Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Doa Nabi Zakaria (2)

Doa Nabi Zakaria (2)

Mengenai firman Allah hashura, di­riwayatkan dari Ibnu Mas‘ud, Ibnu Abbas, dan Mujahid, mereka mengatakan, mak­sudnya orang yang tidak dapat meng­gauli wanita. Sedangkan riwayat dari Abu Al-‘Aliyah dan Ar-Rabi‘ bin Anas menye­butkan bahwa yang dimaksud adalah tidak dapat memiliki anak.


Tetapi Al-Qadhi Iyadh mengatakan dalam tafsirnya Asy-Syifa’: Yang dimak­sud de­ngan kata hashura pada ayat itu adalah tidak seperti yang dikatakan oleh sebagi­an mereka (para mufassir) bahwa ia (Nabi Yahya) adalah seorang yang tidak berani atau tidak mampu menggauli wa­nita. Pendapat seperti itu ditolak oleh para mufassir yang cerdas dan para ula­ma yang kritis yang mengatakan bahwa penafsiran demikian merupakan suatu kekurangan dan aib serta tidak layak bagi para nabi. Jadi, yang dimaksud hashura ialah terpelihara dari dosa, yakni ia tidak melakukan dosa, seolah-olah terpagari darinya.


Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa maksudnya adalah mencegah dirinya dari nafsu. Pendapat lain menga­takan bahwa maksudnya adalah tidak memiliki nafsu terhadap wanita, meski­pun memiliki kemampuan untuk itu. Telah jelas bahwa ketidakmampuan untuk menggauli wanita merupakan kekurang­an. Sedangkan yang merupakan kelebih­an adalah memiliki kemampuan tersebut na­mun mencegahnya, baik dengan ke­sungguhan menahan diri seperti yang dilakukan Nabi Isa AS maupun karena penjagaan dari Allah seperti pada diri Nabi Yahya AS.


Jika kemampuan itu berada pada orang yang sanggup untuk melakukan­nya dan dapat melaksanakan kewajiban terhadap istrinya namun tidak melalai­kannya dari Tuhannya, itu derajat yang tertinggi. Itulah derajat Nabi kita, Muham­mad SAW. Banyaknya istri tidak mem­buat beliau lalai untuk melaku­kan ibadah kepada Tuhannya, bahkan semakin me­ningkatkan ibadah beliau, se­bab beliau dapat menjaga mereka, memenuhi ke­wajiban terhadap mereka, memberi naf­kah mereka, serta memberi­kan petunjuk kepada mereka. Bahkan be­liau mene­gaskan bahwa istri-istri be­liau itu bukan perolehan dunianya, meski­pun wanita merupakan perolehan dunia bagi orang lain. Beliau bersabda, “Allah membuat aku mencintai sebagian dunia kalian.”


Nabi Yahya dikatakan hashur bukan karena ia tidak dapat menggauli wanita, namun maksudnya adalah ia ma‘shum (dipelihara oleh Allah) dari melakukan per­buatan maksiat dan hal-hal kotor. Ke­ma‘shuman itu tidak menolak kemung­kin­an ia menikah dengan wanita secara halal dan memberikan keturunan kepada mereka. Bahkan hal ini dapat dipahami dari doa Nabi Zakaria yang terdahulu, “Berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.” Seolah-olah Zakaria ber­kata: seorang anak yang memiliki keturunan dan penerus.


Firman Allah Ta‘ala, yang artinya, “Seorang nabi dari keturunan orang-orang yang shalih”, merupakan berita gembira kedua, yakni ia akan menjadi seorang nabi, setelah berita gembira pertama mengenai kelahirannya. Berita gembira yang kedua ini lebih tinggi dari­pada yang pertama, sebagaimana firman Allah kepada ibunda Musa, yang artinya, “Karena sesungguhnya Kami akan me­ngembalikannya kepadamu dan men­jadikannya sebagai salah seorang rasul.” (Al-Qashash: 7).


Setelah Nabi Zakaria meyakini ke­benaran berita gembira ini, ia merasa takjub akan adanya anak padahal ia sudah tua. “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul?” Lalu dikatakan, yang artinya, ”Berfirman Allah, ‘Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya’.” Maksudnya,  urusan Allah itu mahabesar sehingga tidak ada satu per­kara pun yang melemahkannya. Setelah itu dikata­kan, ”Berkata Zakaria, ‘Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung).’ Allah berfirman, ‘Tanda­nya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat’.” Yakni, kamu tidak dapat ber­bicara padahal sehat walafiat.


Kemudian Allah menyuruhnya su­paya banyak berdzikir, bertakbir, dan ber­tasbih berkaitan dengan berita gembira ini. Maka Allah berfirman, yang artinya, ”Dan sebutlah (nama) Tuhanmu seba­nyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.”



Tafsir Ibnu Katsir
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger