Hizqil memiliki isteri solehah dan bekerja sebagai tukang sisir puteri raja
Fir’aun. Karena profesinya itu ia sering dipanggil dengan panggilan “Masyitoh”.
Dia senantiasa taat terhadap Kitab Taurat yang diajarkan oleh Nabi Musa AS.
Pada suatu ketika Masyitoh sedang menyisir rambut puteri raja, tanpa disadari
sisirnya terjatuh, maka sepontan Masyitoh menyebut nama Allah SWT. Dan
terdengarlah ucapan itu oleh sang puteri seraya berkata “Jangan sebut nama itu,
sebut saja nama ayahku, kalau tidak aku adukan kepada ayahku”. Masyitoh
menjawab “Tidak… Tuhanku hanyalah Allah SWT, dan Dia Tuhan ayahmu juga”. Maka
diadukanlah Masyitoh kepada Fir’aun.
Ketika berhadapan dengan Masyitoh, Fir’aun bertanya “Siapakah Tuhanmu?”…
“Tuhanku hanyalah Allah SWT yang Maha Satu” jawab Masyitoh tegas. Maka Fir’aun
murka dan mengancam akan melemparkan Masyitoh ke dalam minyak mendidih. Namun
Masyitoh tetap dalam pendiriannya dengan berkata “Saya hanya takut kepada Allah
SWT. Dan tidak ada tuhan selain Allah SWT”. Akhirnya Fir’aun memerintahkan
pengawalnya membuat belangga (sejenis kuali raksasa), dan kemudian diisi dengan
minyak mendidih.
Maka dilemparlah Masyitoh beserta anak-anaknya ke dalam minyak itu. Dan kini
tinggal anaknya yang masih bayi. Sehingga karena kasihan Masyitoh pun ragu. Maka
dengan kehendak Allah SWT bayi itu dapat berbicara, “Sabarlah wahai ibuku,
sesungguhnya kita dalam pihak yang benar”. Akhirnya hilanglah keraguan
Masyitoh, dengan penuh gembira dan ikhlas karena Allah SWT sambil membaca
“Bismillahi Tawakkaltu ‘alallah Wallahu Akbar”, Siti Masyitoh dan bayinya
terjun ke dalam minyak mendidih.
Akhirnya tulang-tulang Masyitoh dan
anak-anaknya dikuburkan di suatu tempat atas permintaan Masyitoh sendiri yang
dikabulkan oleh Fir’aun. Hingga saat ini kuburan Masyitoh tetap harum semerbak,
bahkan Nabi Muhammad SAW sempat menciumnya ketika perjalanan Isro’ dan Mi’roj.
ﻴﺎﺍﻴﻬﺎ ﺍﻟﺬ ﻴﻦ ﺍﻤﻨﻭﺍ ﺍﺘﻖ ﺍﷲ ﺤﻖ ﺘﻘﺘﻪ ﻭﻻ ﺘﻤﻭﺘﻦ ﺍﻻ ﻭﺍﻨﺘﻡ ﻤﺴﻠﻤﻮﻦ
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah SWT dengan
sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah mati melainkan dalam keadaan
Islam.” (QS. Ali Imron : 102)
Habib Abu Bakar bin Alwi Al Habsy
Posting Komentar