Memang banyak pembicaran dan perbincangan
yang mengarah bahwa seolah-olah malam Jum’at dan hari Jum’at adalah
waktu yang cocok untuk melakukan hubungan suami-istri. Keduanya akan
mendapatkan pahala berlipat dan memperoleh keutamaan khusus yang tidak
didapatkan pada hari selainnya. Kesimpulan tersebut tidak bisa disalahkan
karena ada beberapa dalil pendukung yang menunjukkan keutamaan mandi janabat
pada hari Jum’at. Sedangkan mandi janabat ada dan dilakukan setelah ada aktifitas
percintaan suami-istri.
Dari Abu Hurairah radliyallhu ‘anhu, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ
اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ
بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً
وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ
رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي
السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ
حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian
datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa
yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa
yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas.
Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor
ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti
berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah),
malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhari no. 881 Muslim no.
850).
Para ulama memiliki ragam pendapat dalam
memaknai “ghuslal janabah” (mandi janabat). Sebagaian mereka berpendapat bahwa mandi tersebut
adalah mendi janabat sehingga disunnahkan bagi seorang suami untuk menggauli
istrinya pada hari Jum’at. karena hal itu lebih bisa membantunya untuk menundukkan
pandangannya ketika berangkat ke masjid dan lebih membuat jiwanya tenang serta
bisa melaksanakan mandi besar pada hari tersebut. Pemahaman ini pernah
disebutkan oleh Ibnu Qudamah dari Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dan juga
disebutkan oleh sekelompok ulama Tabi’in. Imam al-Qurthubi berkata, “sesungguhnya dia adalah pendapat
yang peling tepat.” (Lihat: Aunul Ma’bud: 1/396 dari Maktabah Syamilah)
Pendapat di atas juga mendapat penguat dari
riwayat Aus bin Aus radliyallah ‘anhu yang berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ
يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ
عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at, berangkat lebih awal (ke
masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan
mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap
langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail
setahun.” (HR. Abu Dawud no. 1077, Al-Nasai no. 1364, Ibnu Majah no. 1077,
dan Ahmad no. 15585)
Menurut penjelasan dari Syaikh Mahmud Mahdi
Al-Istambuli dalam Tuhfatul ‘Arus, bahwa yang dimaksud dengan mandi jinabat pada hadits di atas
adalah melaksanakan mandi bersama istri. Ini mengandung makna bahwa sebelumnya
mereka melaksanakan hubungan badan sehingga mengharuskan keduanya melaksanakan
mandi. Hikmahnya, hal itu disinyalir dapat menjaga pandangan pada saat keluar
rumah untuk menunaikan shalat Jum’at. Adapun yang dimaksud dengan bergegas pergi menuju ke tempat
pelaksanaan shalat Jum’at pada awal waktu, adalah untuk memperoleh khutbah pertama. Wallahu'alam.
Ust. Mohammad Eksan
Posting Komentar