Dalam sebuah diskusi ada yang bertanya, “Ustadz, Rasulullah SAW tidak pemah mengumpulkan para sahabat, lalu
membaca Surat Yasin secara bersama-sama. Oleh karena itu, berarti tradisi
Yasinan itu bid'ah dan tidak boleh dilakukan." Demikian katanya dengan
suara agak berapi-api.
Pertanyaan tersebut saya jawab, Sesuatu yang tidak pemah dikerjakan oleh Rasulullah Saw., atau para
sahabat dan ulama salaf itu belum tentu dilarang atau tidak boleh.
Berdasarkan
penelitian terhadap hadits-hadits Nabi SAW, al-Hafidz Abdullah al-Ghumari
menyimpulkan, bahwa sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW mengandung
beberapa kemungkinan:
Pertama, Nabi SAW meninggalkannya karena
tradisi di daerah beliau bertempat tinggal.
Nabi SAW pernah disuguhi daging biawak yang
dipanggang. Lalu Nabi SAW. bermaksud menjamahnya dengan tangannya. Tiba-tiba
ada orang berkata kepada beliau: "Itu daging biawak yang dipanggang."
Mendengar perkataan itu, Nabi SAW tidak jadi memakannya. Lalu beliau ditanya,
"Apakah daging tersebut haram?" Beliau menjawab: "Tidak haram,
tetapi daging itu tidak ada di daerah kaumku, sehingga aku tidak selera."
Hadits ini terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim.
Kedua, Nabi SAW meninggakannya karena
lupa.
Suatu ketika Nabi SAW lupa meninggalkan sesuatu dalam shalat. Lalu
beliau ditanya, "Apakah terjadi sesuatu dalam shalat?" Beliau
menjawab: "Saya juga manusia, yang bisa lupa seperti halnya kalian. Kalau
aku lupa meninggalkan sesuatu, ingatkan aku."
Ketiga, Nabi SAW meninggalkannya karena
khawatir diwajibkan atas umatnya.
Seperti Nabi SAW meninggalkan shalat Tarawih
setelah para sahabat berkumpul menunggu untuk shalat bersama beliau.
Keempat, Nabi SAW meninggalkannya karena
memang tidak pemah memikirkan dan terlintas dalam pikirannya.
Pada mulanya Nabi SAW berkhutbah dengan bersandar pada pohon kurma dan tidak pemah berpikir
untuk membuat kursi, tempat berdiri ketika khutbah. Setelah sahabat
mengusulkannya, maka beliau menyetujuinya, karena dengan posisi demikian, suara
beliau akan lebih didengar oleh mereka. Para sahabat juga mengusulkan agar
mereka membuat tempat duduk dari tanah, agar orang asing yang datang dapat
mengenali beliau, dan temyata beliau menyetujuinya, padahal belum pernah
memikirkannya.
Kelima, Nabi SAW meninggalkannya karena
hal tersebut masuk dalam keumuman ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-haditsnya.
Seperti sebagian besar amal-amal mandub (sunnat) yang beliau tinggalkan karena
sudah tercakup dalam firman Allah: "Lakukanlah kebaikan, agar kamu menjadi
orang-orang yang beruntung." (QS. al-Hajj ayat 77).
Keenam, Nabi SAW meninggalkannya karena
menjaga perasaan para sahabat atau sebagian mereka.
Nabi SAW bersabda kepada
Aisyah: "Seandainya kaummu belum lama meninggalkan kekufuran, tentu Ka'bah
itu aku bongkar lalu aku bangun sesuai dengan fondasi yang dibuat oleh Nabi
Ibrahim karena orang-orang Quraisy dulu tidak mampu membangunnya secara
sempuma." Hadits ini terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim.
Nabi SAW. tidak merekonstruksi Ka'bah karena menjaga perasaan sebagian sahabatnya
yang baru masuk Islam dari kalangan penduduk Makkah.
Kemungkinan juga Nabi SAW
meninggalkan suatu hal karena alasan-alasan lain yang tidak mungkin diuraikan
semuanya di sini, tetapi dapat diketahui dari meneliti kitab-kitab hadits.
Belum ada suatu hadits maupun atsar yang menjelaskan bahwa Nabi SAW
meninggalkan sesuatu karena hal itu diharamkan.”
Demikian pernyataan al-Hafidz Abdullah
al-Ghumari dengan disederhanakan.
Berkaitan dengan membaca al-Qur'an atau
dzikir secara bersama, al-Imam asy-Syaukani telah menegaskan dalam kitabnya,
al-Fath ar-Rabbai fi Fatawa al-Imam asy-Syaukani sebagai berikut, “Ini adalah himpunan ayat-ayat al-Qur'an ketika melihat pertanyaan
ini. Dalam ayat-ayat tersebut tidak ada pembatasan dzikir dengan cara
mengeraskan atau memelankan, meninggikan atau merendahkan suara, bersama-sama
atau sendirian. Jadi ayat-ayat tersebut memberi pengertian anjuran dzikir
dengan semua cara tersebut.” (Syaikh asy-Syaukani, Risalah al-Ijtima’ ‘ala adz-Dzikir wa al-Jahr bihi,
dalam kitab beliau al-Fath ar-Rabbani min Fatawa al-Imam asy-Syaukani halaman
no. 5945).
Pernyataan Imam asy-Syaukani di atas, adalah
pernyataan seorang ulama yang mengerti al-Qur'an, hadits, dan metode pengambilan
hukum dari al-Qur'an dan hadits. Berdasarkan pernyataan asy-Syaukani di atas,
membaca al-Qur'an bersama-sama tidak masalah, bahkan dianjurkan sesuai dengan ayat-ayat
al-Qur’an yang menganjurkan kita memperbanyak dzikir kepada Allah dengan
cara apapun.
Ust. Idrus Ramli
Posting Komentar