Jika sang suami ingin berjima’ lagi,
maka dianjurkan berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kamu telah bersetubuh dengan
istrinya, lalu ingin mengulanginya kembali maka hendaklah ia berwudhu”. (HR.
Muslim).
Aisyah menuturkan:”Adalah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila beliau hendak makan atau tidur
sedangkan ia junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu sebagaimana
wudhu untuk shalat.” (Muttafaq’alaih).
5. Larangan Dubur
Haram bagi suami menyetubuhi istrinya
di saat ia sedang haid atau menyetubuhi duburnya. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan persetubuhan
terhadap wanita haid atau wanita pada duburnya, atau datang kepada dukun
(tukang sihir) lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia
telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR.
Al-Arba`ah dan dishahihkan oleh Al-Alnbani).
6. Tidak Membuka Aib nya
Haram bagi suami-istri menyebarkan
tentang rahasia hubungan keduanya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Sesungguh-nya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi
Allah pada hari Kiamat adalah orang lelaki yang berhubungan dengan istrinya
(jima`), kemudian ia menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim).
7. Jangan Tergesa Meninggalkan Istri
Umumnya suami lebih sering mengalami
orgasme lebih cepat daripada istri. Namun demikian hal ini tidak bisa dijadikan
alasan untuk bersikap egois. Suami juga wajib berusaha agar istri dapat
merasakan puncak kenikmatan dalam hubungan intim.
Kemudian agar sedekah yang kita lakukan bersama pasangan kita juga memberikan
hasil optimal maka upaya untuk bisa mencapai puncak kepuasan secara
bersama-sama merupakan satu hal yang perlu diperhatikan dengan sangat. Bahkan
ada yang mengatakan wajib karena pencapaian kenikmatan secara
bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan
yakni sakinah, mawaddah dan rahmah.
Ketidakpuasan salah satu pihak dalam
jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat
yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar
Islam, “la dharara wa la dhirar” (tidak berbahaya dan membahayakan),
segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya
juga wajib.
Dengan demikian hal yang wajib
dilakukan suami ialah belajar dan berusaha agar sang istri juga dapat merasakan
puncak kepuasan. Merupakan satu tindakan yang bisa disebut egois dan dholim
apabila suami telah mengalami orgasme kemudian dengan segera ia mengakhiri
hubungan tersebut dan bergegas lepas dari pelukan sang istri.
Tindakan di atas adalah keliru. Sebab
kenikmatan yang dirasakan oleh istri dalam jima’ dan sampainya ia pada
orgasme, bukan semata-mata terletak pada alat kelaminnya saja. Tetapi ia juga
sangat menikmati adanya keterpautan tubuh, bahkan sangat menikmati setiap
sentuhan yang terjadi pada organ tubuh luar.
Bahkan yang terpenting dari semua itu
adalah istri dapat merasakan adanya cinta dan kasih sayang dari sang suami.
Sebab dengan hal itulah istri akan memliki kesiapan mental dalam dirinya untuk
mengakhiri hubungan tersebut, bahkan hal itu akan sangat menjadikan istri
selalu rindu untuk melakukan hubungan intim.
Oleh karena itu, sangat ditekankan
kepada para suami untuk tidak lupa selalu memberikan ciuman kepada istri
seketika setelah hubungan berakhir. Selain itu kata-kata yang manis, dekapan
yang hangat dari kedua belah pihak akan semakin memperkuat jalinan cinta di
antara keduanya.
Beberapa langkah di atas merupakan
bagian kecil dari tuntunan Rosulullah SAW bagi umatnya untuk memelihara kasih
sayang antara suami dan istri.
Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan
rumah tangga yang sakinah, mawaddan wa rahmah insya Allah secara
perlahan dapat dicapai. Islam itu sempurna, maka raihlah kebahagiaan dengan
memahaminya dan mengamalkannya. Mudah-mudahan kita mengamalkan sunnah
Nabi dan meninggalkan tradisi jahiliyah yang buruk.
M. Nawawi
Posting Komentar