“Ambillah
maaf, dan suruhlah yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang jahil.”
(QS
Al-A`raf: 199).
Menatap keluhuran diri Nabi Muhammad SAW adalah sebuah keutamaan bagi setiap
muslim. Maka tataplah dengan tatapan cinta dan kekaguman, seraya menyambangi
keluhuran sikap beliau ini dalam kehidupan kita. Berikut ini hadits-hadits
yang mengetengahkan perilaku keluhuran. Tetapi sebelumnya marilah kita perhatikan
ayat Al-Qur’an berikut ini:
“Ambillah
maaf, dan suruhlah yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang jahil.”
(QS Al-A`raf:
199).
Ada tiga hal yang terkandung dalam ayat ini, yang diperintahkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW, yakni memberi maaf, menyuruh berbuat baik, dan
menjauh dari orang yang jahil.
Kata khudz
al-‘afw (ambillah maaf) merupakan kalimat perintah, dalam arti
ambillah apa yang dianugerahkan Allah dan manusia, tanpa bersusah payah dan
menyulitkan diri. Dengan kata lain, ambillah yang mudah dan ringan dari
perlakuan dan tingkah laku manusia. Terimalah dengan tulus apa yang mudah
mereka lakukan, jangan menuntut terlalu banyak atau yang sempurna sehingga memberatkan
mereka, agar mereka tidak antipati dan menjauhimu, dan hendaklah engkau
selalu bersikap lemah lembut serta memaafkan atas kesalahan dan kekurangan
mereka.
Kata ‘urf
sama dengan ma’ruf,
yakni sesuatu yang dikenal dan dibenarkan masyarakat, yang didukung nalar yang
sehat, serta tidak bertentangan dengan ajaran agama. Adapun kata jahilin, yang
merupakan bentuk jamak dari jahil, bermakna bukan sekadar seseorang yang tidak tahu,
tetapi juga pelaku yang kehilangan kontrol dirinya, sehingga melakukan
hal-hal yang tidak wajar karena dorongan nafsu, kepentingan sesaat, dan
kepicikan pandangan, yang mengabaikan nilai-nilai ajaran Ilahi.
Pada ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi SAW dalam melangkah
di jalan dakwah untuk siap menghadapi segala bentuk hambatan yang menantang
perasaan sebagai manusia. Dalam Tafsir Ash-Shawi disebutkan, tatkala ayat ini turun, Nabi
bertanya kepada Jibril tentang maksud ayat ini. Lalu Jibril menghadap Allah dan
menyampaikan apa yang dimaksud Allah, dengan ucapan, “Wahai Muhammad, Tuhanmu
menyuruhmu untuk menyambung silaturahim orang yang memutuskan (silaturahim
denganmu), memberi orang yang menolakmu, dan memaafkan orang yang menyakitimu.”
Sayyidina Ja’far Ash-Shadiq berkata tentang ayat ini, “Tidak ada ayat yang
lebih luas maknanya tentang kemuliaan akhlaq daripada ayat ini.”
Ash-Shawi mengatakan, jika kata jahilin ini ditujukan pada kaum kafir, ayat
ini telah dinasakh dengan ayat qital (perang). Artinya, orang-orang kafir (jahilin) ini
layak diperangi sesuai ayat qital. Adapun jika ditujukan kepada orang-orang
yang lemah agamanya dan kalangan Arab yang awam, sedangkan mereka bersikeras
dengan sikapnya yang mengabaikan ajakan Nabi, perintah ayat ini sebagaimana
isinya, yakni berpaling.
Al Kisah merujuk Kitab Tafsir Shawi
Posting Komentar