Syaikh Nuh bin Maryam sekarang tau, bahwa
pemuda yang sedang berada di hadapannya adalah pemuda yang memiliki akal yang
cerdas. Syaikh Nuh bin Maryam berkata; “Wahai anak muda, sungguh hatiku
saat ini sangat senang kepadamu, dan aku ingin, engkau melaksanakan perintahku
berikutnya”.
“Aku selalu mentaati Allah Ta’ala dan perintahmu wahai syaikh”, kata
Mubarok.
Syaikh Nuh bin Maryam berkata; “Sesungguhnya aku memiliki seorang
putri yang sangat cantik dan sudah pernah di khitbah oleh banyak para pembesar
dan orang-orang penting, tetapi aku masih belum tau, siapa di antara mereka
yang harus aku jadikan menantu, apa saranmu atas masalahku ini??”.
Mubarok berkata; “Orang-orang kafir zaman jahiliyyah,
mereka lebih mengutamakan keturunan, nasab, kemasyhuran keluarga, juga
kedudukan”.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih mengutamakan keelokan dan
kecantikan. Pada masa Nabi shalallahu’alaihi wasallam, para sahabat lebih mengutamakan kebaikan agama juga
ketaqwaan”.
“Sedangkan di zaman kita sekarang, dalam masalah mencari mantu, para
orang tua lebih mengutamakan banyaknya harta benda. Oleh karena itu wahai
syaikh, anda bebas menentukan pilihan anda dari empat hal ini”.
Mendapat jawaban demikian, syaikh Nuh bin
Maryam berkata; “wahai pemuda, aku lebih memilih calon yang kokoh agamanya, bertaqwa
dan amanah. Oleh karena itu, aku ingin menjadikan engkau sebagai menantuku.
Karena aku sungguh telah menemukan kebaikan, agama yang kokoh, juga amanah pada
dirimu. Juga engkau adalah pemuda yang memiliki iffah (kemulyaan diri) juga
penjagaan diri yang bagus”.
Mendegar ucapan tuannya, Mubarok berkata; “Wahai tuan,
saya adalah seorang budak yang berasal dari India dan berkulit hitam yang telah
engkau beli dengan hartamu, kenapa engkau malah ingin menikahkan aku dengan
anakmu? Mengapa engkau malah meilihku dan ridlo kepadaku?”. “Berdirilah
bersamaku menuju rumahku untuk merembug masalah ini, kata syaikh Nuh bin
Maryam.
Setelah syaikh Nuh bin Maryam bersama
Mubarok sampai di rumah, beliau berkata kepada istrinya; “Ketahuilah,
pemuda India ini adalah seorang pemuda yang baik agamanya juga bertaqwa, aku
suka akan kesalehannya dan aku ingin menikahkannya dengan anak kita, apa
pendapatmu mengenai hal ini?”.
“Semua keputusan berada di tanganmu wahai suamiku, tetapi berilah aku
waktu sebentar untuk memberitahu anak kita, aku ingin mendengar jawabannya”, kata sang
istri. Sesampainya istri syaikh Nuh bin Maryam kepada anaknya, ia berkata
kepadanya tentang keinginan ayahnya.
Mendengar perkataan ibunya, gadis tersebut
menjawab; “Jika hal tersebut sudah menjadi pilihan ayah dan ibu, maka aku akan
melaksanakannya, aku tidak akan pernah menentang keputusan ayah dan ibu, aku
akan selalu berbuat baik kepada ayah dan ibu”.
Mendapat persetujuan dari anak gadisnya
yang sangat salihah ini, syaikh Nuh bin Maryam segera menikahkan Mubarok dengan
anak gadisnya tersebut.
Setelah pernikahan, syaikh Nuh bin Maryam
memberikan harta yang sangat banyak sekali kepada kedua mempelai tersebut, dan
tidak begitu lama kemudian, lahirlah dari kedua pasangan yang saleh dan solihah
tersebut seorang anak laki-laki tampan yang kemudian dinamai Abdullah.
Dialah anak yang kelak sangat terkenal di
kalangan Ulama Islam dengan nama Abdullah bin Mubarok, seorang ulama besar yang
memiliki banyak ilmu, zuhud, dan banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi
shalallahu’alaihi wasallam. Sampai saat ini, nama besar Abdullah bin Mubarok masih
dikenang dalam dunia Islam.
اللهم
ان كنت صالحا ارزقني زوجة صالحة وان لم اكن صالحا ارزقني زوجة تصلحني
Disadur dari kitab at-Tibr al-Masbuk fi
Nashihah al-Muluk karya al-Imam al-Ghazali oleh al-Faqir As'ad PISS-KTB
Posting Komentar