Bab Haji dan Umroh
-
Kumpulan tanya jawab tentang haji (Facebook PISS-KTB, LBMNU, dan lain-lain)
Tanya: Bagaimana status ibadah haji wanita yang tiba-tiba haid ketika towaf?
Jawab: Jika datang bulan sampai amal haji atau tanggal 9 maka status hajinya menjadi qiron dan sah karena pelaksanaannya dilakukan bersamaan. Namun ia wajib membayar dam karena qironnya. Jika datang bulannya melewati tanggal 9 atau waktu towaf ifadloh maka sah dengan mengikuti madzhab Hanafi yang tidak mensyaratkan towaf harus suci. (I'anah Thalibin, Al Majmu')
Tanya: Saya belum nikah, sudah punya uang cukup buat haji. Baiknya nikah dulu atau haji dulu?
Jawab: jika ada orang memiliki harta lebih untuk haji, tapi di sisi lain ia ingin menikah karena takut melakukan dosa (zina). Maka uangnya lebih baik digunakan untuk nikah dahulu saja yang penting dari haji (Kitab Raudhah)
Tanya: Jika ada seorang perempuan yang sedang menjalani iddah karena ditinggal mati suaminya. Sementara itu secara ekonomis mampu melaksanakan ibadah haji dan secara akomodatif sudah mendaftarkan diri naik haji. Apakah wanita dalam iddah boleh menunaikan ibadah haji?
Jawab: Wanita dalam masa iddah pada dasarnya bila matinya suami sebelum ihrom maka tidak boleh menunaikan ibadah haji / harus menjalani iddah dahulu, bila tetap melaksanakan haji di saat 'iddah, maka hukum hajinya sah tapi berdosa, kecuali jika ada sebab udzur syar'i seperti Kekhawatiran yang mengancam diri atau hartanya, Ada petunjuk dokter yang adil bahwa penundaan haji ke tahun depan tidak menguntungkan atau Haji tahun tersebut dinadzarkan. Selain itu didapati juga qaul yang membolehkannya haji tanpa syarat. (al Bajury, Mughni Muhtaj, Majmu' Ala Syarhil Muhadzdzab, al Majmu lil Khotib, al Muhadzdzab)
Tanya: Jika dalam haji ada badal haji, apakah dalam umroh ada badal umroh?
Jawab: Umroh sama dengan hal-nya ibadah Haji, boleh orang lain mengerjakannya (Badal Umroh). Menurut imam Syafi’i Badal umroh (Menggantikan ibadah umroh) boleh apabila orang yang badalin itu sudah meninggal atau sudah tua / lemah dan tidak mampu lagi untuk umroh sendiri. Diperbolehkan untuk badal Umroh. Menurut Imam Hanabilah tidak boleh badal umroh bagi orang hidup tanpa izin yang dibadalin. Baik fardhu ataupun sunnah adapaun Badal umroh untuk orang meninggal boleh miskipun tanpa izin.(al Mughni Ibnu Qudamah)
Tanya: Ketika tengah-tengah thowaf buang air besar, kentut, pipis, dan sebagainya. Apakah thowafnya diulang lagi atau tetap meneruskan hitungannya?
Jawab: Jika di tengah-tengah thowaf mendapat hadats kecil semisal buang air dan angin, maka tinggal berwudhu lagi kemudian meneruskan (hitungan) thowafnya. (al Majmu', Mughni Muhtaj)
Tanya: Apakah orang yang meninggal ketika sa'i wajib membayar dam/ denda haji?
Jawab: Tidak wajib, karena jika meninggal ketika sedang melaksanakan ibadah haji maka menurut qoul jadid ibadah (haji) yang telah dilakukan menjadi batal kecuali pahalanya, dan wajib menghajikannya dengan harta tinggalan mayit jika masih tetap dalam tanggungannya. Menurut qoul qodim boleh melanjutkan ibadah yang belum diselesaikannya. (Roudhoh dan Al Majmu,)
Tanya: Bagaimana caranya tahallul bagi orang botak?
Jawab: Bagi yang tidak punya rambut atau botak maka disunnahkan menggerakkan / menjalankan alat pencukur pada kepalanya, dan ini tidaklah wajib menurut syafi'iyah, sedangkan menurut hanafiyah hukumnya wajib. Dan menurut maliki dan hambali sama dengan syafi'iyah yaitu sunnah. (Muhadzdzab, Majmu' Syarah Muhadzdzab)
Tanya: Sah kah hajinya TKI yang bekerja di Arab Saudi?
Jawab: Haji TKI tersebut hukumnya sah bila memenuhi syarat dan rukunnya dan tidak wajib mengulangi hajinya karena haji tersebut sudah menggugurkan kewajiban. Akan tetapi haji tersebut dihukumi haram bila khawatir timbul bahaya seperti akan dipenjara ketika tertangkap sebab dianggap illegal misalnya (al Bujairomi alal Khotib, Al Bajury)
Tanya: Menggunakan pakaian ihrom selain warna putih itu boleh tidak ?
Jawab: Imam Nawawi dalam kitab Roudhoh menyatakan : Disunnahkan memakai izar (sarung, pakaian bagian bawah) dan rida' (selendang, pakaian bagian atas) berwarna putih dan baru atau yang telah dicuci ketika ihram dan Makruh menggunakan yang diwenter / berwarna (selain putih). Sedangkan dalam kitab Mawahibul jalil fikh Maliki tidak apa apa menggunakan yang diwarnai dengan minyak asalkan bukan minyak misik atau minyak ambar. Ketika ihrom boleh memakai pakaian yang selain warna putih, tapi yang sunah adalah memakai pakaian yang berwarna putih (Subulus Salam).
Tanya: Benarkah orang yang pulang haji doanya maqbul/ diijabah?
Jawab: Orang yang baru datang dari haji do'anya maqbul / diijabah. Mengenai batasan waktu diijabah do'a orang yang baru datang haji ada perbedaan pendapat di antara ulama' sebagian mengatakan hal tersebut berlaku mulai masuk Mekkah sampai pulang pada keluarganya, sebagian lagi berpendapat sebelum dia masuk rumahnya. Ada yang berpendapat sampai 40 hari dari berpulang haji. Sebagian yang lain mengatakan sampai tanggal 20 Rabi'ul Awal (Hasyiyah Jamal, Bughyatul Mustarsyidin)
Tanya: Sah kah badal haji untuk dua orang, yang digantikan/ dilakukan oleh hanya seorang saja?
Jawab: Badal haji untuk dua orang atau lebih sekaligus hukumnya tidak sah untuk kedua-duanya dan haji tersebut menjadi haji sunah bagi pelakunya, karena niat haji (ihram) untuk dua orang sekaligus baik untuk dirinya dan orang lain atau sama-sama orang lain hukum tidak boleh / tidak sah. (Al Majmu')
Tanya: Bagaimana hukum haji dengan uang haram/ syubhat?
Jawab: Menurut madzhab Imam Syafi'i, Malik, Hanaf dan Jumhur Ulama Salaf maupun Kholaf Hukum haji dengan harta syubhat, ghosoban atau harta haram hajinya SAH namun secara dzohirnya saja dan wajib hajinya gugur namun hajinya tidak mabrur dan tidak diterima Alloh SWT (haji mardud / tidak diterima Alloh). Namun menurut Imam Ahmad bin Hanbal Hajinya tidak mencukupi yang artinya haji dengan harta haram tidak sah. Apabila ada orang naik haji dengan harta haram atau dengan naik kendaraan hasil ghosob maka ia berdosa dan hajinya tetap sah menurut syafiiyyah dan pendapat ini juga didukung imam abu hanifah, imam malik, imam al-abdari dan rata-rata ulama' ahli fiqih tapi menurut imam ahmad hajinya belum mencukupi (Mughni al Muhtaj, Raudlatut Thalibin, Tuhfatul Muhtaj, Majmu' Syarh Muhadzdzab)
Tanya: Sehubungan dengan peluasan masjidil haram ada beberapa fasilitas tambahan seperti jembatan yang mengelilingi ka'bah, bagaimana hukum thawaf di atas jembatan tersebut ?
Jawab: Thawaf yang dilakukan di atas jembatan tersebut tetap sah asalkan jembatan tersebut ada di area masjid (Al Fiqhu 'alal Madzahib Arba'ah)
Tanya: Bolehkah membayar denda haji/ dam di Indonesia?
Jawab: Klik pada tautan berikut ini "Bolehkah Membayar Dam (Denda Haji) di Indonesia"
Tanya: Bolehkah mengadzani orang yang akan berangkat ibadah haji?
Jawab: Klik pada tautan berikut ini "Adzan Saat Akan Berangkat Haji"
Tanya: Bolehkah menghajikan orang yang sudah meninggal?
Jawab: Klik pada tautan berikut ini "Puasa, Sholat, dan Haji Untuk Orang Yang Sudah Meninggal"
Tanya: Bagaimana pandangan terhadap keutamaan penggunaan dana haji (ghairu wajib) dibandingkan dengan untuk membiayai amaliyah yang bersifat sosial kemasyarakatan?
Jawab: Klik pada tautan berikut "Mengalihkan Dana Haji Untuk Kepentingan Sosial"
Tanya: Bagaimana hukum menyelenggarakan selamatan haji pada waktu akan berangkat naik haji?
Jawab:Klik pada tautan berikut "Menengok Orang Yang Akan Berangkat Haji (Selametan Haji)"
Tanya: Bagaimana hukum melaksanakan sholat arba'in di masjid Nabawi? Adakah Landasan hukumnya?
Jawab: Klik pada tautan berikut "Shalat Arba'in di Masjid Nabawi"
Tanya: Apa saja hewan yang dapat digunakan sebagai sembelihan membayar dam/ denda haji?
Jawab: Kambing domba yang telah berumur 1 tahun, Kambing kacang yang telah berumur 2 tahun, Unta yang telah berumur 5 tahun, dan Sapi yang telah berumur 2 tahun (al Bajury)
Tanya: Bagaimana hukum haji dari hadiah hasil undian?
Jawab: Adapun masalah Ha’ (masalah undian) maka hukumnya adalah:
(1) Apabila undian itu didasarkan pada untung rugi, maka hukumnya adalah haram, karena undian tersebut termasuk qimar (judi)
(2) Apabila undian itu tidak didasarkan pada untung atau rugi, tetapi menjamin hadiah yang tidak ditentukan seperti yang berlaku diantara kita sekarang ini, yaitu bahwa pembeli yang membeli sesuatu dengan harga yang sepadan, kemudian dia menerima surat undian yang telah dijanjikan yang didalam surat itu tertulis hadiah yang tidak ditentukan, tetapi hanya menurut hasil undiannya. Atau apa yang berlaku diantara kita, misalnya orang yang memberikan sokongan untuk membangun sebuah bangunan-bangunan untuk kebaikan, seperti bangunan madrasah, atau pondok pesantren atau masjid atau lainnya, orang tersebut menerima surat undian seperti tersebut. Kemudian setelah diundi, maka siapa saja yang surat undiannya cocok dengan sebagian dari hadiah-hadiah yang telah ditentukan, maka dialah yang berhak menerima hadiah. Undian seperti ini tidaklah haram, karena tidak termasuk qimar (judi). Hadiah yang disediakan tersebut disyaratkan tidak diambilkan dari sebagian uang sokongan”. (Bahtsul Masaail Pondok Pesantren Nurul Hudaa tahun 1997]
Tanya: Ada seorang anak dilarang naik haji oleh orang tua, sedangkan si anak tersebut sudah berkewajiban haji. Apakah boleh ia tidak menuruti orang tuanya dalam hal ini?
Jawab: Boleh, Si anak yang dilarang naik haji oleh orang tua, sedangkan si anak sudah berkewajiban haji, untuk tidak menuruti larangan orang tuanya itu, karena dia tetap wajib berangkat haji. Berkata al-Auzaa’i “Tidak ada ketaatan pada kedua orang tua dalam perintah meninggalkan aneka kewajiban, perkumpulan islami, haji, dan berperang (jihad) karena kesemuanya adalah ibadah yang menjadi keharusan baginya. Maka, tidak menjadi bahan pertimbangan izin kedua orang tua sebagaimana shalat”. (Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah).
Tanya: Bagaimana hukum sa'i di eskalator tanpa melakukan jalan kaki/ lari-lari kecil?
Jawab: Hukum pelaksanaan sa’i melalui eskalator tanpa berjalan kaki terjadi khilaf: Menurut Abu Tsaur dan Imam Abu Hanifah, tidak diperbolehkan. Sedang menurut Imam Mujahid, diperbolehkan kalau memang ada hal-hal yang mendesak (dlarurat). Dan menurut kalangan Syafi’iyah, mutlak diperbolehkan. Hanya saja bila tidak ada udzur, hal tersebut menyalahi keutamaan (khilaf al-Aula). Seseorang yang melakukan sa’i dengan melalui eskalator masih tetap disunahkan lari-lari kecil.
Tanya: Sah kah haji seorang wanita yang mengalami haid saat menunaikan ibadah haji?
Jawab: Menurut Madzhab Syafi'i maka ia harus menunggu masa sucinya kembali untuk menjalankan ibadah thowafnya dan menetap ditanah haram, kalau tidak memungkinkan baginya menetap disana kewajiban thawafnya masih ada padanya dan tidak bisa gugur. Menurut Madzhab selain Syafi'i, suci saat thawaf tidak menjadi persyaratan saat thawaf, hanya sebagai kewajiban yang bila ditinggalkan dia wajib membayar dam (denda) dan bahkan ada yang berpendapat hanya sunah membayarnya. (Hasyiyah al Jamal, Al Mughni, al Fiqih al Islam)
Tanya: Bolehkah wanita berangkat haji tanpa didampingi suaminya?
Jawab: Tidak boleh menjadikan lelaki lain menjadi mahram haji bagi seorang perempuan. Ikatan mahram hanya bisa disebabkan oleh hubungan nasab, radla’ atau mushaharah, sehingga :
1.Apabila seseorang perempuan tidak mempunyai mahram, maka wajib haji bersama dengan suaminya atau sekelompok wanita yang adil dengan syarat aman dari fitnah.
2.Jika perempuan tersebut tidak mendapatkannya, maka untuk haji fardlu, dia boleh bersamaan dengan seorang perempuan lain yang adil atau seorang lelaki yang tidak punya alat kelamin dan tidak punya shahwat atau sendirian jika dia yakin aman dari fitnah. (Ianat Thalibin dan Bujairimi ala al Khatib)
Tanya: bagaimana hukumnya memanggil dengan sebutan "Pak Haji" atau "Bu Hajjah" kepada orang yang belum haji?
Jawab: Memanggil “pak haji” atau "bu Hajjah" dengan tujuan ta’dhim (memuliakan) sementara yang bersangkutan belum melaksanakan ibadah haji hukumnya haram. (Hasyiyah Jamal)
Tanya: Bagaimana hukumnya menunaikan haji dengan uang pinjaman?
Jawab: Orang yang tidak mampu maka tidak wajib haji akan tetapi jika ia melaksanakannya maka hajinya sah/ mencukupi (Hasyiyah Asy Sarqowy).
Tanya: Bagaimana hukum melempar jumroh menggunakan batu mustakmal (batu bekas melempar jumroh dari jamaah sebelumnya)?
Jawab: Boleh. Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu’ “Kenapa diperbolehkan melempar dengan batu yang telah terlempar dan hal demikian tidak diperbolehkan dalam masalah wudhu dengan menggunakan air yang telah dibuat wudhu? Al-Qadhi Abu Thayyib dan lainnya berargumen “Sesungguhnya wudhu telah merusakkan air sebagaimana hamba sahaya yang telah dibebaskan sebagai penebus kaffaarat tidak dapat digunakan sebagai penebus kembali, sedangkan batu pelemparan jumrah ibarat pakaian sebagai penutup aurat yang diperbolehkan untuk digunakan shalat berulang-ulang". (Mughni al-Muhtaaj)
Tanya: Bagaimana hukum hajinya orang yang sudah mendaftar haji, tetapi meninggal sebelum berangkat atau meninggal saat perjalanan ke tanah suci?
Jawab: Seseorang yang naik haji kemudian meninggal sebelum melaksanakannya atau meninggal saat perjalanan, maka sudah gugur kewajibannya (Al-Majaalisu As-Saniyyah" Fil Kalaami 'Ala Ar-Ba'iina An-Nawawiyyah)
Tanya: Jika sekarang ini seseorang hanya mampu membayar ongkos umroh, sementara haji menunggu antrian yang lama sekali, apakah dia berkewajiban melaksanakan umroh sekarang (tidak perlu menunggu hingga mampu berhaji dengan BPIH)?
Jawab: orang tersebut berkewajiban melakukan umrohtetapi tidak harus sekarang karena kewajiban umroh tersebut bersifat tarakhi (boleh ditunda) dengan syarat ada azm (niat kuat) untuk melakukannya di waktu yang akan datang kecuali jika dinadzari, takut lumpuh, atau uang nya takut habis. Jika demikian, ia wajib umroh sekarang (LBM NU Kudus)
Tanya: Jika seseorang mampu membayar ongkos haji, tetapi ia malah gunakan untuk umroh sehingga berakibat tidak bisa haji, apakah masih ada tanggungan kewajiban haji?
Jawab: Tindakannya mendaftar umroh waktu itu adalah benar, karena dia sudah punya kewajiban umroh disamping seandainya mendaftar hajipun tidak bisa langsungberangkat mengingat antrian yang sangat panjang, dan oleh karenanya ia tidak mempunyai tanggungan haji (LBM NU Kudus)
Tanya: Orang yang sudah membayar ONH kemudian meninggal sebelum berangkat haji, apakah uangnya digunakan untukmenghajikan atau dikembalikan ke ahli waris?
Jawab: Uang ONH tersebut dikembalikan ke ahli waris dan menjadi milik ahli waris, kecuali jika almarhum pada tahun sebelumnya sudah tamakkun (memiliki kesempatan berhaji) namun sengaja menundanya. Jika demikian, maka harta warisannya harus digunakan terlebih dahulu untuk badal haji (LBM NU Kudus)
Tanya: Bagaimana hukum baca Talbiyah di selain ihrom?
Jawab: Jika datang bulan sampai amal haji atau tanggal 9 maka status hajinya menjadi qiron dan sah karena pelaksanaannya dilakukan bersamaan. Namun ia wajib membayar dam karena qironnya. Jika datang bulannya melewati tanggal 9 atau waktu towaf ifadloh maka sah dengan mengikuti madzhab Hanafi yang tidak mensyaratkan towaf harus suci. (I'anah Thalibin, Al Majmu')
Tanya: Saya belum nikah, sudah punya uang cukup buat haji. Baiknya nikah dulu atau haji dulu?
Jawab: jika ada orang memiliki harta lebih untuk haji, tapi di sisi lain ia ingin menikah karena takut melakukan dosa (zina). Maka uangnya lebih baik digunakan untuk nikah dahulu saja yang penting dari haji (Kitab Raudhah)
Tanya: Jika ada seorang perempuan yang sedang menjalani iddah karena ditinggal mati suaminya. Sementara itu secara ekonomis mampu melaksanakan ibadah haji dan secara akomodatif sudah mendaftarkan diri naik haji. Apakah wanita dalam iddah boleh menunaikan ibadah haji?
Jawab: Wanita dalam masa iddah pada dasarnya bila matinya suami sebelum ihrom maka tidak boleh menunaikan ibadah haji / harus menjalani iddah dahulu, bila tetap melaksanakan haji di saat 'iddah, maka hukum hajinya sah tapi berdosa, kecuali jika ada sebab udzur syar'i seperti Kekhawatiran yang mengancam diri atau hartanya, Ada petunjuk dokter yang adil bahwa penundaan haji ke tahun depan tidak menguntungkan atau Haji tahun tersebut dinadzarkan. Selain itu didapati juga qaul yang membolehkannya haji tanpa syarat. (al Bajury, Mughni Muhtaj, Majmu' Ala Syarhil Muhadzdzab, al Majmu lil Khotib, al Muhadzdzab)
Tanya: Jika dalam haji ada badal haji, apakah dalam umroh ada badal umroh?
Jawab: Umroh sama dengan hal-nya ibadah Haji, boleh orang lain mengerjakannya (Badal Umroh). Menurut imam Syafi’i Badal umroh (Menggantikan ibadah umroh) boleh apabila orang yang badalin itu sudah meninggal atau sudah tua / lemah dan tidak mampu lagi untuk umroh sendiri. Diperbolehkan untuk badal Umroh. Menurut Imam Hanabilah tidak boleh badal umroh bagi orang hidup tanpa izin yang dibadalin. Baik fardhu ataupun sunnah adapaun Badal umroh untuk orang meninggal boleh miskipun tanpa izin.(al Mughni Ibnu Qudamah)
Tanya: Ketika tengah-tengah thowaf buang air besar, kentut, pipis, dan sebagainya. Apakah thowafnya diulang lagi atau tetap meneruskan hitungannya?
Jawab: Jika di tengah-tengah thowaf mendapat hadats kecil semisal buang air dan angin, maka tinggal berwudhu lagi kemudian meneruskan (hitungan) thowafnya. (al Majmu', Mughni Muhtaj)
Tanya: Apakah orang yang meninggal ketika sa'i wajib membayar dam/ denda haji?
Jawab: Tidak wajib, karena jika meninggal ketika sedang melaksanakan ibadah haji maka menurut qoul jadid ibadah (haji) yang telah dilakukan menjadi batal kecuali pahalanya, dan wajib menghajikannya dengan harta tinggalan mayit jika masih tetap dalam tanggungannya. Menurut qoul qodim boleh melanjutkan ibadah yang belum diselesaikannya. (Roudhoh dan Al Majmu,)
Tanya: Bagaimana caranya tahallul bagi orang botak?
Jawab: Bagi yang tidak punya rambut atau botak maka disunnahkan menggerakkan / menjalankan alat pencukur pada kepalanya, dan ini tidaklah wajib menurut syafi'iyah, sedangkan menurut hanafiyah hukumnya wajib. Dan menurut maliki dan hambali sama dengan syafi'iyah yaitu sunnah. (Muhadzdzab, Majmu' Syarah Muhadzdzab)
Tanya: Sah kah hajinya TKI yang bekerja di Arab Saudi?
Jawab: Haji TKI tersebut hukumnya sah bila memenuhi syarat dan rukunnya dan tidak wajib mengulangi hajinya karena haji tersebut sudah menggugurkan kewajiban. Akan tetapi haji tersebut dihukumi haram bila khawatir timbul bahaya seperti akan dipenjara ketika tertangkap sebab dianggap illegal misalnya (al Bujairomi alal Khotib, Al Bajury)
Tanya: Menggunakan pakaian ihrom selain warna putih itu boleh tidak ?
Jawab: Imam Nawawi dalam kitab Roudhoh menyatakan : Disunnahkan memakai izar (sarung, pakaian bagian bawah) dan rida' (selendang, pakaian bagian atas) berwarna putih dan baru atau yang telah dicuci ketika ihram dan Makruh menggunakan yang diwenter / berwarna (selain putih). Sedangkan dalam kitab Mawahibul jalil fikh Maliki tidak apa apa menggunakan yang diwarnai dengan minyak asalkan bukan minyak misik atau minyak ambar. Ketika ihrom boleh memakai pakaian yang selain warna putih, tapi yang sunah adalah memakai pakaian yang berwarna putih (Subulus Salam).
Tanya: Benarkah orang yang pulang haji doanya maqbul/ diijabah?
Jawab: Orang yang baru datang dari haji do'anya maqbul / diijabah. Mengenai batasan waktu diijabah do'a orang yang baru datang haji ada perbedaan pendapat di antara ulama' sebagian mengatakan hal tersebut berlaku mulai masuk Mekkah sampai pulang pada keluarganya, sebagian lagi berpendapat sebelum dia masuk rumahnya. Ada yang berpendapat sampai 40 hari dari berpulang haji. Sebagian yang lain mengatakan sampai tanggal 20 Rabi'ul Awal (Hasyiyah Jamal, Bughyatul Mustarsyidin)
Tanya: Sah kah badal haji untuk dua orang, yang digantikan/ dilakukan oleh hanya seorang saja?
Jawab: Badal haji untuk dua orang atau lebih sekaligus hukumnya tidak sah untuk kedua-duanya dan haji tersebut menjadi haji sunah bagi pelakunya, karena niat haji (ihram) untuk dua orang sekaligus baik untuk dirinya dan orang lain atau sama-sama orang lain hukum tidak boleh / tidak sah. (Al Majmu')
Tanya: Bagaimana hukum haji dengan uang haram/ syubhat?
Jawab: Menurut madzhab Imam Syafi'i, Malik, Hanaf dan Jumhur Ulama Salaf maupun Kholaf Hukum haji dengan harta syubhat, ghosoban atau harta haram hajinya SAH namun secara dzohirnya saja dan wajib hajinya gugur namun hajinya tidak mabrur dan tidak diterima Alloh SWT (haji mardud / tidak diterima Alloh). Namun menurut Imam Ahmad bin Hanbal Hajinya tidak mencukupi yang artinya haji dengan harta haram tidak sah. Apabila ada orang naik haji dengan harta haram atau dengan naik kendaraan hasil ghosob maka ia berdosa dan hajinya tetap sah menurut syafiiyyah dan pendapat ini juga didukung imam abu hanifah, imam malik, imam al-abdari dan rata-rata ulama' ahli fiqih tapi menurut imam ahmad hajinya belum mencukupi (Mughni al Muhtaj, Raudlatut Thalibin, Tuhfatul Muhtaj, Majmu' Syarh Muhadzdzab)
Tanya: Sehubungan dengan peluasan masjidil haram ada beberapa fasilitas tambahan seperti jembatan yang mengelilingi ka'bah, bagaimana hukum thawaf di atas jembatan tersebut ?
Jawab: Thawaf yang dilakukan di atas jembatan tersebut tetap sah asalkan jembatan tersebut ada di area masjid (Al Fiqhu 'alal Madzahib Arba'ah)
Tanya: Bolehkah membayar denda haji/ dam di Indonesia?
Jawab: Klik pada tautan berikut ini "Bolehkah Membayar Dam (Denda Haji) di Indonesia"
Tanya: Bolehkah mengadzani orang yang akan berangkat ibadah haji?
Jawab: Klik pada tautan berikut ini "Adzan Saat Akan Berangkat Haji"
Tanya: Bolehkah menghajikan orang yang sudah meninggal?
Jawab: Klik pada tautan berikut ini "Puasa, Sholat, dan Haji Untuk Orang Yang Sudah Meninggal"
Tanya: Bagaimana pandangan terhadap keutamaan penggunaan dana haji (ghairu wajib) dibandingkan dengan untuk membiayai amaliyah yang bersifat sosial kemasyarakatan?
Jawab: Klik pada tautan berikut "Mengalihkan Dana Haji Untuk Kepentingan Sosial"
Tanya: Bagaimana hukum menyelenggarakan selamatan haji pada waktu akan berangkat naik haji?
Jawab:Klik pada tautan berikut "Menengok Orang Yang Akan Berangkat Haji (Selametan Haji)"
Tanya: Bagaimana hukum melaksanakan sholat arba'in di masjid Nabawi? Adakah Landasan hukumnya?
Jawab: Klik pada tautan berikut "Shalat Arba'in di Masjid Nabawi"
Tanya: Apa saja hewan yang dapat digunakan sebagai sembelihan membayar dam/ denda haji?
Jawab: Kambing domba yang telah berumur 1 tahun, Kambing kacang yang telah berumur 2 tahun, Unta yang telah berumur 5 tahun, dan Sapi yang telah berumur 2 tahun (al Bajury)
Tanya: Bagaimana hukum haji dari hadiah hasil undian?
Jawab: Adapun masalah Ha’ (masalah undian) maka hukumnya adalah:
(1) Apabila undian itu didasarkan pada untung rugi, maka hukumnya adalah haram, karena undian tersebut termasuk qimar (judi)
(2) Apabila undian itu tidak didasarkan pada untung atau rugi, tetapi menjamin hadiah yang tidak ditentukan seperti yang berlaku diantara kita sekarang ini, yaitu bahwa pembeli yang membeli sesuatu dengan harga yang sepadan, kemudian dia menerima surat undian yang telah dijanjikan yang didalam surat itu tertulis hadiah yang tidak ditentukan, tetapi hanya menurut hasil undiannya. Atau apa yang berlaku diantara kita, misalnya orang yang memberikan sokongan untuk membangun sebuah bangunan-bangunan untuk kebaikan, seperti bangunan madrasah, atau pondok pesantren atau masjid atau lainnya, orang tersebut menerima surat undian seperti tersebut. Kemudian setelah diundi, maka siapa saja yang surat undiannya cocok dengan sebagian dari hadiah-hadiah yang telah ditentukan, maka dialah yang berhak menerima hadiah. Undian seperti ini tidaklah haram, karena tidak termasuk qimar (judi). Hadiah yang disediakan tersebut disyaratkan tidak diambilkan dari sebagian uang sokongan”. (Bahtsul Masaail Pondok Pesantren Nurul Hudaa tahun 1997]
Tanya: Ada seorang anak dilarang naik haji oleh orang tua, sedangkan si anak tersebut sudah berkewajiban haji. Apakah boleh ia tidak menuruti orang tuanya dalam hal ini?
Jawab: Boleh, Si anak yang dilarang naik haji oleh orang tua, sedangkan si anak sudah berkewajiban haji, untuk tidak menuruti larangan orang tuanya itu, karena dia tetap wajib berangkat haji. Berkata al-Auzaa’i “Tidak ada ketaatan pada kedua orang tua dalam perintah meninggalkan aneka kewajiban, perkumpulan islami, haji, dan berperang (jihad) karena kesemuanya adalah ibadah yang menjadi keharusan baginya. Maka, tidak menjadi bahan pertimbangan izin kedua orang tua sebagaimana shalat”. (Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah).
Tanya: Bagaimana hukum sa'i di eskalator tanpa melakukan jalan kaki/ lari-lari kecil?
Jawab: Hukum pelaksanaan sa’i melalui eskalator tanpa berjalan kaki terjadi khilaf: Menurut Abu Tsaur dan Imam Abu Hanifah, tidak diperbolehkan. Sedang menurut Imam Mujahid, diperbolehkan kalau memang ada hal-hal yang mendesak (dlarurat). Dan menurut kalangan Syafi’iyah, mutlak diperbolehkan. Hanya saja bila tidak ada udzur, hal tersebut menyalahi keutamaan (khilaf al-Aula). Seseorang yang melakukan sa’i dengan melalui eskalator masih tetap disunahkan lari-lari kecil.
Tanya: Sah kah haji seorang wanita yang mengalami haid saat menunaikan ibadah haji?
Jawab: Menurut Madzhab Syafi'i maka ia harus menunggu masa sucinya kembali untuk menjalankan ibadah thowafnya dan menetap ditanah haram, kalau tidak memungkinkan baginya menetap disana kewajiban thawafnya masih ada padanya dan tidak bisa gugur. Menurut Madzhab selain Syafi'i, suci saat thawaf tidak menjadi persyaratan saat thawaf, hanya sebagai kewajiban yang bila ditinggalkan dia wajib membayar dam (denda) dan bahkan ada yang berpendapat hanya sunah membayarnya. (Hasyiyah al Jamal, Al Mughni, al Fiqih al Islam)
Tanya: Bolehkah wanita berangkat haji tanpa didampingi suaminya?
Jawab: Tidak boleh menjadikan lelaki lain menjadi mahram haji bagi seorang perempuan. Ikatan mahram hanya bisa disebabkan oleh hubungan nasab, radla’ atau mushaharah, sehingga :
1.Apabila seseorang perempuan tidak mempunyai mahram, maka wajib haji bersama dengan suaminya atau sekelompok wanita yang adil dengan syarat aman dari fitnah.
2.Jika perempuan tersebut tidak mendapatkannya, maka untuk haji fardlu, dia boleh bersamaan dengan seorang perempuan lain yang adil atau seorang lelaki yang tidak punya alat kelamin dan tidak punya shahwat atau sendirian jika dia yakin aman dari fitnah. (Ianat Thalibin dan Bujairimi ala al Khatib)
Tanya: bagaimana hukumnya memanggil dengan sebutan "Pak Haji" atau "Bu Hajjah" kepada orang yang belum haji?
Jawab: Memanggil “pak haji” atau "bu Hajjah" dengan tujuan ta’dhim (memuliakan) sementara yang bersangkutan belum melaksanakan ibadah haji hukumnya haram. (Hasyiyah Jamal)
Tanya: Bagaimana hukumnya menunaikan haji dengan uang pinjaman?
Jawab: Orang yang tidak mampu maka tidak wajib haji akan tetapi jika ia melaksanakannya maka hajinya sah/ mencukupi (Hasyiyah Asy Sarqowy).
Tanya: Bagaimana hukum melempar jumroh menggunakan batu mustakmal (batu bekas melempar jumroh dari jamaah sebelumnya)?
Jawab: Boleh. Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu’ “Kenapa diperbolehkan melempar dengan batu yang telah terlempar dan hal demikian tidak diperbolehkan dalam masalah wudhu dengan menggunakan air yang telah dibuat wudhu? Al-Qadhi Abu Thayyib dan lainnya berargumen “Sesungguhnya wudhu telah merusakkan air sebagaimana hamba sahaya yang telah dibebaskan sebagai penebus kaffaarat tidak dapat digunakan sebagai penebus kembali, sedangkan batu pelemparan jumrah ibarat pakaian sebagai penutup aurat yang diperbolehkan untuk digunakan shalat berulang-ulang". (Mughni al-Muhtaaj)
Tanya: Bagaimana hukum hajinya orang yang sudah mendaftar haji, tetapi meninggal sebelum berangkat atau meninggal saat perjalanan ke tanah suci?
Jawab: Seseorang yang naik haji kemudian meninggal sebelum melaksanakannya atau meninggal saat perjalanan, maka sudah gugur kewajibannya (Al-Majaalisu As-Saniyyah" Fil Kalaami 'Ala Ar-Ba'iina An-Nawawiyyah)
Tanya: Jika sekarang ini seseorang hanya mampu membayar ongkos umroh, sementara haji menunggu antrian yang lama sekali, apakah dia berkewajiban melaksanakan umroh sekarang (tidak perlu menunggu hingga mampu berhaji dengan BPIH)?
Jawab: orang tersebut berkewajiban melakukan umrohtetapi tidak harus sekarang karena kewajiban umroh tersebut bersifat tarakhi (boleh ditunda) dengan syarat ada azm (niat kuat) untuk melakukannya di waktu yang akan datang kecuali jika dinadzari, takut lumpuh, atau uang nya takut habis. Jika demikian, ia wajib umroh sekarang (LBM NU Kudus)
Tanya: Jika seseorang mampu membayar ongkos haji, tetapi ia malah gunakan untuk umroh sehingga berakibat tidak bisa haji, apakah masih ada tanggungan kewajiban haji?
Jawab: Tindakannya mendaftar umroh waktu itu adalah benar, karena dia sudah punya kewajiban umroh disamping seandainya mendaftar hajipun tidak bisa langsungberangkat mengingat antrian yang sangat panjang, dan oleh karenanya ia tidak mempunyai tanggungan haji (LBM NU Kudus)
Tanya: Orang yang sudah membayar ONH kemudian meninggal sebelum berangkat haji, apakah uangnya digunakan untukmenghajikan atau dikembalikan ke ahli waris?
Jawab: Uang ONH tersebut dikembalikan ke ahli waris dan menjadi milik ahli waris, kecuali jika almarhum pada tahun sebelumnya sudah tamakkun (memiliki kesempatan berhaji) namun sengaja menundanya. Jika demikian, maka harta warisannya harus digunakan terlebih dahulu untuk badal haji (LBM NU Kudus)
Tanya: Bagaimana hukum baca Talbiyah di selain ihrom?
Jawab: Dalam kitab al Umm juz II halaman 169, cetakan Daar Al Fikr, Beirut , 2/155 maktabah syamilah
وروى أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بن مَسْعُودٍ لقى رَكْبًا بِالسَّاحِلِ مُحْرِمِينَ فَلَبَّوْا فَلَبَّى بن مَسْعُودٍ وهو دَاخِلٌ إلَى الْكُوفَةِ وَالتَّلْبِيَةُ ذِكْرٌ من ذِكْرِ اللَّهِ عز وجل لَا يَضِيقُ على أَحَدٍ أَنْ يَقُولَ
diriwayatkan bahwasanya Abdullah bin Mas'ud bertemu kafilah di tepi pantai dalam keadaan mereka ihram. Maka mereka bertalbiyah, dan Ibnu Mas'udpun bertalbiyah.
Talbiyah adalah sebuah dzikir dari dzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla, tidak membatasi seseorang untuk mengucapkannya.
Tanya: Boleh engga yah kita melaksanakan ibadah haji memakai uang pinjaman (dari bank misalnya)?
Jawab: Hasyiyah assarqowi juz 1 hal 460 menyatakan:
فمن لم يكن مسبطيع فمن لم يجب عليه الحج لكن إذافعله أجزأه
Orang yang tidak mampu maka tidak wajib haji akan tetapi jika ia melaksanakannya maka hajinya sah.
Dalam Nihayah almuhtaj juz 3 hal 233 juga dijelaskan:
فيجزئ الحج الفقيروكل عاجزحيث اجتمع فيه الحرية والتكليف كمالوتكلف المريض حضورالجمعة
Maka hukumnya mencukupi (ijza) haji orang faqir dan setiap orang yg tidak mampu selama dalam dirinya terkumpul sifat merdeka dan mukallaf seperti bila orang sakit memaksakan diri shalat jum'at.
Tanya: apa Hukumnya memanggil seseorang dengan sebutan "Pak/ Bu Haji" sedangkan orangg yang di panggil belum berhaji?
Jawab: Memanggil “pak haji” dengan tujuan ta’dhim (memuliakan) sementara yang
bersangkutan belum melaksanakan ibadah haji hukumnya harom.
وقع السؤال مما يقع كثيرا فى مخاطبة الناس بعضهم مع بعض من قولهم لمن لم يحج يا
حاج فلان تعظيم...ا له هل هو حرام ام لا والجواب عنه ان الظاهر الحرمة لانه كذب
الى ان قال نعم ان اراد بيا حاج فلان المعنى اللغوى وقصد به معنى صحيحا كان اراد
بيا حاج يا قاصد التوجه الى كذا كالجماعة او غيرها فلا حرمة اهـ ع ش .
(حاشية الجمل ص372جز2
Tanya: Bolehkah membayar Dam (denda) haji di Indonesia?
Jawab: DAM (Denda pelanggaran dalam ibadah haji) yang bersifat harta benda (menyembelih kambing atau shadaqah pada 6 fakir miskin 3 Sho'/7,50 kg) hanya boleh diberikan pada fakir miskinnya tanah haram dan tidak boleh di pindah kedaerah lain (indonesia misalnya).
Keterangan dari :
ويجوز أن يدفع لكل منهم مدا أو أكثر أو أقل إلا دم نحو الحلق فيتعين لكل واحد من ستة مساكين نصف صاع كما مر فإن عدموا من الحرم أخر الواجب المالي حتى يجدهم ولا يجوز نقله بخلاف الزكاة إذ ليس فيها نص صريح بتخصيص البلد بخلاف هذا
Bagi setiap mereka boleh diberikan satu mud, lebih banyak atau lebih sedikit kecuali DAM akibat mencukur rambut maka bagi setiap seorang dari enam miskin tersebut wajib diberikan separoh sho’ (1,25 Kg) seperti pada keterangan yang telah lewat.
Bila mereka (fakir miskin) tidak diketemukan di tanah haram maka kewajiban yang bersifat harta benda tersebut wajib diundur hingga mereka diketemukan dan tidak diperkenankan memindahkan DAM kedarah lain berbeda dengan masalah zakat karena dalam zakat tidak diketemukan dalil nash yang jelas dalam ketertentuan daerah dikeluarkannya harta benda berbeda dengan masalah DAM ini.
Al-Minhaj al-Qawiim I/625
* (فرع)
قال القاصي حسين في الفتاوي لو لم يجد في الحرم مسكينا لم يجز نقل الدم إلى موضع آخر سواء جوزنا نقل الزكاة أم لا لانه وجب لمساكين الحرم كمن نذر الصدقة على مساكين بلد فلم يجد فيه مساكين يصبر حتى يجدهم ولا يجوز نقله بخلاف الزكاة على أحد القولين لانه ليس فيها نص صريح بتخصيص البلد بها بخلاف الهدى
Cabang: Berkata alQaadhi al-Husaain dalam Kitab Fataawanya “Bila ditanah haram tidak diketemukan orang miskin tidak diperkenankan memindahkan DAM (denda pelanggaran dalam haji) ke tempat lain baik menurut pendapat ulama yang memperbolehkan memindahkan zakat atau tidak, karena DAM hanya wajib diberikan pada fakir miskinnya tanah haram seperti halnya saat seseorang bernadzar bersedekah pada faki miskinnya suatu daerah (yang telah ia tentukan) kemudian ia tidak menemukan fakir miskin didaerah tersebut maka ia wajib bersabar dan menunggu hingga menjumpai mereka.
Dan tidak boleh dipindahkan dipindah kedaerah lain berbeda dengan masalah zakat yang ada pendapat ulama yang membolehkan memindahnya karena dalam zakat tidak diketemukan dalil nash yang jelas dalam ketertentuan daerah dikeluarkannya harta benda berbeda dengan masalah DAM ini.
Al-Majmuu’ alaa Syarh al-Muhaddzab VII/500 (Ust. Masaji Antoro).
Tanya: Hewan hadyu (sembelihan denda/ dam haji) itu apa saja ? umur hewan hadyu itu berapa ? Selanjutnya dagingnya untuk apa ?
Jawab: Hewan yang bisa digunakan sebgai hadyu (Sembelihan denda / DAM haji) sama seperti yang untuk qurban : unta, sapi, wedus / kambing /domba. Sembelihannya diberikan kepada orang-orang miskin tanah Haram (Makkah).
Umur hewan yang dijadikan qurban ato aqiqoh :
Kambing domba = 1 tahun
kambing kacang = 2 tahun
Unta = 5 tahun
Sapi = 2 tahun
.وهي أى الأضحية اسم لما يذبح من النعم أى التي هي الإبل والبقر والغنم فشرط الأضحية أن تكون من النعم التي هي هذه الثلاثة__ويجزئ فيها الجذع من الضأن وهو ماله سنة وطعن في الثانية والثني من المعز وهو ما له سنتان و طعن في الثالثة والثني من الإبل ما له خمس سنين و طعن في السادسة والثني من البقر ما له سنتان و طعن في الثالثة. الباجوري ٢/٢٩٧-٢٩٥
Dalam masalah kambing ada pendapat yang mencukup umur 6 bulan untuk domba dan 1 tahun untuk kambing kacang :
.ولا يجزئ من الضأن الا الجذع وهو من الغنم ما له سنة على الأصح___و قيل ما له ستة أشهر وقيل ثمان وأما الثني من المعز فما له سنتان على الأصح___وقيل ما له سنة و دخل في الثانية. كفاية الأخيار ٢/٢٣٦
Tanya: Bolehkah seorang wanita pergi haji tidak dengan suaminya, jika suaminya telah memberi ijin?
Jawab: Tidak boleh menjadikan lelaki lain menjadi mahram haji bagi seorang perempuan. Ikatan mahram hanya bisa disebabkan oleh hubungan nasab, radla’ atau mushaharah. Apabila seseorang perempuan tidak mempunyai mahram, maka wajib haji bersama dengan suaminya atau sekelompok wanita yang adil dengan syarat aman dari fitnah. Jika perempuan tersebut tidak mendapatkannya, maka untuk haji fardlu, dia boleh bersamaan dengan seorang perempuan lain yang adil atau seorang lelaki yang tidak punya alat kelamin dan tidak punya syahwat atau sendirian jika dia yakin aman dari fitnah. Dasar Pengambilan Hukum adalah
I’anat al Thalibin II hal 282
(قوله) أن يخرج معها محرم اي بنسب او رضاع او مصاهرة ولو فاسقا
I’anat al Thalibin II hal 283
أي وجوب الحج ولو قال وشرط للاستطاعة في المرأة الخ لكان أولى قوله مع ما ذكر
أي من وجدان الزاد والراحلة وأمن الطريق وغيرها مما تقدم وقوله أن يخرج معها محرم
أي بنسب أو رضاع أو مصاهرة ولو فاسقاً لأنه مع فسقه يغار عليها من مواقع الريب
وقوله أو زوج أي ولو فاسقاً لما تقدم وألحق بهما جمع عبدها الثقة إذا كانت هي ثقة
أيضاً والأجنبي الممسوح الذي لم يبق فيه شهوة للنساء قوله أو نسوة ثقاة الخ
Bujairimi ala al Khatib II hal 371
وَخُرُوجُ نَحْوِ زَوْجِ امْرَأَةٍ كَمُحْرِمِهَا وَعَبْدِهَا أَوْ نِسْوَةٍ
ثِقَاتٍ مَعَهَا لِتَأْمَنَ عَلَى نَفْسِهَا وَلِخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ [لا
تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ يَوْمَيْنِ إلا وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ مَحْرَمٌ]
وَيَكْفِي فِي الْجَوَازِ لِفَرْضِهَا امْرَأَةٌ وَاحِدَةٌ وَسَفَرُهَا وَحْدَهَا
إنْ أَمِنَتْ
I’anat al Thalibin II hal 284
ولها أيضاً أن تخرج وحدها إذا تيقنت الأمن على نفسها كما في المغنى وعبارته
تنبيه ما جزم به المصنف من اشتراط النسوة هو شرط للوجوب أما الجواز فيجوز لها أن
تخرج لاداء حجة الاسلام مع المرأة الثقة على الصحيح في شرحي المهذب ومسلم
(Mbah jenggot PISS KTB)
Tanya: Bolehkah melontar jumrah dengan batu yang telah digunakan untuk melempar (musta'mal)?
Jawab: boleh tapi makruh
ويكره أخذ حصى الجمار من حل لعدوله عن الحرم المحترم ومن مسجد كما ذكره لأنها
فرشه ومن حش بفتح المهملة أشهر من ضمها وهو المرحاض لنجاسته وكذا من كل موضع نجس
كما نص عليه في الأم ومما رمى به لما روي أن المقبول يرفع والمردود يترك ولولا ذلك
لسد ما بين الجبلين فإن رمى بشيء من ذلك أجزأه
قال في المجموع فإن قيل لم جاز الرمي بحجر رمى به دون الوضوء بماء توضأ به قلنا
فرق القاضي أبو الطيب وغيره بأن الوضوء بالماء إتلاف له كالعتق فلا يتوضأ به مرتين
كما لا يعتق العبد عن الكفارة مرتين والحجر كالثوب في ستر العورة فإنه يجوز أن
يصلي فيه صلوات
Kemakruhan pengambilan batu saat melempar jumrah :
1. Mengambil batunya dari tanah halal karena memindahkan batunya ketanah haram
2. Diambil dari masjid karena termasuk alas dan bagian dari masjid
3. Diambil dari tempat pembuangan kotoran dan setiap tempat najis karena kenajisannya
4. Dari batu yang telah terlemparkan karena dalam sebuah riwayat “Yang diterima terangkat, yang tertolak tertinggal” dan karena bila yang demikian dilarang tentuanya kedua bukit tempat pelemparan jumrah akan tertutup batu karenanya bila melempar dengan mengambil batu darinya sudah mencukupi.
Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu’ “Kenapa diperbolehkan melempar dengan batu yang telah terlempar dan hal demikian tidak diperbolehkan dalam masalah wudhu dengan menggunakan air yang telah dibuat wudhu ?
Al-Qadhi Abu Thayyib dan lainnya berargumen “Sesungguhnya wudhu telah merusakkan air sebagaimana hamba sahaya yang telah dibebaskan sebagai penebus kaffaarat tidak dapat digunakan sebagai penebus kembali sedangkan batu pelemparan jumrah ibarat pakaian sebagai penutup aurat yang diperbolehkan untuk digunakan shalat berulang-ulang. (Mughni al-Muhtaaj I/500)
Tanya: Bagaimana hukum jamaah haji yang meninggal dalam perjalanannya?
Jawab: Sudah gugur kewajibannya
Raudloh al Thalibin III hal 33
وإذا تأخر بعد الوجوب فمات قبل حج الناس، تبين عدم الوجوب لتبين عدم الإمكان، وإن
مات بعد حج الناس، استقر الوجوب ولزم الإحجاج من تركته.
Al Mizan al Kubro 29
واتفقوا علي من لزمه الحج فلم يحج
ومات قبل التمكن من أدائه سقط عنه الفرض
- demikian