Pembahasan mengenai zikir sebagai
alternatif pengganti sujud tilawah dihubungkaitkan dengan pembahasan utama
mengenai zikir sebagai alternatif pengganti shalat sunnah tahiyyatul masjid.
Artinya zikir alternatif pengganti sujud tilawah merupakan pembahasan cabang
atau far’ul qiyas dari pembahasan zikir pengganti shalat tahiyyat.
Kebanyakan kalangan Syafi’iyyah
dapat menerima pemberlakuan qiyas ini. Sementara sebagian yang lain seperti Al
Haytami menolak pelaksanaan qiyas dalam dua masalah dimaksud. Bahkan beliau
tampak menolak legalisasi zikir sebagai alternatif pengganti shalat tahiyyat,
yang notabenenya adalah ashlul qiyaas dari legalisasi zikir sebagai alternatif
pengganti sujud tilawah.
Lebih dari itu, Ibnu Hajar Al
Haytsamiy tampak menolak validitas dalil al ashl, yaitu dalil yang digunakan
untuk membangun hukum diizinkannya mengganti shalat sunnah tahiyyat dengan
zikir subhanallah hingga seterusnya. Hal ini terlihat dari keraguan
beliau terhadap validitas atau keshahihan informasi "yuqaal" dan
informasi dari sebagian ulama salaf.
Jika dikaitkan dengan validitas
dalil maka kecenderungannya memang seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Hajar
Al Haytsamiy.
Al imam Al Gahazali –yang dalam hal
ini sering dijadikan rujukan oleh kalangan Syafi’iyyah generasi selanjutnya,
dengan “gaya pemikiran fiqh-nya” yang khas- tampaknya ingin mendorong setiap
orang yang masuk masjid agar memberikan penghormatan kepada tempat ibadah
tersebut. Beliau menginginkan, jika tidak bisa dengan shalat sunnah tahiyyat
paling tidak berzikir dan jangan sampai tidak melakukan penghormatan sama
sekali terhadap masjid.
Keputusan hukum yang ditarik oleh Al
Ghazaliy mengenai zikir alternatif pengganti shalat tahiyyatul masjid ini di
kemudian hari -oleh sebagian ulama Syafi'iyyah lain generasi selanjutnya-
dijadikan sebagai "model" untuk menarik kesimpulan baru bahwa zikir
yang sama -atau zikir lain seperti samii'naa hingga seterusnya- dapat mengganti
posisi sujud tilawah atau sujud syukur.
Ketika membahas masalah, penulis
menemukan kesalahan (kecil) dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaytiyyah yang
memberikan catatan bahwa Ibnu Hajar yang dimaksud di atas adalah Ibnu
Hajar Al 'Asqalani. Ini tidak benar. Ulama Syafi'iyyah yang menolak
eksistensi zikir sebagai alternatif pengganti tahiyyatul masjid, sujud tilawah
atau sujud syukur adalah Ibnu Hajar Al Haitsamiy atau Al Haytami (penulisan
namanya bisa menggunakan taa` atau tsaa`).
Semoga Allah selalu memberikan kasih
sayangNya untuk semua ulama yang disebutkan di atas dan memberikan
manfaat ilmu mereka kepada kita. Rahimahumullah.
Ust. Faishol Ponpes AL Muta'allimin Jakarta
Posting Komentar