3. Ridha terhadap
ketentuan Allah SWT.
Etika berikutnya yang harus
dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala
ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik
oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik
yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya.
Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (tsiqah) terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (tsiqah) terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
" sungguh mempesona
perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia
mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal
terbaik bagi dirinya. Dan jika ia
tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi
dirinya." (HR. Bukhari)
Apalagi terkadang sebagai
seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap sesuatu sangat
terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik justru buruk,
sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri
kita.
4. Senantiasa
bertaubat kepada-Nya.
Sebagai seorang manusia biasa,
kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah,
manakala sedang terjerumus dalam ‘kelupaan’ sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya
adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 3 : 135) :
"Dan juga orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri,
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang
dapat mengampuni dosa selain
Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka
mengetahui."
5. Obsesinya
adalah keridhaan ilahi.
Seseorang yang benar-benar
beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi
dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut, ‘terpakasa’ harus mendapatkan ‘ketidaksukaan’ dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita:
dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut, ‘terpakasa’ harus mendapatkan ‘ketidaksukaan’ dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita:
"Barang siapa yang mencari
keridhaan Allah dengan ‘adanya’ kemurkaan manusia, maka Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia
dengan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada
manusia." (HR. Tirmidzi, Al-Qadha’I dan ibnu Asakir).
Dan hal seperti ini sekaligus
merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan
iman, otientasi yang dicarinya tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan perduli, apakah
Allah menyukai tindakannya atau
tidak. Yang penting ia dipuji oleh orang lain.
Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus
Posting Komentar