Abu Hurairoh r.a meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda,
“Seseorang itu menetapi agama teman dekatnya, maka seyogyanya seorang dari
kalian memperhatikan teman dekatnya”.
Hendaknya engkau berhati-hati dalam memilih teman dekat.
Perhatikanlah siapa saja yang menjadi sahabat dari teman dekatmu. Jika ada
orang-orang munafik, fasik dan kafir dalam lingkaran sahabatnya, sudah
seharusnya engkau berhati-hati dan menjaga jarak darinya. Tunggulah sembari
mengamati, adakah keinginan dalam hati teman dekatmu untuk berhijrah dari
lingkungan yang rusak. Jika engkau melihat tanda-tanda dari temanmu ihwal akan
perginya dia dari lingkungannya, engkau harus menyambutnya dengan hangat dan
penuh suka cita. Tetapi jika dia masih setia dengan sahabat-sahabatnya yang
nyata-nyata telah ingkar, tiada kewajiban bagimu memberinya nasehat secara
langsung. Semua itu akan menimbulkan perasaan tidak nyaman di hati temanmu dan
bisa-bisa engkau malah menuai kebencian dari dirinya. Alih-alih menyelamatkan
diri temanmu dari lingkungannya, engkau malahan membuka jalan bagi semakin
terjerembabnya dia dalam kebodohan.
Ingatlah kita diperbolehkan mengenal dan harus bersikap baik
terhadap sesama. Namun, engkau juga mesti menyadari bahwa sahabatmu adalah
cerminan dirimu. Jika engkau memilih sahabat dari kalangan orang-orang sholeh
dan wara’, engkau telah mengikat kuat agamamu. Jika engkau memilih
bersahabat dengan kaum yang ingkar, engkau telah berjalan meninggalkan agamamu.
Allah SWT berwasiat dalam Qur’an-Nya Yang Suci : “Cukuplah orang-orang yang
beriman yang mengikuti jalanmu sebagai wali-walimu, teman dekatmu dan
kekasih-kekasihmu”.
Nabi SAW berwasiat bahwa orang-orang yang taat dan bertakwa
kepada Allah itulah keluarganya. Abu Musa al Ashari juga meriwayatkan sabda
Nabiyullah, jika seseorang itu akan berkumpul bersama dengan orang yang dikasihinya.
Dengan redaksi lain Imam al Bukhari menceritakan bahwa pada suatu ketika
seorang sahabat bertanya kepada Nabi SAW perihal seseorang yang menyayangi
orang sholeh tetapi orang itu tidak bisa mengimbangi amal orang sholeh
tersebut, Nabi SAW pun menjawab : “Seseorang akan bersama orang yang dicintai
dan dikasihinya kelak di akherat”.
Ketahuilah bahwa mencintai adalah engkau mengikuti perilaku
dari orang yang engkau cintai. Meski tidak sepenuhnya sama, usahamu
mengidentikkan dirimu dengan orang yang engkau idolakan, adalah bukti bahwa
engkau mencintai dirinya. Arti dari bersama dengan yang dicintai adalah
jika engkau mencintai para Nabi, para wali dan orang-orang sholeh, engkau akan
bersama dengan mereka di surga-Nya kelak. Sebaliknya jika engkau mengidolakan
orang-orang kafir sebagai panutan, maka engkau akan menemani mereka di neraka
kelak di Hari Kiamat.
Merekalah para Nabi, orang-orang sholeh dan orang-orang yang
mati syahid, merekalah sebaik-baik teman.
Engkau boleh saja menghargai prestasi seseorang
- meskipun dia kafir - dalam kerangka pembelajaran terhadap dirimu.
Engkau boleh menirunya dalam hal karya, etos kerja maupun semangat keilmuannya,
tetapi engkau dilarang mencontoh perilaku dan kebiasaanya. Jika kebiasaan
orang-orang kafir senantiasa berbangga diri dengan hasil-hasil pencapaiannya,
engkau harus tawadu’ betapa pun hebat hasil karyamu. Jika orang-orang
kafir menganggap semua kesuksesannya berasal dari usaha dan kerja kerasnya,
maka dirimu mesti sadar bahwa ikhtiarmu semata-mata berkat pertolongan dan
kebaikkan Allah Ta’ala.
Yang pertama harus engkau perhatikan bukanlah bagaimana
engkau bisa mencapai keberhasilan -sebab telah jelas bahwa semua karena
Allah-, tetapi kemana hatimu bergerak saat engkau menuju, sampai dan setelah
keberhasilan itu dalam genggamanmu, itulah yang harus engkau awasi. Jika geliat
hatimu senantiasa menuju arah cahaya, apapun pencapaianmu tidak lagi menjadi
penting bagimu. Tapi jika ia cenderung pada kegelapan, maka engkau harus
berhati-hati.
Ust. Yusron Mudzakkir
Posting Komentar