maksiat) seperti menjual tunggangan pada orang yang akan membebaninya diluar batas kemampuannya, menjual sahaya wanita untuk menyanyi yang diharamkan, menjual kayu pada orang yang akan memakainya untuk alat malaahi, dan seperti orang muslim dewasa yang memberi makanan pada orang kafir dewasa disiang hari ramadhan, begitu juga menjual makanan bila yakin atau menduga kuat ia akan memakannya disiang hari ramadhan (I’aanah at-Thoolibiin III/24).
 ومن النحو بيع الأمرد لمن عرف بالفجور والجارية لمن يتخذها للغناء المحرم والخشب لمن يتخذه آلة لهو وإطعام مسلم مكلف كافرا مكلفا في نهار رمضان وكذا بيعه طعاما علم أو ظن أنه يأكله نهارا .
Sebagian contoh jual beli yang diharamkan adalah menjual amraad (pemuda tampan) pada orang yang diketahui kemesumannya, menjual sahaya wanita untuk menyanyi yang diharamkan, menjual kayu pada orang yang akan memakainya untuk alat malaahi, dan seperti orang muslim dewasa yang memberi makanan pada orang kafir dewasa disiang hari ramadhan, begitu juga menjual makanan bila yakin atau menduga kuat ia akan memakannya disiang hari ramadhan (Hasyiyah al-Bujairomi II/224).

Tanya: Bagaimana jika sahur saat sudah terbit fajar (subuh) dengan sangkaan belum subuh?
Jawab: Jika memang pada saat makan itu memang sudah subuh maka puasanya batal walaupun dia menyangka bahwa saat itu belum subuh. Perlu diketahui bahwa ulama indonesia menetapkan waktu imsak sebagai batas akhir sahur. Sebab waktu subuh sendiri sudah mengalami penambahan beberapa menit sebagai waktu ikhtiyat (hati20. Dan dikurangi beberapa menit untuk kehati2an sebagai waktu imsak. Referensi: iqna' atau di bujairomi (Faraidus Shoumi)
 (وَ) الرَّابِعُ مِنْ الشُّرُوطِ (مَعْرِفَةُ طَرَفَيْ النَّهَارِ) يَقِينًا أَوْ ظَنًّا لِتَحَقُّقِ إمْسَاكِ جَمِيعِ النَّهَارِ. تَنْبِيهٌ: انْفَرَدَ الْمُصَنِّفُ بِهَذَا الرَّابِعِ وَكَأَنَّهُ أَخَذَهُ مِنْ قَوْلِهِمْ: لَوْ نَوَى بَعْدَ الْفَجْرِ لَمْ يَصِحَّ صَوْمُهُ, أَوْ أَكَلَ مُعْتَقِدًا أَنَّهُ لَيْلٌ وَكَانَ قَدْ طَلَعَ الْفَجْرُ لَمْ يَصِحَّ أَيْضًا, وَكَذَا لَوْ أَكَلَ مُعْتَقِدًا أَنَّ اللَّيْلَ دَخَلَ فَبَانَ خِلافُهُ لَزِمَهُ الْقَضَاءُ

Tanya: Siapa yang berhak menerima fidyah? apakah kyai juga berhak? 
Jawab: Khusus faqir miskin. Kalau kiyainya miskin ya berarti boleh.
 وَمَصْرِفُ الْفِدْيَةِ الْفُقَرَاءُ وَالْمَسَاكِينُ) خَاصَّةً لِأَنَّ الْمِسْكِينَ ذُكِرَ فِي الْآيَةِ وَالْحَدِيثِ وَالْفَقِيرُ أَسْوَأُ حَالًا مِنْهُ
Yang berhak menerima tasarufnya fidyah itu khusus pada fuqoro' dan orang-orang miskin saja karena miskin itu disebut pada alqur'an dan hadis, sedangkan fuqoro' itu keadaannya lebih parah dari pada miskin. (al mahalli juz 1 hal 138).

Tanya: Apa hukumnya mencicipi makanan (misalnya waktu masak) di bulan puasa, kemudian diludahkan (dilepeh: jawa red.)? 
Jawab: Boleh dan tidak makruh bila ada hajat, asal hanya sebatas lidah dan tidak sampai tertelan. Namun bila tidak ada hajat maka dimakruhkan.
 ومحل الكراهة ان لم تكن له حاجة اما الطباح رجلا كان او امراءة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي
"Dimakruhkan mencicipi makanan (bagi orang yang puasa...) tersebut bila memang bagi orang yang tidak ada kepentingan sedangkan bagi seorang pemasak makanan baik laki-laki atau perempuan atau orang yang memiliki anak kecil yang mengunyahkan makanan buatnya maka tidak dimakruhkan mencicipi makanan buat mereka seperti apa yang di fatwakan Imam Az-Ziyaadi" (Assyarqowy I/445).

Tanya: Suami istri dalam keadaan musafir, tidak puasa lalu keduanya melakukan jima. Bagaimana hukumnya ? 
Jawab: Tidak wajib kaffarat, bahkan bila tadinya ia puasa kemudian di tengah jalan dibatalkan dengan jima' maka tidak wajib kaffarat menurut Imam syafi'i karena berbuka puasa saat musafir baginya mubah.
 و لا على مسافر وطئ زنا أو لم ينو ترخصا لأنه لم يأثم به للصوم بل للزنا أو للصوم مع عدم نية الترخص ولأن الإفطار مباح له فيصير شبهة في درء الكفارة Syarh alMinhaj II/345
 ومن ذلك ما لو كان مسافرا ثم نوى الصيام وأصبح صائما : ثم أفطر في أثناء اليوم بالجماع : فإنه لا كفارة عليه بسبب رخصة السفر Fiqh alaa Madzaahib al-arba’ah I/903
 ثم اختلفوا فيما إذا أنشأ المسافر الصوم في شهر رمضان ثم جامع . فقال أبو حنيفة والشافعي : لا تجب عليه كفارة . وعن مالك وأحمد روايتان ، أحدهما : الوجوب ، والأخرى : الإسقاط . Ikhtilaaf al-Ummah I/250

Tanya: Batalkah puasa orang yang berkumur di saat puasa kemudian tertelan?
Jawab: Hukum tertelannya air saat kumur itu tafsil:
1. Jika kumurnya itu disyari'atkn ( saat wudlu/mandi) dan tidak berlebihan maka tidak membatalkan
2. Jika kumurnya itu disyari'atkan tapi berlebihan maka menjadi batal
3. Jika kumurnya tak disyari'atkan maka sudah jelas batal (Taqrirotus sadidah: 454)

Tanya: Boleh tidak niat puasa langsung untuk 1 bulan? 
Jawab: Menurut Syafi'iyyah SUNNAH dan hanya mencukupi niat tersebut untuk malam pertama saja sedang bagi Malikiyyah dapat mencukupi pada malam-malam ramadhan berikutnya selama sebulan bila kebetulan ia lupa menjalankan niat.
 قَوْلُهُ : ( التَّبْيِيتُ ) أَيْ كُلَّ لَيْلَةٍ عِنْدَنَا كَالْحَنَابِلَةِ وَالْحَنَفِيَّةِ وَإِنْ اكْتَفَى الْحَنَفِيَّةُ بِالنِّيَّةِ نَهَارًا لِأَنَّ كُلَّ يَوْمٍ عِبَادَةٌ مُسْتَقِلَّةٌ وَلِذَلِكَ تَعَدَّدَتْ الْكَفَّارَةُ بِالْوَطْءِ فِي كُلِّ يَوْمٍ مِنْهُ ، وَيُنْدَبُ أَنْ يَنْوِيَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ أَوْ صَوْمَ رَمَضَانَ كُلَّهُ لِيَنْفَعَهُ تَقْلِيدُ الْإِمَامِ مَالِكٍ فِي يَوْمٍ نَسِيَ النِّيَّةَ فِيهِ مَثَلًا لِأَنَّهَا عِنْدَهُ تَكْفِي لِجَمِيعِ الشَّهْرِ ، وَعِنْدَنَا لِلَّيْلَةِ الْأُولَى فَقَطْ
(Keterangan niat dimalam hari) artinya pada setiap malam dibulan Ramadhan menurut kalangan Kami (Syafi’iyyah) seperti pendapat kalangan Hanabilah dan Hanafiyyah hanya saja dikalangan Hanafiyyah menganggap cukup bila niatnya dikerjakan pada siang hari. Sebab setiap hari pada bulan Ramadhan adalah ibadah tersendiri karenanya diwajibkan membayar banyak kaffaarat (denda pelanggaran) sebab berkali-kalinya senggama di siang hari disetiap hari-hari ramadhan namun disunahkan dimalam pertama pada bulan ramadhan niat berpuasa sebulan penuh untuk mengambil kemanfaatan bertaqlid pada pendapat Imam Malik yang menganggap niat tersebut mencukupi bila lupa niat pada malam-malam berikutnya disemua malam ramadhan dan bagi kami (Syafi’iyyah) niat yang demikian hanya mencukupi pada malam pertama saja (Hasyiyah al-Qolyuby V/365).

Tanya: Sebenarnya yang bener tu Romadlona apa Romadloni dalam niat puasa? 
Jawab: نويت صوم غد عن اداء فرض رمضان هذه السنة لله تعالى ايمانا و احتسابا باضافة رمضان الى ما بعده لتتميزعن اضدادها و يغنى عن ذكر الاداء ان يقول عن هذا الرمضان و احتيج لذكره مع هذه السنة و ان اتحد محترزهما اذ فرض غير هذه السنة لا يكون الا قضاء لان لفظ الاداء يطلق و يراد به الفعل كذا قاله الرملى نهاية الزين ١٨ قوله : رمضان هذه السنة ) باضافة رمضان الى اسم الاشارة لتكون الاضافة معينة لكونه رمضان هذه السنة البيجورى ١/٤٣٠
Kesimpulanya : Ni bukan na

Tanya: Apakah orang yang sudah meninggal tetap harus dibayarkan fidyahnyan atau diqadhakan, misalnya untuk sholat, puasa, dan sebagainya? 
Jawab: Sebagian Ulama menyatakan tidak wajib diqadha, Sebagian memilih di qadha, Sebagian memilih diganti setiap satu shalat dengan satu MUD
 فائدة ) من مات وعليه صلاة فلا قضاء ولا فدية وفي قول كجمع مجتهدين أنها تقضى عنه لخبر البخاري وغيره ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا وفعل به السبكي عن بعض أقاربه ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي إن خلف تركة أن يصلى عنه كالصوم وفي وجه عليه كثيرون من أصحابنا أنه يطعم عن كل صلاة مدا وقال المحب الطبري يصل للميت كل عبادة تفعل واجبة أو مندوبة
Barangsiapa meninggal dunia dan padanya terdapat kewajiban shalat maka tidak ada qadha dan bayar fidyah.Menurut segolongan para mujtahid sesungguhnya shalatnya juga diqadhai berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan lainnya karenanya segolongan imam cenderung memilih pendapat ini dan Imam Subky juga mengerjakannya untuk sebagian kerabat-kerabat beliau. Ibn Burhan menuqil dari qaul qadim wajib bagi wali bila mayit meninggalkan warisan untuk menshalati ats namanya seperti halnya puasa, sebagian ulama pengikut syafi’i memilih dengan mengganti setiap satu shalat satu mud.Syekh Muhib at-Thabry berkata “Akan sampai pada mayat setiap ibadah yang dikerjakan baik berupa ibadah wajib ataupun sunah”. (I’aanah at-Thoolibiin I/24 dari PISS KTB)
    demikian

Adv 1
Share this article :

+ comments + 2 comments

19 Januari 2016 pukul 10.23

bagaimana hukum orang yang berpuasa, tapi orang itu selalu bermaksiat kepada alloh, apakah puasa itu masih di kategorikan puasa yang sah?

17 Februari 2016 pukul 17.22

silahkan dilihat syarat sah nya puasa itu apa saja...

Komentar baru tidak diizinkan.
 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger