Ada sebuah kitab berjudul Adab al-Du'a' al-Musamma Adab
al-Murta'a fi 'Ilm al-Du'a, karya Imam Ibnu al-Mibrad, seorang ulama madzhab
Hanbali yang hidup pada abad ke 10 Hijriyah. Kitab ini diterbitkan oleh Wahabi
dan disebarluaskan di media online mereka.
Dalam kitab tersebut pada halaman
183 dijelaskan:
Bagian tentang tempat - tempat dikabulkannya doa.
Hendaknya orang yang berdoa memilih tempat - tempat yang
diharapkan doa dikabulkan. Hal tersebut telah datang dari sekumpulan para
ulama. Diriwayatkan dari Syamsuddin Ibnu Abi Umar bahwa beliau banyak memohon
terutama di tempat-tempat yang diharapkan doa dikabulkan.
Ibnu Rajab berkata dalam al-Thabaqat: Sesungguhnya berdoa di
samping makam Utsman bin Musa al-Tha'iy itu dikabulkan.
Al-Hafizh Ibrahim al-Maqdisi rutin berdoa pada hari Rabu
antara waktu zhuhur dan ashar di pemakaman para Syuhada' di pintu Shaghir.
Syaikh Abu Umar selalu berdoa di Maghratud Dam dalam shalat
istisqa' yaitu shalat minta turun hujan, dan menghadirkan kaum wanita bersama
beliau.
Demikian pernyataan Ibnu al-Mibrad, bahwa madzhab Hanbali
dalam soal tabaruk dengan makam para wali dan orang shaleh, sama dengan
masyarakat nusantara dan kaum nahdliyyin.
Ajaran anti tabaruk di makam para
wali adalah ajaran baru yang dibawa oleh Ibnu Taimiyah pada abad ke 8 Hijriyah
dan dikultuskan sebagai pendapat kaum Salaf oleh Wahabi.
Oleh karena itu,
ajaran Wahabi itu terputus dari ajaran kaum Salaf. Mereka bukan Salafi, tetapi
Taimiy (nisbah kepada Ibnu Taimiyah) dan Wahabi. Kitab di atas yang diterbitkan
oleh Wahabi, adalah bukti terbaik atas penyimpangan mereka dari ajaran kaum
Salaf yang shaleh. Ajaran kaum salaf jelas bertabaruk dengan makam para wali.
Wallahu a'lam
Ust. Muhammad Idrus Ramli
Posting Komentar