Islam telah mengajarkan demokratis, terbukti
ketika Rasulullah SAW wafat, masyarakat Madani yang telah dibangun Rasulullah
memerlukan seorang pemimpin kaum muslimin yang baru.
Dan setelah melalui proses dan musyawarah para sahabat terpilihlah Sayyiduna Abu Bakar As Shiddiq, sebagai khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah.
Tentu saja, pengangkatan beliau bukan semulus yang kita kira, tetapi setelah melalui perdebatan (musyawarah) antara kaum Anshor dan kaum Muhajirin. Hal ini membuktikan kalau Islam juga bisa bersikap demokratis untuk memilih seorang pemimpin.
Akhirnya, Sayyiduna pun terpilih menjadi khalifah pertama setelah terjadi kesepakatan antara kedua golongan tersebut. Mereka pun akhirnya membaiat Sayyiduna Abu Bakar untuk menjadi pemimpin. Pemilihan Sayyiduna Abu Bakar kiranya cukup tepat, karena beliau merupakan sahabat terdekat Rasulullah, mertua, sekaligus orang yang pertama kali masuk islam dari golongan tua.
Yang menarik dan menjadi perhatian adalah pidato beliau ketika terpilih menjadi khalifah ( ‘presiden’ ). Berikut petikan pidato beliau:
“Wahai Manusia, Sesungguhnya aku adalah pemimpin kalian, namun bukan berarti aku yang terbaik diantara kalian. Jika aku berbuat baik, maka tolonglah diriku. Jika aku lemah, kuatkanlah diriku. Sesungguhnya kebenaran adalah amanah dan kebohongan adalah khianat. Kelemahan yang ada pada kalian merupakan kekuatan di sisiku, sampai aku dapat mengambil untuknya kebenarannya. Dan kekuatan merupakan kelemahan di sisiku, sampai aku dapat mengambil daripadanya kebenaran. Insya Allah. Sampai tidak ada seorangpun diantara kalian yang meninggalkan jihad (kesungguhan). Sesungguhnya tidak ada seorang kaum pun yang meninggalkan jihad (kesungguhan) kecuali akan dikutuk Allah dengan kehinaan. Taatilah aku sepanjang aku mentaati Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku bermaksiat kepada Allah, maka janganlah kalian mengikutiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah memberikan rahmat kepada kita semua.”
Sebagai rakyat, kita mendoakan, semoga kita diberi pemimpin yang arif adil dan bijaksana, agar kita semua bahagia. Kiranya, pidato Presiden Abu Bakar tadi layak menjadi cerminan untuk presiden (dan wakil presiden) terpilih yang te kah dilantik. Selamat menjalankan tugas, Bapak-bapak pemimpin negeri. Doa kami menyertaimu. Jadikan negeri Indonesia Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofuur.
Sungguh, sangat terhormat posisi seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan amanah, melaksanakan kepercayaan rakyatnya, dan menetapkan hukum sesuai prinsip keadilan. Allah swt akan menyediakan baginya di akhirat kelak mimbar kehormatan yang terbuat dari cahaya, berada di sebelah kanan Ar-Rahman.
Dan setelah melalui proses dan musyawarah para sahabat terpilihlah Sayyiduna Abu Bakar As Shiddiq, sebagai khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah.
Tentu saja, pengangkatan beliau bukan semulus yang kita kira, tetapi setelah melalui perdebatan (musyawarah) antara kaum Anshor dan kaum Muhajirin. Hal ini membuktikan kalau Islam juga bisa bersikap demokratis untuk memilih seorang pemimpin.
Akhirnya, Sayyiduna pun terpilih menjadi khalifah pertama setelah terjadi kesepakatan antara kedua golongan tersebut. Mereka pun akhirnya membaiat Sayyiduna Abu Bakar untuk menjadi pemimpin. Pemilihan Sayyiduna Abu Bakar kiranya cukup tepat, karena beliau merupakan sahabat terdekat Rasulullah, mertua, sekaligus orang yang pertama kali masuk islam dari golongan tua.
Yang menarik dan menjadi perhatian adalah pidato beliau ketika terpilih menjadi khalifah ( ‘presiden’ ). Berikut petikan pidato beliau:
“Wahai Manusia, Sesungguhnya aku adalah pemimpin kalian, namun bukan berarti aku yang terbaik diantara kalian. Jika aku berbuat baik, maka tolonglah diriku. Jika aku lemah, kuatkanlah diriku. Sesungguhnya kebenaran adalah amanah dan kebohongan adalah khianat. Kelemahan yang ada pada kalian merupakan kekuatan di sisiku, sampai aku dapat mengambil untuknya kebenarannya. Dan kekuatan merupakan kelemahan di sisiku, sampai aku dapat mengambil daripadanya kebenaran. Insya Allah. Sampai tidak ada seorangpun diantara kalian yang meninggalkan jihad (kesungguhan). Sesungguhnya tidak ada seorang kaum pun yang meninggalkan jihad (kesungguhan) kecuali akan dikutuk Allah dengan kehinaan. Taatilah aku sepanjang aku mentaati Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku bermaksiat kepada Allah, maka janganlah kalian mengikutiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah memberikan rahmat kepada kita semua.”
Sebagai rakyat, kita mendoakan, semoga kita diberi pemimpin yang arif adil dan bijaksana, agar kita semua bahagia. Kiranya, pidato Presiden Abu Bakar tadi layak menjadi cerminan untuk presiden (dan wakil presiden) terpilih yang te kah dilantik. Selamat menjalankan tugas, Bapak-bapak pemimpin negeri. Doa kami menyertaimu. Jadikan negeri Indonesia Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofuur.
Sungguh, sangat terhormat posisi seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan amanah, melaksanakan kepercayaan rakyatnya, dan menetapkan hukum sesuai prinsip keadilan. Allah swt akan menyediakan baginya di akhirat kelak mimbar kehormatan yang terbuat dari cahaya, berada di sebelah kanan Ar-Rahman.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil di mata Allah berada di atas mimbar
yang terbuat dari cahaya, berada di sebelah kanan Ar-Rahman Azza wa Jalla.
Yaitu mereka yang berbuat adil ketika menetapkan putusan hukum, dan adil
terhadap pengikut dan rakyanya.” (HR. Muslim)
Pemimpin yang adil juga mendapat jaminan istimewa dari Allah SWT. Hadits sahih riwayat Imam Bukhari menyebutkan, tujuh jenis manusia akan mendapat naungan keteduhan dari Allah SWT pada saat menempuh alam Mahsyar kelak, yang panasnya tak terperikan. Yang pertama kali mendapat kehormatan tertinggi itu, adalah imamun ’adilun, pemimpin yang adil. Baru enam jenis yang lainnya.
Posisi terhormat seorang pemimpin yang adil dalam pandangan Allah SWT, sepadan dengan perjuangan berat yang dilakukannya di dunia. Betapa tidak, untuk menjadi seorang pemimpin yang adil, pertama sekali ia harus menjadi teladan dalam kebenaran dan keadilan. Sehingga ketika ia harus berani menegakkan kadilan bagi orang lain dan rakyatnya, ia tidak terkurung dengan kesalahan diri sendiri.
Sungguh, pemimpin yang adil dicintai dan didukung penuh oleh rakyatnya. Bahkan doa-doa kebaikan selalu akan meluncur dari lisan-lisan setiap rakyatnya, bukan sumpah serapah dan hujatan kebencian. Karena itu, jadilah pemimpin yang adil.
Pemimpin yang adil juga mendapat jaminan istimewa dari Allah SWT. Hadits sahih riwayat Imam Bukhari menyebutkan, tujuh jenis manusia akan mendapat naungan keteduhan dari Allah SWT pada saat menempuh alam Mahsyar kelak, yang panasnya tak terperikan. Yang pertama kali mendapat kehormatan tertinggi itu, adalah imamun ’adilun, pemimpin yang adil. Baru enam jenis yang lainnya.
Posisi terhormat seorang pemimpin yang adil dalam pandangan Allah SWT, sepadan dengan perjuangan berat yang dilakukannya di dunia. Betapa tidak, untuk menjadi seorang pemimpin yang adil, pertama sekali ia harus menjadi teladan dalam kebenaran dan keadilan. Sehingga ketika ia harus berani menegakkan kadilan bagi orang lain dan rakyatnya, ia tidak terkurung dengan kesalahan diri sendiri.
Sungguh, pemimpin yang adil dicintai dan didukung penuh oleh rakyatnya. Bahkan doa-doa kebaikan selalu akan meluncur dari lisan-lisan setiap rakyatnya, bukan sumpah serapah dan hujatan kebencian. Karena itu, jadilah pemimpin yang adil.
Al Habib Sholeh bin Ahmad bin
Salim Al Aydrus
Posting Komentar