Berkenaan dengan pelaksanaan
sholat di dalam mobil atau perahu untuk sekedar menghormati waktu (ibadah) dan
mengulanginya lagi setelah tiba di darat, terdapat banyak dalil. Dalil tersebut
sebagaimana akan disebutkan di bawah ini.
Siti Aisyah mengatakan bahwa
ia pernah meminjam kalung dari Asma’, lalu kalung itu hilang. Rasulullah SAW
mengutus seseorang untuk mencarinya, dan kebetulan ia mendapatkannya. Ketika
datang waktu sholat dan mereka tidak menemukan air, maka mereka pun melakukan
sholat. Lalu meraka melaporkan perbuatannya itu kepada Rasulullah SAW. maka
Allah SWT menurunkan ayat mengenai bolehnya tayamum. Demikian riwayat al
Bukhari (I: 440, al Fath al Bari) dan yang lainnya.
Sahabat-sahabat Rasulullah SAW melakukan sholat tanpa wudhu dan tanpa tayamum
karena mereka melakukan sholat untuk menghormati waktu ibadah. Akan tetapi,
sholat tanpa bersuci tidak sah, sehingga mereka wajib mengulanginya. Hal ini
diisyaratkan oleh Rasulullah SAW lewat sabdanya, “Allah tidak menerima sholat
tanpa bersuci.” (HR Muslim dalam Shahihnya, I: 204)
Diriwayatkan secara kuat (tsabit)
bahwa Rasulullah SAW pernah melihat seseorang yang melakukan sholat, sedang
pada tumitnya ada sedikit yang tidak terkena siraman air wudhu. Nabi Muhammad
SAW memerintahkannya untuk mengulangi wudhu dan sholatnya (HR Imam Ahmad, III:
424; Abu Dawud, I: 45; Hadits Shahih)
Nabi Muhammad SAW menyuruh orang
tersebut untuk mengulangi wudhunya sebagai peringatan keras baginya, padahal ia
pun cukup membasuh kedua kakinya dengan sempurna. Kemudian beliau menyuruhnya
untuk mengulangi shalatnya karena sholatnya tersebut dilakukan tanpa bersuci
yang benar.
Ada sebuah contoh yang penting, yaitu jika seseorang menumpang pesawat terbang dengan rute perjalanan menuju arah terbenamnya matahari, tetapi matahari tidak terbenam, karena, umpamanya, ia berjalan-jalan dari Jordania ke Amerika. Ia menanyakan cara melakukan sholat ketika matahari terbenam baginya dalam perjalanan.
Ada sebuah contoh yang penting, yaitu jika seseorang menumpang pesawat terbang dengan rute perjalanan menuju arah terbenamnya matahari, tetapi matahari tidak terbenam, karena, umpamanya, ia berjalan-jalan dari Jordania ke Amerika. Ia menanyakan cara melakukan sholat ketika matahari terbenam baginya dalam perjalanan.
Jawabannya, hendaknya ia
melakukan sholat di pesawat sesuai dengan kemampuannya lewat hisab
(perhitungan) dan jam. Setelah turun dari pesawat, ia wajib mengqadha shalatnya
untuk satu hari penuh, yaitu lima sholat fardhu, tujuh belas rakaat. Hal itu
perlu dilakukan untuk kehati-hatian dan membebaskan kewajibannya. Jika ia telah
sampai ke daerah atau negeri tujuannya, seperti Amerika, maka ia wajib
melaksanakan shalat seperti yang diwajibkan kepada penduduk negeri tersebut.
Meskipun ia sampai sebelum terbenam matahari pada waktu shalat ashar, lalu
matahari terbenam dan ia terlambat melakukan sholat ashar, maka ia harus
mengqadhanya. Inilah pendapat yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan
menurut saya.
Dan inilah yang saya pegang dalam
menyembah Allah SWT karena pendapat ini lebih aman, lebih hati-hati, dan lebih
membebaskan diri dari beban tanggung jawab terhadap agama. Wallahu a’lam
Buletin Fajar Ilmu oleh al Habib Hasan bin Ali as-Saqqaf
Posting Komentar