"Hamba-hambaku akan menjadi iman dan kafir dengan-Ku,
hamba yang mengatakan; kita dihujani karena anugrah Allah, maka ia beriman
dengan-Ku dan kafir dengan bintang, dan hamba yang mengatakan; kita dihujani
karena keadaan bintang tertentu, maka dia kafir dengan-Ku dan iman dengan
bintang."
Dari dalil "Wahdaniyyah" ini bisa diketahui bahwa
tidak ada sesuatu yang bisa "memberikan akibat" baik berupa api,
pisau, makan terhadap pembakaran, pemotongan, atau rasa kenyang. Hanya Allah
jualah yang menjadikan "terbakarnya" sesuatu ketika bersentuhan
dengan api, menjadikan terpotongnya sesuatu ketika bersentuhan dengan pisau,
menjadikan kenyang ketika makan atau memberikan kesegaran ketika minum.
Barang siapa punya anggapan bahwa api bisa membakar dengan
tabiat panasnya, atau air bisa menyegarkan juga karena tabiatnya, Maka ia
tergolong kufur dengan berdasarkan kesepakatan ulama (ijma).
Dan barang siapa punya anggapan. Api tersebut bisa membakar
dengan kekuatan yang dititipkan Allah padanya, maka ia termasuk orang bodoh dan
fasiq. Karena orang seperti ini jelas-jelas tidak tahu akan hakikatnya
"Wahdaniyyah".
Kalau meyakini kejadian baik dan buruk akibat pengaruh
hari-hari tersebut bisa dihukumi kufur, tapi kalau hanya terkait secara 'ady
(kejadian umum) serta dimungkinkan kedua hal tersebut tidak menimbulkan
keterkaitan sama sekali maka Boleh.
(مسألة) إذا سأل رجل اخر هل ليلة كذا او يوم كذا يصلح للعقد
او النقلة فلا يحتاج إلي جواب لان الشارع نهي عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا بليغا
فلا عبرة بمن يفعله. وذكر ابن الفركاح عن الشافعي انه ان كان المنجم يقول ويعتقد
انه لايؤثر الا الله ولكن أجري الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا . والمؤثر هو
الله عز وجل. فهذه عندي لابأس فيه وحيث جاء الذم يحمل علي من يعتقد تأثير النجوم
وغيرها من المخلوقات . وافتي الزملكاني بالتحريم مطلقا. اهـ
“Apabila seseorang bertanya pada orang lain, apakah malam
ini baik untuk di gunakan akad nikah atau pindah rumah maka pertanyaan seperti
tidak perlu dijawab, karena nabi pembawa syariat melarang meyakini hal semacam
itu dan mencegahnya dengan pencegahan yang sempurna maka tidak ada pertimbangan
lagi bagi orang yang masih suka mengerjakannya, Imam Ibnu Farkah menuturkan
dengan menyadur pendapat Imam syafii : Bila ahli nujum tersebut meyakini bahwa
yang menjadikan segala sesuatu hanya Allah hanya saja Allah menjadikan sebab
akibat dalam setiap kebiasaan maka keyakinan semacam ini tidak apa-apa yang
bermasalah dan tercela adalah bila seseorang berkeyakinan bahwa bintang-bintang
dan makhluk lain adalah yang mempengaruhi akan terjadinya sesuatu itu sendiri
(bukan Allah)”. (Ghayat al Talkhis al Murad Hal 206).
تحفة المريد ص : 58
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب
تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع أو
بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق مبتدع ومثل
القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه الإختيارية بقدرة
خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو الله لكن جعل بين الأسباب
ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو جاهل وربما جره ذلك إلى الكفر فإنه
قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر هو الله وجعل
بين الأسباب والمسببات تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن الناجى إن شاء الله
إهـ
“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan
tergantung pada sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau
menyebabkan memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar
dan lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur "tangan" Allah) hukumnya
kafir dengan kesepakatan para ulama,
atau berkeyakinan terjadi sebab kekuatan
(kelebihan) yang diberikan Allah di dalamnya menurut pendapat yang paling shahih
tidak sampai kufur tapi fasiq dan ahli bid'ah seperti pendapat kaum mu’tazilah
yang berkeyakinan bahwa seorang hamba adalah pelaku perbuatannya sendiri dengan
sifat kemampuan yang diberikan Allah pada dirirnya,
atau berkeyakinan yang
menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara
rasio maka dihukumi orang bodoh,
atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka dihukumi orang mukmin yang selamat, Insya Allah". (Tuhfah alMuriid 58).
atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka dihukumi orang mukmin yang selamat, Insya Allah". (Tuhfah alMuriid 58).
Ust. Masaji Antoro, pengasuh Pustaka Ilmu Sunniyah Salafiyah (PISS-KTB)
Posting Komentar