Salah satu yang membuat kita jadi munafik adalah ketika berkumpul dengan
orang-orang. Kita lebih sibuk mengatur kata dan sikap supaya terlihat baik
dalam pandangan mereka. Padahal, yang paling penting adalah mengatur hati supaya
diterima Allah (dirihai-Nya).
Penilaian orang terhadap kita sama sekali tidaklah penting. Yang penting
penilaian Allah. Dipuji orang jika Allah tidak ridha, hanya rugi yang didapat.
Sebaliknya, dicaci orang tapi Allah ridha, maka kita termasuk beruntung.
Ketika sedang sendiri, sadari bahwa Allah Maha Tahu isi hati. Sebelah kiri
dan kanan ada malaikat yang siap mencatat segala amalan. Ketika berjalan, kita
cenderung mengatur gerak supaya kelihatan bagus, kelihatan gagah di mata
manusia. Seharusnya, kita sibuk bertanya pada hati kita. Ada ujub atau tidak,
ada riya atau tidak. Bagus berjalan tegap, tapi kalau niatnya supaya terlihat
gagah, tidak ada untungnya.
Jika kita berjumpa dengan orang, dan hendak berbicara, tanya terlebih dahulu
hati kita. Apakah bicaranya ini karena riya atau pamer? Apakah perlu kita
bicara? Apakah pembicaraan ini sedang mengangkat diri atau menjatuhkan orang?
Misalnya sedang mengajar, periksa terlebih dahulu hati kita. Apa ingin
dilihat sebagai guru yang pintar atau hebat. Kalau kita selalu berusaha
mengawasi hati, maka akan terlahir ketulusan. Allah akan menggunakan lisan dan
sikap kita menjadi bertenaga. Mungkin sederhana tapi ada tenaganya.
Kalau kita duduk dan ada orang disamping kita, jangan berbuat sopan hanya
untuk dilihat dan dinilai baik. Berbuat sopanlah karena amalan tersebut memang
disukai Allah. Kalau kita terus sibuk memeriksa hati, maka hati nurani akan
bicara. Kalau bertanya ke hati, pasti hati menjawab.
Orang yang kenal Allah, akan lebih menikmati saat-saat kesendiriannya. Tidak
ada rekayasa sikap, ucapan, bahkan perasaan untuk dipuji orang. Allah Maha
Dekat, Maha Melihat, dan Maha Tahu segala isi hati dan perbuatan kita. Tanyalah
para kekasih Allah, pasti mereka senang menyendiri. Keluarnya untuk manfaat. Keluar
dalam tugas atau pekerjaan. Bukan untuk menyenangkan dirinya. Wallahu’alam
bishawab.
KH. Abdullah Gymnastiar
Posting Komentar