Apabila pernikahan dengan saudara mantan istri, baik kakaknya
maupun adiknya, dilakukan sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam agama,
hukumnya boleh dan halal. Hanya saja, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan.
Jika
istri pertamanya itu sudah meninggal dunia, boleh saja perkawinan kedua segera
dilakukan. Kalau masih dalam keadaan sakratul maut, belum boleh. Misalnya saja
istrinya yang dalam keadaan sakit yang sangat parah memintanya agar ia nanti
menikah dengan adik atau kakaknya. Lalu karena ingin meyakinkan istrinya bahwa
ia mau melakukan itu, di waktu istrinya dalam keadaan mendekati ajal ia
menikahi saudara kandung istrinya, itu tidak sah dan haram. Jadi baru boleh
dilakukan setelah dipastikan bahwa sang istri telah meninggal dunia, meskipun
baru beberapa jam atau beberapa hari meninggal dunia. Masalah pantas atau tidak
pantas menurut penilaian orang lain, itu persoalan lain.
Demikian pula jika istrinya itu telah ditalaknya dengan talak
bain (talak yang putus, yang tidak dapat rujuk lagi), seperti talak khul’iy
(talak atas permintaan istri) atau talak tiga, boleh saja perkawinan dengan
saudara perempuan istri itu segera dilakukan.
Akan tetapi jika istrinya itu diceraikan dengan talak rij’iy
(talak yang dapat rujuk lagi), seperti talak satu yang biasa, umpamanya, belum
boleh mengawini saudara perempuan istrinya itu selama istrinya masih berada
dalam masa iddah. Sebab, istri yang berada dalam masa iddah talak rij’iy masih
dihukumi sebagai istri, karena sewaktu-waktu dapat rujuk kembali. Kalau sudah
lewat masa iddah, boleh menikahi adik atau kakak mantan istrinya itu.
Syara‘ melarang seseorang menghimpun atau menggabung dua
saudara menjadi istri yang dimadu. Dalam surah An-Nisa’ ayat 23 Allah SWT
berfirman, yang artinya, “.... Dan tidak boleh kamu himpunkan dua saudara
perempuan, melainkan apa-apa yang telah lampau.”
Menurut Tafsir Ibnu Katsir pada juz I, penafsiran ayat itu
adalah, “Dan diharamkan atas kamu menghimpun dua saudara perempuan
bersama-sama dalam perkawinan, dan demikian pula pada pemilikan budak belian;
kecuali apa-apa yang telah lalu pada kamu pada masa Jahiliyyah, maka
sesungguhnya telah Kami ampuni kamu atas hal itu.”
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Dhahhak bin Fairuz dari
ayahnya, ia berkata, “Aku telah masuk Islam, sedangkan padaku ada dua orang
istri yang bersaudara, maka Nabi SAW memerintahkan aku untuk menceraikan
salah seorang dari keduanya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu
Majah).
Dalam Hasyiyah al-Bajuri pada juz I disebutkan, “Maka menjadi
halal saudara perempuan istri atau ipar perempuan, dengan sebab matinya
istri atau tertalak bain. Lain halnya jika ia mentalaknya dengan talak
rij`iy, maka tidaklah halal saudara perempuannya itu selama istrinya masih di
dalam iddah, karena perempuan yang berada dalam masa iddah talak rij`iy masih
dihukumi sebagai istri.”
Bagaimana jika mantan istrinya itu sakit hati karena mantan
suaminya menikah dengan kakak atau adiknya?
Itu masalah lain. Selama syarat dan
rukun nikahnya dipenuhi, sah pernikahannya. Namun kalau memang tujuan ia
menikahi kakak atau adiknya karena ingin menyakiti mantan istrinya,
perbuatannya itu haram, meskipun pernikahannya sendiri sah jika dilakukan
sesuai aturan agama.
Namun perlu pula kita perhatikan, banyak sekali hal yang boleh
dilakukan namun tidak patut kita memperbuatnya. Misalnya saja, shalat dengan
memakai kaus buntung yang tak ada lengannya, boleh saja kita melakukannya, tapi
itu tak pantas. Menghadap Allah kok seperti itu, padahal menghadap orang yang
kita hormati saja luar biasa kita menyiapkan penampilan kita. Masalah sahnya
ya sah asalkan semua syarat dan rukun shalatnya terpenuhi, tetapi itu tidak
pantas.
Begitu juga masalah pernikahan dengan saudara mantan istri
yang dicerai. Kalau memang ada pihak-pihak yang nanti akan tersakiti meskipun
si laki-laki tidak bermaksud menyakiti, sebaiknya dipertimbangkan lagi, kecuali
kalau sudah terjadi.
Selain itu yang juga sering tak dipikirkan masak-masak oleh
orang yang akan menikah adalah bahwa menikah dengan seseorang berarti kita akan
berhubungan dengan semua anggota keluarganya, orangtuanya, kakaknya,
adiknya, dan lain-lain. Tentu hubungan itu tak akan semulus dibandingkan bila
menikah dengan yang lain. Begitu juga hubungan istri yang baru itu dengan
saudaranya yang adalah mantan istri suaminya, tentu akan berubah dan hampir
pasti menjadi tidak harmonis lagi. Jadi akan menimbulkan banyak persoalan.
Majalah Al Kisah
Posting Komentar