Diceritakan, dahulu di kota marwu (salah
satu kota di negara Persia), terdapat seorang laki-laki yang bernama Nuh bin
Maryam, ia adalah seorang pemimpin sekaligus Qadli kota tersebut. Ia adalah
seorang laki-laki yang banyak mendapatkan nikmat juga harta benda yang
melimpah.
Ia juga seorang bapak yang memiliki seorang
anak gadis yang sangat cantik, baik, menarik, sungguh sempurna sekali
kecantikannya. Telah banyak para pembesar, petinggi, atau pemuda-pemuda kaya
yang datang untuk melamarnya. Tetapi tak ada seorang pun dari mereka yang
datang, dapat membuat tertarik hati syaikh Nuh bin Maryam untuk melepaskan anak
gadisnya.
Karena melihat putrinya sudah waktunya
menikah, tetapi belum menemukan sosok yang cocok sebagai pendamping putrinya,
syaikh Nuh bin Maryam merasa gundah dan susah menghadapi masalah ini. “Jika aku
memilih salah satu dari mereka, maka sebagian yang lain tentu akan merasa
kecewa”, kata syaikh Nuh bin Maryam.
Syaikh Nuh bin Maryam memiliki seorang
budak laki-laki yang bernama Mubarok, ia adalah seorang budak yang berasal dari
India dan merupakan seorang budak laki-laki yang sangat bertaqwa. Beliau
memiliki kebun yang sangat luas, kebun tersebut ia tanami dengan berbagai macam
pohon, buah-buahan, juga tumbuh-tumbuhan.
Syaikh Nuh bin Maryam berkata kepada budak
laki-lakinya; “Aku ingin engkau merawat dan menjaga kebunku”. Mendapat perintah tersebut, ia
lalu mulai menjaga dan menetap di kebun syaikh Nuh bin Maryam selama satu bulan
penuh.
Beberapa hari kemudian setelah Mubarok
mulai menjaga kebun tersebut, tuannya mengunjungi kebun untuk melihatnya. Ia
berkata kepada Mubarok; “Wahai Mubarok, petikkan aku segenggam anggur”. Mendapat perintah demikian,
Mubarok segera mengambilkan segenggam kurma, tetapi anggur yang dipetikkan oleh
Mubarok, ternyata terasa masam.
Mendapat anggur yang masam, syaikh Nuh bin
Maryam memerintahkan Mubarok untuk memetikkan anggur yang lain; “Petikkan aku
anggur yang lain, yang tadi masam rasanya…!”
Mendapatkan perintah demikian, ia mulai
memetikkan anggur yang lain, tetapi lagi-lagi anggur yang ia petik masam juga
rasanya. Mengetahui hal tersebut, syaikh Nuh bin Maryam heran lalu bertanya
pada Mubarok;
“Wahai Mubarok, dari anggur sebanyak ini, kenapa engkau tidak bisa
memetikkan untukku anggur yang manis, engkau malah memetikkan anggur yang
masam??”.
“Wahai tuanku, sungguh aku tak tau, mana anggur yang manis dan mana
anggur yang masam”, kata Mubarok.
“Subhanallah, engkau hidup satu bulan penuh dalam kebun anggur tetapi engkau belum bisa membedakan mana anggur yang manis dan mana yang masam??”. “benar wahai tuanku, aku tidak bisa membedakannya”, kata Mubarok.
“Subhanallah, engkau hidup satu bulan penuh dalam kebun anggur tetapi engkau belum bisa membedakan mana anggur yang manis dan mana yang masam??”. “benar wahai tuanku, aku tidak bisa membedakannya”, kata Mubarok.
“Kenapa engkau tidak mencicipi anggur tersebut, agar tau rasanya?”, kata syaikh
Nuh bin Maryam. “Engkau hanya memerintahkan aku untuk menjaganya, dan tidak
memerintahkan aku untuk mencicipinya, bagaimana bisa aku mengkhianatimu wahai
tuanku?!. Kata Mubarok.
Mendengar jawaban demikain, al-Qadli syaikh
Nuh bin Maryam merasa takjub akan kejujuran pemuda ini, lalu berkata; “Semoga Allah
menjagamu atas amanah yang engkau emban wahai pemuda”.
Disadur dari kitab at-Tibr al-Masbuk fi
Nashihah al-Muluk karya al-Imam al-Ghazali oleh al-Faqir As'ad PISS-KTB
Posting Komentar