Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib
baginya mengabaikan dunia. Barangsiapa menghendaki Allah, maka wajib baginya
mengabaikan kehidupan akhirat. Ia harus mencampakkan kehidupan duniawinya demi
Rabbnya. Selama keinginan, kesenangan, dan upaya duniawi dan di dalam hatinya
seperti makan, minum, berbusana, menikah, tempat tinggal, kendaraan, jabatan,
ketinggian dalam pengetahuan tentang lima pilar ibadah dan hadis dan
penghafalan al-Quran dengan segala bacaan, bahasa, dan segala retorikanya.
Begitu pula keinginan akan lenyapnya kemiskinan, datangnya
kekayaan, berlalunya musibah, datangnya kesenangan, hilangnya kesulitan dan
datangnya kemudahan—jika keinginan semacam itu masih bersemayam di dalam benak
orang, maka itu tentu bukan seorang saleh, karena dalam segala hal ini ada
kenikmatan bagi diri manusia dan keselarasan dengan kehendak jasmani,
kesenangan jiwa dan kecintaannya. Hal-hal ini merupakan kehidupan duniawi, yang
di dalamnya orang senang kebaikan, dan dengannya orang coba mendapatkan
kepuasan dan ketentraman jiwa.
Orang harus berupaya meniadakan hal-hal ini dri hatinya, dan
mempersiapkan diri untuk meniadakan semua ini dan menyirnakannya dari jiwa, dan
berupaya bersenang dalam peluruhan dan kemiskinan, sehingga tiada lagi di dalam
hatinya kesenangan mengisap biji kurma, sehingga pematangannya dari kehidupan
duniawi menjadi suci.
Jika memang telah sempurna, maka segala duka cita hatinya
dan kecemasan benaknya akan sirna, dan datanglah kepadanya kesenangan,
kehidupan yang baik dan keintiman dengan Allah, sebagaimana disabdakan oleh
Nabi Muhammad Saw: “Mengabaikan dunia memberikan kenyamanan pada hati dan
tubuh”. (HR At-Tabrani)
Tetapi, selama masih ada di dalam hatinya kesenangan kepada
dunia ini, maka duka cita dan ketakutan tetap bersemayam di dalam hatinya, dan
kehinaan mengiringnya, begitu pula keterhijaban dari Allah Yang Mahaperkasa
lagi Mahaagung, oleh tabir tebal yang berlipat-lipat. Semua ini tak beranjak,
kecuali melalui kecintaan akan dunia ini dan pemutusan darinya.
Kemudian ia harus berzuhud mengabaikan kehidupan akhirat
juga agar ia tidak terjebak menghendaki kedudukan dan derajat tinggi, pembantu-pembantu
cantik, rumah-rumah, kendaraan, busana, hiasan, makanan, minuman, dan hal-hal
lain sejenisnya, yang disediakan oleh Allah Ta’ala bagi hamba-hamba
beriman-Nya. Maka janganlah coba mendapatkan balasan, atau sesuatu tindakan,
dari Allah Azza wa Jalla di dunia ini atau di akhirat.
Jika sudah demikian halnya, maka Allah akan memberi balasan
sebagai rahmat dan kemurahan-Nya. Maka Ia akan mendekatkan kepada-Nya dan
melimpahkan kelembutan-Nya, dan Ia memperkenalkan diri-Nya dengan pelbagai
karunia dan kebajikan, sebagaimana Ia berlaku terhadap para Nabi dan
utusan-Nya, terhadap kekasih-kekasih-Nya.
Maka setiap hari, dalam hidupnya,
urusannya kian sempurna, dan dibawalah ia ke akhirat untuk mengecap yang tak
terlihat oleh mata, yang tak terdengar oleh telinga, dan yang tak terpikirkan
oleh manusia, yang sungguh tak dapat diahami dan tak terungkapkan oleh bahasa.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitab Adab As-Suluk wa
At-Tawassul ila Manazil Al-Muluk
Posting Komentar