Dalam surat Al-Baqarah, Allah SWT menyebutkan bahwa dalam semua ciptaan-Nya
tidaklah sia-sia, bahkan seekor nyamuk sekalipun atau bahkan yang lebih rendah
daripada itu. Orang mukmin akan beriman terhadap hal itu dan memandangnya sebagai
sesuatu yang haq (benar), tetapi si kafir akan mengingkari dan bahkan
menganggap tidak perlu Allah mengumpamakan dengan nyamuk atau sebagainya.
Ayat-ayat berikut berbicara tentang perumpamaan dan jawaban Allah atas komentar
orang-orang kafir tentang hal tersebut. Marilah kita perhatikan kandungan
ayat-ayat itu dan penafsiran para ulama.
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 26-27 (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau
yang lebih rendah. Adapun orang-orang yang beriman meyakini bahwa perumpamaan
itu benar-benar dari Tuhan mereka, sementara mereka yang kafir mengatakan, ‘Apa
maksud Allah menjadikan perumpamaan ini?’ Dengan perumpamaan itu banyak orang
yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang
diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang
yang fasik. Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah
meneguhkannya, memutuskan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka unntuk
menghubungkannya, dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang
yang rugi.” (QS. Al-Baqarah: 26-27).
Ketika Allah memberikan dua perumpamaan tentang orang-orang munafik dalam
firman-Nya, “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api”
dan “Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit”,
orang-orang munafik berkata, “Allah terlalu suci dari membuat
perumpamaan-perumpamaan seperti ini.” Maka Allah menurunkan ayat ini
sampai firman-Nya, “Mereka itulah orang-orang yang rugi.”
Qatadah mengatakan: Ketika Allah menyebut perihal berupa laba-laba atau
lalat, orang-orang musyrik berkomentar, “Ada apa denga laba-laba dan lalat
sehingga harus disebut-sebut?” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Sesungguhnya
Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah.”
Artinya, Allah tidak malu menyatakan kebenaran dengan menggunakan sesuatu yang
sedikit atau banyak, atau yang dipandang kecil atau besar.
Mengenai makna firman Allah, “Atau yang lebih rendah dari itu”, terdapat dua
pendapat. Pertama, yang lebih kecil atau lebih remeh lagi. Ini pendapat
sebagian besar muhaqqiq, kritikus. Pendapat kedua mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah yang lebih besar daripada itu.
Qatadah bin Di’amah dan Ibnu Jarir adalah sebagian di antara yang
berpendapat demikian. Pendapat tersebut dikuatkan oleh haidits yang
diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Ketika
seorang muslim terkena dud atau yang lebih besar dari itu, ditetapkan baginya
satu derajat dan dihapuskan satu kesalahannya.”
Jadi, Allah memberitakan bahwa Dia tidak memandang remeh sesuatu yang
diciptakan-Nya sebagai perumpamaan meskipun dipandang hina dan kecil, seperti
lalat. Sebagaimana tidak enggan menciptakannya, Allah pun tidak enggan
membuatnya menjadi perumpamaan, sebagaimana perumpamaan lalat dan laba-laba
dalam firman-Nya, “Sesungguhnya segala yang kalian seru selain Allah
sekali-kali tidak dapat mencipkakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu
untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka
tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang
menyembah dan amat lemahlah yang disembah.” (QS Al-Hajj: 73).
Begitu juga perumpamaan yang disebutkan dalam ayat-ayat lainnya berikut ini:
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah
adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling
lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui.” (QS Al Ankabut: 41).
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang
tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun.” (QS An-Nahl: 75).
“Dan Allah membuat pula perumpamaan: dua orang laki-laki, yang seorang bisu,
tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya itu,
dan tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan
orang yang menyuruh berbuat keadilan?” (QS An-Nahl: 76)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tidak ada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS Al Ankabut: 43).
Seorang ulama salaf mengatakan, “Jika aku mendengar suatu perumpamaan dalam
Al-Quran dan tidak dapat memahaminya, aku menangisi diriku, karena Allah telah
berfirman, ‘Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan
tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Adapun orang-orang yang beriman,
mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka’ adalah, mereka
mengetahui bahwa itu merupakan kalam Allah dan dating dari sisi-Nya.
Dinukilkan dari Tafsir Ibnu Katsir oleh Habib
Sholeh Bin Achmad Bin Salim Alaydrus
Posting Komentar