Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Jihad Tidak Selalu dengan Senjata

Jihad Tidak Selalu dengan Senjata

Jihad merupakan sebuah gerakan untuk memenuhi hajat hidup umat manusia. Dalam Islam, jihad tidak hanya selalu dimaknakan peperangan secara fisik dengan senjata, melainkan juga bisa dipahami sebagai perjuangan untuk mencapai berbagai tujuan yang beraneka ragam. Jihad dalam pemahaman yang beneka ragam itu pula, banyak manusia yang enggan untuk melaksanakannya, padahal mengandung tujuan yang baik sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 216.


Di dalam l-Qur’an, Allah menggambarkan jihad dengan kata al-qital (perang) dan juga dengan kata jihad sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 20.


“Kedua istilah jihad dan qital sama-sama memberika  dorongan kepada kita semua, betapa pentingnya jihad dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tujuan hidup manusia, baik dalam skala kelompok kecil dalam keluarga maupun dalam kelompok besar sosial. Jihad ijtima’ie adalah jihad untuk memenuhi kebutuhan orang banyak dan dilakukan secara berkelompok.

Karena itu, setiap manusia, termasuk kita umat Islam dituntut untuk dengan senang hati melakukan jihad sesuai dengan kemampuan maksimal dan untuk aneka tujuan. Jihad tentunya tidak hanya dilakukan dengan cara keluar rumah dan memanggul senjata, melainkan bisa saja dilakukan di dalam rumah untuk mencapai tujuan cita-cita erbaikan keluarga. Kaum ibu misalnya, bisa saja berjuang atau berjihad untuk menjaga kehormatan keluarga dan mendidika anak-anak di dalam rumah tangga. Begitu juga, kaum lelaki berjihad untuk mencari nafkah di luar rumah.


“Jadi banyak cara dan model untuk melakukan jihad sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam membangun kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini. Kita pergi ikut salat tarawih, i’tikaf di masjid dan melakukan berbagai ibadah di bulan ramadan juga merupakan bagian dari jihad untuk memerangi kemalasan dan keengganan. Di tengah kemajuan teknologi, kita juga dituntut untuk berjihad dengan kemampuan menolak hal-hal yang dimunginkan untuk berdampak negatif dalam kehidupan,”.


Namun begitu, banyak diantara kita yang merasa enggan untuk melakukan jihad atau perang dalam hal tertentu. Kaum ibu misalnya, enggan untuk melaksanakan tugas-tugas dalam rumah tangga karena dinilai kurang terhormat di alam modern. Padahal, banyak hal-hal yang sepintas kita enggan untuk melakukannya, padahal sesungguhnya tugas itu baik dan mulia di mata Allah SWT.


Dalam alam modern yang serba maju saat ini, kaum perempuan misalnya banyak yang berbondong-bondong keluar rumah ikut melakukan jihad bersama kaum lelaki, khususnya dalam bidang politik. Sehingga pagar pertahanan di baris belakang dalam rumah tangga sering roboh karena ditinggalkan penjaganya. Putera-puteri kita tumbuh tanpa arah dari sebuah kasih sayang, melainkan hanya dengan kecukupan materi. “Banyak yang tidak suka untuk berjihat di baris belakang ini. Padahal, tugas yang tidak disukai itu hakikatnya memberikan manfaat yang sangat besar bagi tujuan kehidupan yang sejahtera dalam rumah tangga,”.


Lihatlah contoh bagaimana seorang sahabat Rasulullah bernama  Musaibah yang dengan gigih melindungi Rasululloh dari serangan musuh. Sehingga Musaibah yang seorang perempuan itu terdapat 68 tusukan bekas panah dan senjata lainnya hanya untuk melindungi Sang Rasul. Rasul mengalami sembilan kali perang fisik, sementara sahabat Rasululloh lima peperangan. Tetapi banyak pernyataan Rasululloh bahwa jihad atau perang itu tidak harus dilakukan secara fisik dan senjata.


Dalama kondisi aman, perang dilakukan untuk mewujudkan cita-cita kebutuhan hidup. Rasululloh menggambarkan umroh dan haji adalah sebagai bentuk jihad dan perang. Karena itu, bekerja siang dan malam untuk mencari kebutuhan hidup pun merupakan bentuk jihad dan perang dalam bentuk lain.


Karena itu, kaum muslimin harus mampu menjadikan nilai ramadhan sebagai kekuatan yang bisa memengaruhi jiwa dan hati setiap muslim agar mau melakukan jihad dalam bentuk apapun demi mencapai tujuan kebaikan kehidupan dunia dan ahirat. “Jihad memang kadang menakutkan sehingga tidak disuka. Tapi, sesuatu yang tidak disuka, bisa saja akan berakibat baik. Sebaliknya, sesuatua yang sangat disuka, bisa saja akan berakibat buruk,”.


Kemajuan teknologi berupa televisi dan handphone, manusia harus mampu memilah agar tidak terjebak pada kesesatannya. Tidak semua tontonan televisi itu mengandung nilai positif. Begitu juga handphone sering menyesatkan pemakainya. “Di sinilah arti penting perjuangan atau jihad itu. Yakni bagaimana kita mampu menolak sesuatu yang negatif dari hasil kemajuan teknologi itu, walau kadang sepeintas sangat menyenangkan. Di sini pula pelajaran ramadhan untuk mampu menahan hawa nafsu demi kebahagiaan dunia akhirat.





Prof. Dr. Hj. Amani Lubis (Wakil Sekjen Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat) disunting oleh Samsul Arifin (moesleminfo.com) Sumber: MUI
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger