Sekarang kita tengah memasuki bulan Ramadhan. Pada bulan ini,
terdapat peristiwa-peristiwa besar yang bersejarah. Di antaranya Nuzulul Qur’an
(turunnya Al-Qur’an). Pada bulan ini pula, mulai fajar sampai menjelang maghrib
kita diwajibkan berpuasa. Sedangkan di malam harinya kita disunahkan melakukan
Shalat Tarawih dan Witir secara berjama’ah. Dalam kitab I’anatuth
Thâlibin, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
mulai dari terbit fajar hingga tenggelamnya matahari dengan syarat-syarat
tertentu. (I’ânatuth Thâlibin, Juz II, 215)
Puasa mulai disyari’atkan pada tahun 2 H. Pada masa-masa awal
Islam, kewajiban puasa tidak bersifat mu’ayyan (tidak ada pilihan
lain), tetapi mukhayyar, artinya umat diperbolehkan memilih
antara melaksanakan puasa atau membayar fidyah (memberi 2
mud/kira-kira 5 ons dari makanan pokok negara kepada fakir miskin). Hal ini
menyebabkan para aghniya’ (orang-orang kaya) lebih memilih
membayar fidyah dari pada berpuasa. Selanjutnya turunlah ayat
yang menjelaskan kewajiban puasa secaramu’ayyan.
“Barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”
(QS.Al-Baqarah, 185)
Jika mau meluangkan waktu untuk ber-tafakkur
(berfikir secara mendalam), maka kita akan tahu, segala sesuatu yang diwajibkan
pasti ada hikmah dan faedahnya, termasuk puasa. Diantara faedah puasa ialah:
Pertama , faedah yang
bersifat ruhiyyah (spiritual), seseorang akan berlatih bersabar
dan menjauhkan diri dari bujuk rayu nafsu dan syahwat. Sehingga jiwa akan
senantiasa menaati perintah serta menjauhi larangan Sang Khaliq.
Hal ini dapat dicapai ketika motif mengerjakan puasa hanya semata-mata karena
Allah, bukan karena menggugurkan kewajiban semata. Di samping itu, puasa juga
menjauhkan diri dari sifat sombong. Karena tidak ada orang sombong yang setiap
harinya menahan lapar dari makan dan lapar dari maksiat.
Kedua , dilihat dari aspek
sosial, terjadinya sebuah persatuan, kesatuan, kedisiplinan, keadilan,
persamaan, serta kasih sayang dan pembentukan moralitas di tengah masyarakat.
Hal ini merupakan refleksi dari berpuasa dimana kaum muslimin merasakan haus,
lapar, dan kenyang bersama-sama. Tidak ada diskriminasi antara si kaya atau si
miskin, antara kaum elit ataupun kaum alit, semuanya dalam tata atur yang sama.
Ketiga , aspek kesehatan.
Sebagian ahli medis berkebangsaan Eropa mengatakan bahwa puasa satu bulan di
bulan Ramadhan membersihkan endapan-endapan yang sudah tidak berfungsi lagi di
dalam tubuh selama rentan waktu satu tahun yang telah dilalui. Di samping itu,
puasa juga dapat memperlancar pencernaan, mengurangi berat badan dan membakar
sisa-sisa lemak serta beberapa fungsi kesehatan lainnya. Jauh hari sebelumnya,
Rasulullah sudah mewanti-wanti terapi ini dalam sebuah Hadits yang telah
diriwayatkan Abu Hurairah:
“Berpuasalah kamu, niscaya akan sehat” (Al-Jâmi’ Ash-Shaghîr Juz II, 45)
Dan sampai hari ini, kewajiban itu terus berkelanjutan. Tak
akan diubah. Tapi, ada juga sebagian orang yang diperbolehkan tidak menunaikan
puasa Ramadhan. Siapa saja mereka? Untuk menjawabnya, kita harus mengetahui
syarat-syarat wajib puasa, maka kita juga akan tahu siapa yang tidak diwajibkan
berpuasa, dan siapa yang boleh tidak melaksanakannya. Syarat wajib itu adalah :
[1] Islam, walaupun Islamnya di waktu yang telah lampau (murtad). Syarat
pertama ini mengecualikan orang kafir. Mereka tidak wajib puasa.
[2]
Mukallaf (aqil danbaligh). Syarat ini menjadikan orang gila, dan
anak kecil (shobiy) tidak wajib berpuasa.
[3] Ithâqah (mampu
berpuasa), orang-orang yang tidak mampu berpuasa, berarti dia tidak wajib
melaksanakannya. Seperti karena sakit yang parah, atau sebab terlalu renta.
[4]
Sehat, yaitu keadaan tidak sakit yang sampai memperbolehkan melakukan tayammum.
[5] Iqamah qashar sholat juga diperbolehkan tidak berpuasa. (Kasyifah
as-Saja: 116, Raudhah at-Thalibin, I, 274)
Adapun dalil al-Qur’an tentang orang-orang yang diperbolehkan
tidak berpuasa di antaraya terdapat pada surat al-Baqarah 185: (menetap), berarti bagi orang yang bepergian (musafir) yang
diperbolehkan . “Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkanya
itu pada hari yang lain.”
Buletin El Fajri Al Qudsiyyah
+ comments + 1 comments
semoga usahanya sukses
Posting Komentar