1. Mayoritas ulama menyatakan bahwa daging kuda halal.
Yang berpendapat demikian adalah Abdullah bin Zaubair, Fudhalah bin Ubaid, Anas bin Malik, Asma binti Abi Bakr, Suwaid bin Ghaflah, Alqamah, Al Aswad, Atha’, Suraih, Said bin Jubair, Al Hasan Al Bashri, Ibrahim An Nakha’i, Hamad bin Sulaiman, Ahmad, Ishaq, Abu Yusuf, Muhammad, Dawud dan lainnya.
Dalil yang dijadikan pegangan adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir, beliau berkata,”Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pada hari Khaibar melarang (makan) daging-daging keledai piaraan dan mengizinkan (memakan) daging-daging kuda” (Riwayat Al Bukhari-Muslim)
Hadits lain menyebutka, dari Jabir, beliau mengatakan,”Kami melakukan safar bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, dan kami memakan daging kuda dan meminum susunya.” (Daruquthni, Baihaqi, sanadnya dishahihkan oleh Imam An Nawawi)
2. Beberapa ulama berpendapat bahwa memakan daging kuda makruh.
Mereka adalah Ibnu Abbas, Malik, Abu Hanifah, dan Al Hikam. Abu Hanifah mengatakan,”Dosa memakannya akan tetapi tidak dinamakan haram.”
Dalil yang dijadikan sandaran adalah firman Allah Ta’ala yang artinya,”Dan kuda, bighal serta keledai, untuk kalian tunggangi dan sebagai perhiasan” (An Nahl:8)
Di ayat di atas tidak disebutkan bahwa hewan-hewan itu untuk dimakan, sedangkan di ayat sebelumnya disebutkan bahwa binatang ternak untuk dimakan. Ini menunjukkan bahwa kegunaan hewan-hewan di ayat itu hanya untuk tunggangan dan perhiasan.
Jawab: Al Khattabi menjawab hujjah di atas, bahwa disebutkannya kegunaan bintang itu untuk tunggangan dan perhiasan, karena kebanyakan dimanfaatkan untuk itu, dan ini bukan pembatasan bahwa selain untuk dua hal itu tidak boleh, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya,”Diharamkan atas kalian bangkai, darah dan daging babi.” (Al Maidah:3), bukan berarti pengharaman hanya sebatas dagingnya, sedangkan darah, kulit dan lainnya halal. Disebutkan daging karena kebanyakan itu yang dimanfaatkan.
Dalil yang dijadikan hujjah dari hadits, adalah riwayat yang datang dari Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,”Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang (memakan) daging kuda, bighal, keledai, dan binatang buas” (Riwayat Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Jawab: Imam Nawawi menyebutkan, bahwa para ulama bersepakat bahwa hadits ini dhaif. Dan lainnya mengatakan bahwa hadits ini mansukh (dihapus).
Imam Bukhari mengatakan, “fi hi nadhr” (di dalamnya ada masalah). Al Baihaqi,”isnadnya mudtharrib”. Al Khathtabi, “ fi isnadihi nadhr” (dalam isnadnya ada masalah). Sedangkan Abu Dawud mengatakan bahwa hadits ini mansukh. Penilaian Abu Dawud sesuai dengan hadits yang dijadikan argumen kelompok pertama, bahwa Rasulullah mengizinkan memakan daging kuda di hari khaibar.
Diambil dari Al Majmu’ fi Syarh Al Muhadzab oleh Almanar Press
Yang berpendapat demikian adalah Abdullah bin Zaubair, Fudhalah bin Ubaid, Anas bin Malik, Asma binti Abi Bakr, Suwaid bin Ghaflah, Alqamah, Al Aswad, Atha’, Suraih, Said bin Jubair, Al Hasan Al Bashri, Ibrahim An Nakha’i, Hamad bin Sulaiman, Ahmad, Ishaq, Abu Yusuf, Muhammad, Dawud dan lainnya.
Dalil yang dijadikan pegangan adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir, beliau berkata,”Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pada hari Khaibar melarang (makan) daging-daging keledai piaraan dan mengizinkan (memakan) daging-daging kuda” (Riwayat Al Bukhari-Muslim)
Hadits lain menyebutka, dari Jabir, beliau mengatakan,”Kami melakukan safar bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, dan kami memakan daging kuda dan meminum susunya.” (Daruquthni, Baihaqi, sanadnya dishahihkan oleh Imam An Nawawi)
2. Beberapa ulama berpendapat bahwa memakan daging kuda makruh.
Mereka adalah Ibnu Abbas, Malik, Abu Hanifah, dan Al Hikam. Abu Hanifah mengatakan,”Dosa memakannya akan tetapi tidak dinamakan haram.”
Dalil yang dijadikan sandaran adalah firman Allah Ta’ala yang artinya,”Dan kuda, bighal serta keledai, untuk kalian tunggangi dan sebagai perhiasan” (An Nahl:8)
Di ayat di atas tidak disebutkan bahwa hewan-hewan itu untuk dimakan, sedangkan di ayat sebelumnya disebutkan bahwa binatang ternak untuk dimakan. Ini menunjukkan bahwa kegunaan hewan-hewan di ayat itu hanya untuk tunggangan dan perhiasan.
Jawab: Al Khattabi menjawab hujjah di atas, bahwa disebutkannya kegunaan bintang itu untuk tunggangan dan perhiasan, karena kebanyakan dimanfaatkan untuk itu, dan ini bukan pembatasan bahwa selain untuk dua hal itu tidak boleh, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya,”Diharamkan atas kalian bangkai, darah dan daging babi.” (Al Maidah:3), bukan berarti pengharaman hanya sebatas dagingnya, sedangkan darah, kulit dan lainnya halal. Disebutkan daging karena kebanyakan itu yang dimanfaatkan.
Dalil yang dijadikan hujjah dari hadits, adalah riwayat yang datang dari Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,”Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang (memakan) daging kuda, bighal, keledai, dan binatang buas” (Riwayat Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Jawab: Imam Nawawi menyebutkan, bahwa para ulama bersepakat bahwa hadits ini dhaif. Dan lainnya mengatakan bahwa hadits ini mansukh (dihapus).
Imam Bukhari mengatakan, “fi hi nadhr” (di dalamnya ada masalah). Al Baihaqi,”isnadnya mudtharrib”. Al Khathtabi, “ fi isnadihi nadhr” (dalam isnadnya ada masalah). Sedangkan Abu Dawud mengatakan bahwa hadits ini mansukh. Penilaian Abu Dawud sesuai dengan hadits yang dijadikan argumen kelompok pertama, bahwa Rasulullah mengizinkan memakan daging kuda di hari khaibar.
Diambil dari Al Majmu’ fi Syarh Al Muhadzab oleh Almanar Press
Posting Komentar