Seorang pengembara di jalan
Allah, baik dengan dzikir maupun wirid, mujahadah maupun riyadlah,
kadang-kadang dengan melaksanakan wirid-wirid khusus di tempat yang khusus
pula, perbuatan itu mereka lakukan sekaligus dengan tujuan untuk berburu khodam-khodam
yang diingini.
Khodam-khodam tersebut dicari dari rahasia ayat-ayat yang dibaca. Semisal mereka membaca ayat kursi sebanyak seratus ribu dalam sehari semalam, dengan ritual tersebut mereka berharap mendapatkan khodamnya ayat kursi.
Khodam-khodam tersebut dicari dari rahasia ayat-ayat yang dibaca. Semisal mereka membaca ayat kursi sebanyak seratus ribu dalam sehari semalam, dengan ritual tersebut mereka berharap mendapatkan khodamnya ayat kursi.
Sebagai pemburu khodam,
mereka juga kadang-kadang mendatangi tempat-tempat yang terpencil, di
kuburan-kuburan yang dikeramatkan, di dalam gua di tengah hutan belantara.
Mereka mengira khodam itu bisa diburu di tempat-tempat seperti itu.
Kalau dengan itu ternyata mereka mendapatkan khodam yang diingini,
maka boleh jadi mereka justru terkena tipudaya setan Jin. Artinya, bukan Jin
dan bukan Malaikat yang telah menjadi khodam mereka, akan tetapi
sebaliknya, tanpa disadari sesungguhnya mereka sendiri yang menjadi khodam
Jin yang sudah didapatkan itu. Akibat dari itu, bukan manusia yang dilayani
Jin, tapi merekalah yang akan menjadi pelayan Jin dengan selalu setia
memberikan sesaji kepadanya.
Sesaji-sesaji itu diberikan
sesuai yang dikehendaki oleh khodam Jin tersebut. Memberi makan
kepadanya, dengan kembang telon atau membakar kemenyan serta apa saja sesuai
yang diminta oleh khodam- khodam tersebut, bahkan dengan
melarungkan sesajen di tengah laut dan memberikan tumbal. Mengapa hal tersebut
harus dilakukan, karena apabila itu tidak dilaksanakan, maka khodam
Jin itu akan pergi dan tidak mau membantunya lagi. Apabila perbuatan seperti
itu dilakukan, berarti saat itu manusia telah berbuat syirik kepada Allah
s.w.t. Kita berlindung kepada Allah s.w.t dari godaan setan yang terkutuk.
Memang yang dimaksud khodam
adalah “rahasia bacaan” dari wirid-wirid yang didawamkan manusia. Namun,
apabila dengan wirid-wirid itu kemudian manusia mendapatkan khodam,
maka khodam tersebut hanya didatangkan sebagai anugerah Allah s.w.t
dengan proses yang diatur oleh-Nya. Khodam itu didatangkan dengan
izin-Nya, sebagai buah ibadah yang ikhlas semata-mata karena pengabdian
kepada-Nya, bukan dihasilkan karena sengaja diusahakan untuk mendapatkan khodam.
Apabila khodam-khodam
itu diburu, kemudian orang mendapatkan, yang pasti khodam itu bukan
datang dari sumber yang diridlai Allah s.w.t, walaupun datang dengan izin-Nya
pula. Sebab, tanda-tanda sesuatu yang datangnya dari ridho Allah, di samping
datang dari arah yang tidak disangka-sangka, bentuk dan kondisi pemberian itu
juga tidak seperti yang diperkiraan oleh manusia. Demikianlah yang dinyatakan
Allah s.w.t:
وَمَنْ يَتَّقِ
اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Dan barangsiapa bertakwa
kepada Allah. Allah akan menjadikan jalan keluar baginya (untuk menyelesaikan
urusannya) (2) Dan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak terduga”.
(QS. ath-Tholaq; 65/2-3).
Khodam-khodam tersebut
didatangkan Allah s.w.t sesuai yang dikehendaki-Nya, dalam bentuk dan keadaan
yang dikehendaki-Nya pula, bukan mengikuti kehendak hamba-Nya. Bahkan juga
tidak dengan sebab apa-apa, tidak sebab ibadah dan mujahadah yang dijalani
seorang hamba, tetapi semata sebab kehendakNya. Hanya saja, ketika Allah sudah
menyatakan janji maka Dia tidak akan mengingkari janji-janji-Nya.
Ust. M. Luthfi Ghazali
Posting Komentar