Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Degradasi Moral Remaja

Degradasi Moral Remaja

Merdeka.com - Aksi arogan siswi SMA yang mengaku anak jenderal saat konvoi di Jalan Sudirman, Medan, Rabu (6/4) sore, berbuntut panjang. Polresta Medan menyatakan mencari remaja itu setelah munculnya bantahan dari Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Pol Arman Depari.
Salah satu upaya pencarian dilakukan dengan cara melacak pemilik Honda Brio BK 1428 IG. "Rencana tindak lanjut, Satlantas akan mengejar pemilik kendaraan tersebut dan akan melakukan pemeriksaan, hasil riksa akan dikabarkan," kata Kapolresta Medan Kombes Pol Mardiaz Kusin Dwihananto.
Dia memaparkan telah ditanyai Irjen Arman Depari terkait adanya siswi yang diamankan personel Satlantas Polresta Medan saat konvoi yang mengaku-aku sebagai anaknya.
"Beliau menyatakan bahwa setelah melihat di medsos sama sekali tidak mengenali anak tersebut dan ketiga putra beliau adalah laki-laki dan semuanya sekolah di Jakarta," jelas Mardiaz.
Seperti diberitan, seorang siswi bertindak arogan setelah kendaraan yang mereka tumpangi dihentikan. Selain protes, dia mengancam perwira Polantas dan menyatakan dirinya anak dari Arman Depari. "Oke Bu ya, aku enggak main-main ya Bu. Kutandai Ibu ya. Aku anak Arman Depari," ucapnya.
Pada dasarnya, masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Terlepas dari konteks ciri-ciri perubahan fisik, masa remaja biasanya ditandai juga dengan ciri-ciri non-fisik. Di antaranya, mereka cenderung memiliki rasa ingin tahu yang kuat, mencoba hal-hal baru, mulai timbul rasa suka terhadap lawan jenis dan lain sebagainya. Apabila hal-hal tersebut tidak tersalurkan dengan benar, bisa jadi remaja tersebut akan terjerumus dalam hal-hal negatif. Dan salah satu penyebabnya adalah kemerosotan moral mereka.


Dalam Islam, yang dimaksud remaja adalah orang yang sudah baligh. Apabila Perempuan, yaitu yang sudah berumur 9 tahun atau telah mengalami menstruasi. Sedangkan laki-laki,  jika sudah berumur 15 tahun atau telah mengalami mimpi basah. Dalam bahasa latin, remaja disebut dengan adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Kedewasaan ini, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.


Dalam bahasa arab remaja diistilahkan dari kata syubbaan atau marhalah al-Muraahiq yang artinya pemuda atau masa remaja. Namun, hal ini Rasulallah SAW mengistilahkan remaja dengan kata syubbaan bukan dengan kata muraahiq. Sebab, dalam kamus bahasa arab istilah syubbaan berarti kekuatan, baru, indah, tumbuh, awal segala sesuatu. Sedangkan muraahiq berarti kedunguan dan kebodohan, kejahatan, dan kedzaliman, serta gemar melakukan kesalahan. Dari pengertian muraahiq tersebut, ilmuan-ilmuan banyak yang berpandangan bahwa masa remaja adalah masa yang cenderung kepada hal-hal yang negatif.


Masa inilah yang menentukan sikap mereka di masa depan. Di mana ketika penggemblengan pada remaja itu dilakukan dengan benar, maka hasilnya akan baik. Begitu pula sebaliknya. Namun, belakangan perilaku remaja semakin kesini semakin cepat. Dalam artian, mereka mengalami kedewasaan sebelum waktunya. Maksudnya, dewasa ini diartikan dalam konteks negatif. Mereka bertingkah layaknya orang dewasa yang gandrung dengan hedonisme.


Beramacam-macam alat terkait dengan teknologi dan informasi menjadi salah satu penyebabnya. Ponsel pintar (smartphone) dan aneka gadget lainnya yang mereka anggap memberikan tawaran menarik menjadi magnet tersendiri. Alat-alat canggih itu mereka anggap lebih mudah dan akhirnya menggantikan cara lama dalam mereka bermain, berkomunikasi, dan bersosialisasi. Alat-alat itu mereka anggap lebih efisien dan menyenangkan. Ujungnya, anake gadget itu mengganti peran permainan anak-anak dan remaja tempo dulu. Mereka kini lebih senang bermain lewat facebook, twitter, BBM, dan jejaring sosial lainnya.


Aneka “permainan modern” di atas lebih cenderung mengarah pada pencarian kesenangan dan kepuasan semata. Hal inilah yang membuat perkembangan mental dan emosional mereka tidak stabil dan terganggu. Mereka misalnya, hanya ingin menjadi pemenang seperti dalam game yang mereka mainkan. Tak ada lagi rasa empati, kerjasama dan negosiasi seperti yang akan didapatkan dari permainan tradisional. Akibatnya, saat ini banyak remaja dapat dikatakan merosot dari segi moralnya. Mereka tidak dapat menggunakan pemikiran yang matang dalam menghadapi suatu persoalan.


Emosi remaja sekarang yang relatif labil itu membuat mereka gampang terjatuh dalam hal-hal yang negatif. Padahal, itu merupakan kesenangan semu saja. Saat ini, istilah “pacaran” bukan lagi hanya milik orang dewasa. Anak-anak yang baru menginjak remaja banyak sekali yang berani melakukannya. Bahkan tak sedikit yang terjerumus dalam pergaulan bebas. Fasilitas yang disediakan oleh perangkat modern, seperti facebook dan lain sebagainya menambah kemudahan bagi mereka dalam melakukan pacaran. Foto-foto di facebook sudah mampu membuat mereka menjalin hubungan pacaran, bahkan tanpa melihat sosok sebenarnya.


Pencarian atas rasa senang dan puas, tanpa didasari pemikiran yang jauh tentang akibat membuat mereka mencoba-coba hal-hal yang baru. Mungkin belum pernah mereka kenal sebelumnya. Di antaranya, membuka situs-situs dewasa yang banyak tersedia di internet. Awalnya mungkin hanya penasaran, namun lama kelamaan mereka terbiasa dengan hal tersebut.


Begitu juga, banyak di antara remaja sekarang yang terjerumus dalam lembah kenistaan. Sebagian besar berawal dari jalinan hubungan dengan lain jenis atau pacaran. Tanpa banyak pertimbangan, mereka melakukan sesuatu yang seharusnya tidak pantas untuk dilakukan. Seperti berciuman, berpelukan, bahkan melakukan hubungan layaknya sepasang suami istri. Apabila telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, banyak di antara mereka yang kebingungan, tak tahu harus berbuat apa. Mereka banyak yang depresi, bahkan ada juga yang sampai bunuh diri. Banyak kasus yang telah terjadi, mereka terjangkit penyakit-penyakit seperti penyakit HIV-AIDS, raja singa, dan penyakit kelamin lainnya. Ironisnya peristiwa tersebut semakin hari semakin parah.


Kemerosotan moral mereka dapat dilihat dari banyak remaja yang tidak senang dengan pendidikan. Mereka mengenyam pendidikan seolah-olah hanyalah sebagai syarat sebagai seorang pelajar. Selain itu, banyak remaja yang tidak memiliki sopan santun terhadap orang lain. Baik kepada guru, maupun orang yang lebih tua darinya. Mereka bersikap seperti bersikap dengan teman sebayanya.


Agar kemerosotan moral remaja seperti yang disebutkan di atas tidak terus meluas, maka perlu upaya penanganan serius dan intensif untuk meminimalisirnya. Upaya itu tentu saja harus melibatkan semua pihak; kalangan keluarga, sekolah, pemerintah, lingkungan, dan lain-lain.  Para remaja itu harus kembali dikenalkan dengan pendidikan nilai-nilai agama, adat-istiadat, susila, etika sosial. Selain itu, kebiasaan yang sesuai dengan aturan-aturan hukum juga perlu ditegakkan. Hal itu diharapkan dapat mengembalikan lagi moral remaja yang saat ini sudah memprihatinkan. Melalui pendidikan moral yang intensif, diharapkan akan lahir generasi muda yang berkarakter kuat dan bermoral baik. WaAllahu a’lam bi al-shawab





Isna Juita Nurhidayah, Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Fisika UIN Walisongo Semarang dan Ketua Perserikatan Santri Intelektual Idealis (PERISAI). Tulisan dimuat di koranmuria.com
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger