Jika dalam aspek sosial
kemasyarakatan semangat toleransi menjadi sebuah anjuran, ummat Islam boleh
saling tolong menolong, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang-orang
non Islam, tetapi dalam soal aqidah sama sekali tidak dibenarkan adanya
toleransi antara ummat Islam dengan orang-orang non Islam.
Rasulullah Shollallahu alaihi
wasallam tatkala diajak ber-toleransi dalam masalah aqidah, bahwa pihak kaum
Muslimin mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya, orang-orang kafir
juga mengikuti ibadah kaum Muslimin, secara tegas Rasulullah diperintahkan oleh
Allah Subhanahu wata’ala untuk menolak tawaran yang ingin menghancurkan prinsip
dasar Aqidah Islamiyah itu.
Allah Ta’ala berfirman: Katakanlah, “Hai
orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun; 1-6).
Dalam setiap melaksanakan sholat,
sebenarnya ummat Islam telah diajarkan untuk selalu berpegang teguh terhadap
aqidah Islamiyah dan jangan sampai keyakinan ummat Islam itu sedikit pun
dirasuki oleh virus syirik, yaitu dengan membaca: “Sesungguhnya Aku
menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada yang menyekutui-Nya. Oleh
karena itu aku diperintah dan aku termasuk orang-orang Islam.”
Kebenaran Islam sebagai
satu-satunya agama yang sah harus selalu diyakini oleh kaum Muslimin dengan
kadar keimanan yang teguh. Sama sekali tidak dibenarkan bahwa masing-masing
agama memiliki kebenaran yang relatif, sebagaimana yang sekarang sedang
digembar-gemborkan oleh kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) dan telah banyak
merasuki jiwa generasi muda Islam. Bukankah Allah Subhanahu wata’ala telah
menandaskan: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran; 85).
Siapa yang menginginkan
kebahagiaan dan kemuliaan di dunia dan akhirat, tidak ada jalan kecuali beriman
kepada Allah Subhanahu wata’ala dan beribadah kepada-Nya. Kemuliaan itu tidak
bisa dicapai dengan menyembah selain Allah Ta’ala. Kemuliaan hanya milik Allah
semata. “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan
itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang
saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka
azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.” (Fatir; 10).
Kekuatan musuh-musuh Islam terus bergerak aktif untuk melemahkan aqidah dan keyakinan generasi muda Islam. Melalui propagandanya yang dikemas dengan sangat rapi, mereka berusaha menciptakan keraguan dalam keyakinan ummat Islam. Batasan-batasan aqidah Islamiyah yang sedari awal telah begitu jelas dan nyata, antara yang hitam dan putih, antara yang haq dan batil, antara keimanan dan kekufuran, direduksi oleh mereka menjadi abu-abu dan remeng-remeng (tidak jelas).
Salah satu hal yang status
hukumnya dibuat mereka menjadi kabur dan remeng-remeng bahkan dirubah total
adalah masalah seputar natalan dan mengucapkan selamat natal kepada orang-orang Nasrani.
KH. Ihya' Ulumuddin (Alumni Sayyid Al Maliki Makkah)
Posting Komentar