Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Melangitkan Jilbab Pasca Ramadhan

Melangitkan Jilbab Pasca Ramadhan

Setiap Bulan Ramadan, sekilas sungguh mempesona pamor kibaran ”kain”  jilbab yang dipancarkan oleh berbagai kalangan wanita. Dengan mode sedemikian rupa bagusnya.
 
Hebohnya! Mereka yang terbiasa bangga menggerakkan dan memamerkan aurat badannya di berbagai media masa cetak dan elektronik pun di bulan Ramadan ini mendadak “cuti” dari profesinya. “Demi untuk memamerkan kain jilbabnya”. 

Spontan ngetrend “alih profesi” berlomba memproklamirkan dirinya memakai aneka busana Muslimah dengan harga tidak murah, untuk disaksikan oleh para penggemarnya sebagai “selebritis taat beribadah !” 

Argumen singkat mereka “kita sangat gembira menyambut bulan suci Ramadan.” Bahkan tak heran, banyak pula wanita non-Muslimah ditunjang dengan modal kecantikan wajahnya, sementara waktu “ikhlas menjadi bunglon” mengenakan kain jilbab, plus secara terselubung gencar mengkampanyekan hedonis, membuat banyak orang terpesona melihat ”kain jilbabnya.”

Seolah-olah mereka (artis, dan sebagainya) adalah “wanita sholikhah” teladan bagi para Muslimah. Meskipun sejatinya hanya mencari simpati demi meningkatkan rating tayangan film atau acara tertentu “bereklame Islam” yang dibintangi oleh mereka setiap hari ditayangkan di berbagai stasiun televisi pada bulan suci ini.

Anehnya, Komunitas yang benar-benar berjilbab, dengan fasilitas hidup seadanya pun, tanpa memfungsikan nalar ilmiah, tertipu dan terjebak ke dalam kubangan hedonisme. Sekalian menjadikan gaya “Jilbab Musiman” para artis yang penuh kepentingan itu, sebagai panutan atau “kiblat” hidupnya. Inilah di antara poin negatifnya. Kalau fenomena-fenomena tersebut terus terjadi, sungguh naif  dan memilukan, bukan?

Perspektif hukum fiqih, empat madzhab pokok ahlussunnah wal jama’ah (Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyah dan Syafi’iyah)  konsesus (ittifaq)  bahwa kontinuitas (keberlanjutan) memakai jilbab adalah elemen dari  totalitas kewajiban (fardu a’in) bagi setiap orang Islam, dan bukanlah merupakan syarat atau rukun ibadah puasa. (al- Jaziry, Abdurrahman, al-Fiqh a’la al-Madzahib al-A’rba’ah, al-Maktabah at-Tijariyah Kubro, cet 2, (tt), jilid 1, hlm. 542- 548)

Kecuali aspek tasawwuf, sebagaimana opini Imam al-Ghozali dalam kitab Ihya ulumuddinnya, untuk menuju kondisi kesempurnaan puasa
/ shaum al-khusus (al-Ghozaly, Abi Hamid, Ihya ulum ad-Din, dar kutub al-Ilmiah, Beirut, Libnan (tt), jilid 1, hlm. 277; al-Zabidy, Muhammad (al-Ma’ruf bi Murtadho), Ithafu as-Syadatu al-Muttaqien, bi Syarhi Asrory Ihya Ulum ad-Din, Dar Ihya al-Turats al-Aroby, Beirut, Libnan (tt), jilid 1, hlm. 244.), di antaranya adalah mengurangi kemaksiatan, misalnya menutup aurat badan (berjilbab) itu. QS. al-Nur/24: 31 dan al-Ahzab/33: 59, adalah ayat yang tegas menyatakan kontinuitas diwajibakannya berjilbab, ”Tidak hanya pada waktu tertentu, misalnya hanya pada bulan Ramadan saja.”

Maka semestinya, bagi komunitas berjilab, terutama yang hanya ‘’sesaat’’ sedang mengenakan kain jilbab, tidak perlu lah mempublikasikankan diri di berbagai media masa. Karena asas kewajiban berjilbab : hanya karena menjalankan perintah Allah SWT (lilla-Hi  ta’ala). Bukan untuk disanjung dan dipuja oleh  fans club –nya.

Utamanya dalam kondisi beribadah puasa ini, harus menjauhkan diri dari virus ria dan sum’ah(mencari sanjungan dan popularitas dalam beribadah). Kalau hal tersebut bisa diterapkan, tentunya (insya Alloh) akan bisa mengusung Muslimah  menuju kesempurnaan berjilbab. Beda halnya yang ‘’sesaat’’ sedang mengenakan kain jilbab, mengeluarkan biaya ekstra mengontrak berbagai media masa, untuk mempublikasikan “jilbabnya”.

Jelas, “jilbab –isme” yang demikian terkesan penuh kepentingan. Atau paling “ikhlasnya” hanya dianggap mode berpakaian sebagai intermeso (hedonisme-nya). Realitasnya dapat diyakini, sesuai kebiasaan dan profesi aslinya, ketika telah lewat hari raya Idul Fitri yang semestinya hari awal kembalinya fitrah (kesucian manusia), mereka pun kembali berlomba memamerkan aurat badan, sesuai inisiatif produser film yang diperankan dan menguntungkannya. Bukan malah menjaga ke-fitrahan-nya itu!

Mungkin bagi sebagian orang, “Jilbab Musiman” dengan sarat kepentingan itu, lebih baik daripada kontinu seumur hidup ber- yukensi plus rok mini. Akan tetapi, sesuai kewajiban syar’i (agama), nalar, dan naluri manusiawi. Betapa indah dan rapinya, jika jilbab itu, kontinu (istiqomah) dipakai sepanjang masa, tidak hanya setiap bulan Ramadan saja.
Sehingga dengan kontinuitas “berkain” jilbab itu, mudah-mudahan tidak hanya badannya saja yang selalu ditutupi “kain” jilbab, tapi juga menyebabkan akhlaknya akan benar-benar turut berjilbab. Tidak seperti fenomena ironis yang telah kronis menjangkit selama ini, di antara resikonya banyak orang berceletuk menyayat hati kita “jilbab hanya kedok kemunafikan belaka.”

Firman Allah SWT, QS. al-Baqoroh ayat 183, menurut para ulama tafsir, di antaranya Syeikh al-Chozin (w 725. H), cakupan ayat tersebut menyatakan, “puasa adalah sarana bagi manusia(beriman) untuk bisa mengusung diri menjadi bagian dari golongan orang-orang yang bertakwa”.
( Aly bin Muhammad, Alauddin, (al-Ma’ruf bi al-Chozin), Tafsir al-Chozin, Dar el-Fikr (tt), jilid 1,  hlm. 109).  Kadar ketakwaan tersebut, tidak terbatas konteks jilbab, tapi totalitas berbagai elemen dan aspek religius.

Ya ! Semoga dengan berkah bulan suci Ramadan yang telah lalu, berawal dari berkibarnya simbolis “Jilbab-isme Musiman” itu, akan tercipta milyaran jilbab yang benar-benar jilbab, murni atas amaliah agama. Tidak mencampakkan jilbab ketika bulan Ramadan usai. Apakah ilmiah, realistis dan logis?



Nasrulloh Afandi, Dewan Asatdiz Pesantren Virtual (pesantrenvirtual.com). alumni pesantren Lirboyo Kediri, anggota pembina pesantren K.H. Afandi Foundation
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger