Dalam
sebuah riwayat dikisahkan, bahwa beberapa saat setelah Hajar mengizinkan Ibrahim
membawa Ismail (untuk melaksanakan “kurban” sebagaimana yang diperintahkan
Allah SWT), maka datanglah Iblis laknatullah kepada Hajar yang ketika
itu duduk di depan rumahnya yang tidak begitu jauh dari sumur Zam-Zam.
Iblis
laknatullah yang menyamar sebagai laki-laki tersebut berkata kepada Hajar,
bahwa kedatangan Ibrahim ke tempat mereka bukanlah untuk mengobati rindu dan
arena kecintaannya kepada mereka, melainkan untuk menyembelih Ismail a.s. Dan
mendengar perkataan Iblis tersebut, Hajar dengan tenang menjawab: “Wahai
orang asing, engkau pasti salah dan telah menebar fitnah kepada keluargaku. Tak
mungkin Ibrahim berbuat demikian, ia adalah seorang ayah yang shalih dan sangat
mencintai anaknya.”
Iblis
menjawab: “Kalau benar ia orang yang shalih dan mencintai kalian, mengapa
dulu kalian ditelantarkannya di lembah ini; lembah yang kering kerontang dan
tiada berpenghuni?”
“Engkau juga salah dalam hal ini, Ibrahim tidak menelantarkan kami, tapi
atas perintah Allah ia menempatkan kami di tempat yang subur ini. Apakah matamu
sudah buta, bahwa tempat ini penuh dengan rahmat dan berkah Allah, sudah banyak
penghuninya dan subur makmur keadaannya? Sekarang menjauhlah dariku, bawalah
fitnahmu itu.” Dan seiring dengan itu Hajar lalu mengambil sebongkah kerikil dan
menyambitkannya kepada Iblis laknatullah.
Iblis
tidak menyerah begitu saja, ia berkata lagi kepada Hajar: “Tapi yang
kukatakan bahwa Ibrahim ingin menyembelih dan mengurbankan anaknya adalah
sesuatu yang benar. Apakah engkau tidak melihat Ibrahim membawa pisau dan tali
tatkala membawa anakmu tadi?”
Dengan
tangkas Hajar menjawab: “Ternyata engkau adalah orang yang bodoh dan bebal. Ibrahim
membawa pisau dan tali adalah lantaran ia seorang pengembala, maka tentulah
kedua benda itu sangat diperlukannya. Sekarang sekali lagi kuminta agar engkau
pergi menjauh dariku.” Hajar kembali mengambil sebongkah kerikil yang
lebih besar dari yang pertama, lalu menyambitkannya kepada Iblis laknatullah.
Iblis
belum putus asa dan tetap berusaha membujuk Hajar: “Percayalah padaku, Ibrahim
itu akan menyembelih putramu. Katanya itu adalah perintah Allah, padahal Allah
sama sekali tidak pernah menyuruh seorang bapak untuk menyembelih anaknya. Asal
kau tahu, bahwa yang dilakukan Ibrahim itu adalah atas perintah Sarah,
sebagaimana dulu Sarah menyuruh Ibrahim mengusir kalian dan menempatkannya di
lembah yang kering kerontang ini. Dan sekarang alasannya adalah, bahwa Sarah
sudah dianugerahi Allah seorang anak laki-laki, dan ia tidak mau anakmu menjadi
saingan anaknya dalam hal meraih kasih sayang Ibrahim. Jadi cepatlah susul
mereka, sebelum Ibrahim menyembelih anakmu.”
Mendengar
itu Hajar sekarang sadar, bahwa yang dihadapinya bukanlah laki-laki biasa,
melainkan adalah Iblis laknatullah. Lalu dengan membentak Hajar berkata: “Hai,
ternyata engkau adalah Iblis laknatullah yang tak pernah putus asa untuk
menggoda dan mengusik manusia. Hendaklah engkau dengar hai hamba yang dilaknat
Allah, jika benar Sarah sudah dianugerahi Allah seorang putra, maka aku patut
dan wajib bersyukur, karena kehidupan mereka tidak lagi sunyi dan hampa tanpa
kehadiran seorang anak. Dan aku tidak akan pernah percaya, bahwa Sarah adalah
adalah seorang perempuan jahat. Sebab sejak pertama aku mengenalnya dan bahkan
ia yang menikahkan aku dengan Ibrahim, ia adalh pseorang perempuan yang baik;
lembut dan penuh kesabaran serta sangat ta’at dan mencintai suaminya. Dan
hendaklah engkau ketahui, bahwa sejakl awal perjumpaanku dengan Ibrahim, aku
telah mencintainya dengan tulus dan ikhlas; dan begitu pula cintanya kepadaku.
Namun cintaku dan cinta Ibrahim kepada Allah Ta’ala jauh lebih besar dari cinta
kami berdua; bahkan Allah pun tel;ah menjadikan Ibrahim sebagai “khalil-NYA”.
Tadi sudah kukatakan padamu, bahwa Ibrahim menempatkan kami di lembah ini
adalah atas perintah Allah, bukan atas suruhan Sarah. Sebab tentulah Ibrahim
telah diberitahukan Allah segala sesuatunya sebelum ia membawa kami kemari.
Jadi sekarang kalaulah Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih dan
mengurbankan anaknya sendiri dan juga anakku; maka tentulah Allah punya maksud
baik dan aku wajib mendukungnya karena kecintaanku kepada Allah. Bahkan jika
dikehendaki Allah, akupun siap untuk disembelih dan dikurbankan oleh Ibrahim.
Sekarang dengarlah wahai makhluk yang dilaknat Allah, pergilah menjauh dariku
dan jangan pernah kembali lagi untuk coba-coba merayu dan menghasutku.” Dan
seiring dengan berakhirnya perkataan yang ia ucapkan, Hajar kembali mengambil
sebuah batu kerikil yang lebih besar dari yang kedua tadi, lalu dengan perasaan
marah ia lemparkan kepada Iblis laknatullah. Dan seiring dengan itu pula Iblis
laknatullah menghilang dari pandangan Hajar.
Sebagai
seorang hamba biasa, apalagi sebagai “perempuan”; setelah Iblis laknatullah
meninggalkan dirinya, maka Hajar duduk di serambi rumahnya menunggu kepulangan Ibrahim
a.s, suaminya dengan harap-harap cemas. Dan kegembiraanpun menyeruak ke dalam
hatinya tatkala ia melihat Ibrahim pulang bersama Ismail dalam keadaan sehat
wal’afiat tanpa kurang sesuatu apapun.
Selang
beberapa saat setelah mereka berkumpul, Hajar menceritakan ikhwal yang
dialaminya kepada Ibrahim a.s. Dan Ibrahim pun mengakui, bahwa ia memang
diperintahkan Allah untuk mengurbankan Ismail. Alhasil ketika perintah itu akan
dilaksanakan dan juga atas persetujuan Ismail, Allah SWT menggantikan kedudukan
Ismail sebagai “kurban” dengan se-ekor domba dari surga. Dan sambil meminta
maaf atas perbuatan “bohongnya” kepada Hajar, Ibrahim juga menjelaskan
bahwa Iblis laknatullah telah berusaha menghalangi dirinya untuk
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah. Akan tetapi sama seperti yang
dilakukan Hajar, Ibrahim juga berhasil mengusir dan melempari Iblis
laknatullah dengan batu. Bahkan kemudian Ismail juga menjelaskan, dirinya
pun tak luput dari godaan Iblis laknatullah; namun sama halnya dengan
kedua orang tuanya; Ismail juga bisa mengatasi Iblis laknatullah;
mengusir dan juga melemparinya dengan batu.
Saya tidak akan
membuat kesimpulan atau menyimpulkan penggalan kisah di atas, saya ingin
menyerahkannya kepada anda semua. Hikmah dan pelajaran apa yang wajib kita
petik dan teladani dari “keluarga Ibrahim a.s” dalam hal mencintai dan
menta’ati perintah Allah SWT. Wallahua’lam.
KH. Bachtiar Ahmad
Posting Komentar