Sebelum Khalifah Ali bin Abi Thalib memerangi kaum Khawarij
di Nahrawan, Ibnu Abbas meninggalkan barisan tentara Sayyidina Ali, radhiyallaahu ‘anhum,
dan pergi untuk berdebat dengan kaum Khawarij dengan hujah. Ia mendatangi
mereka dengan mengenakan baju yang sangat indah.
Melihat Ibnu Abbas mengenakan
baju yang sangat indah, kaum Khawarij dengan nada mencela bertanya: “Baju apa
ini, kok indah sekali?”
Ibnu Abbas menjawab: “Apa yang kalian tidak setuju, sungguh
aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenakan pakaian
yang sangat indah.”
Lalu Ibnu Abbas membacakan ayat:
" ﻗُﻞْ ﻣَﻦْ ﺣَﺮَّﻡَ ﺯِﻳْﻨَﺔَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟَّﺘِﻲْ ﺃَﺧْﺮَﺝَ ﻟِﻌِﺒَﺎﺩِﻩِ
".
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya.” (QS al-A’raf : 32).
Ibnu Abbas bertanya kepada mereka: “Apa yang kalian benci
dari Khalifah Ali?”
Mereka menjawab: “Kami membenci tiga hal. Pertama, ia telah
menyerahkan keputusan hukum dalam agama Allah kepada seorang manusia. Apa peran
seorang manusia dalam hukum Allah? Kedua, ia telah melakukan peperangan, tetapi
tidak mau menjadikan musuhnya sebagai tawanan dan tidak mengambil harta mereka
sebagai rampasan perang. Apabila memang halal memerangi mereka, berarti halal
menjadikan mereka tawanan. Apabila tidak halal menawan mereka, berarti tidak
halal memerangi mereka. Ketiga, ia telah menghapus gelarnya sebagai Amirul
Mu’minin (pemimpin kaum beriman) dalam perjanjiannya dengan Muawiyah. Kalau ia
bukan Amirul Mukminin, berarti ia Amirul Musyrikin (pemimpin kaum Musyrik).”
Ibnu Abbas berkata: “Apabila aku menjelaskan tindakan Ali
berdasarkan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, apakah kalian akan mencabut sikap
kalian?”
Mereka menjawab: “Pasti kami mencabut sikap kami.”
Ibnu Abbas berkata: “Pendapat kalian, bahwa Ali telah
menyerahkan keputusan hukum kepada seseorang, padahal orang tidak punya peran
menghukumi dalam hukum Allah”, maka sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman
dalam al-Qur’an:
" ﻳَﺤْﻜُﻢُ ﺑِﻪِ ﺫَﻭَﺍ ﻋَﺪْﻝٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ "
“Hal itu akan dihukum oleh dua orang yang adil di antara
kalian.”
Hal tersebut berkaitan dengan harga buruan kelinci dan
sesamanya, yaitu seharga ¼ Dirham. Allah menyerahkan hukum hal tersebut kepada
orang-orang yang adil. Seandainya Allah menghendaki, pasti Allah menghukumi
sendiri. Allah juga berfirman:
" ﻭَﺇِﻥْ ﺧِﻔْﺘُﻢْ ﺷِﻘَﺎﻕَ ﺑَﻴْﻨِﻬِﻤَﺎ ﻓَﺎﺑْﻌَﺜُﻮْﺍ ﺣَﻜَﻤًﺎ
ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻠِﻪِ ﻭَﺣَﻜَﻤًﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻠِﻬَﺎ ".
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan.” (QS al-Nisa’ : 35).
Apakah aku dapat menjelaskan hujjah tentang keganjilan dalam
persoalan pertama tadi?”
Kaum Khawarij berkata: “Iya.”
Ibnu Abbas berkata: “Adapun perkataan kalian, Ali telah
memerangi tetapi tidak menawan musuhnya dan tidak menjadikan harta mereka
sebagai rampasan, maka sesungguhnya Ali telah memerangi Aisyah, Ibu kalian.
Allah telah berfirman:
" ﻭَﺃَﺯْﻭَﺍﺟُﻪُ ﺃُﻣَّﻬَﺎﺗُﻬُﻢْ " .
“Istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka (kaum beriman).”
Apabila kalian berasumsi bahwa ia bukan ibu kalian, berarti
kalian telah kafir. Kalau kalian berasumsi bahwa ia ibu kalian, maka jelas
tidak halal menjadikannya sebagai tawanan. Jadi kalian berada antara dua
pilihan yang menyesatkan.
Apakah aku dapat menjelaskan keganjilan ini?”
Kaum Khawarij menjawab: “Iya.”
Ibnu Abbas berkata: “Adapun perkataan kalian, bahwa: “Ali
telah menghapus gelarnya sebagai Amirul Mukminin, kalau ia bukan Amirul
Mukminin, berarti Amirul Kafirin”, sesungguhnya aku akan menjelaskan kepada
kalian tentang seseorang yang kalian pasti menerimanya. Aku melihat kalian akan
melarangnya.
Tidakkah kalian tahu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pada hari Hudaibiyah, ketika terjadi penulisan perjanjian antara
baginda dengan Suhail bin Amr. Lalu baginda bersabda: “Wahai Ali, tulislah: Ini
adalah apa yang menjadi perdamaian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin
Amr.”
Lalu orang-orang Musyrik berkata: “Seandainya kami tahu
bahwa engkau Rasulullah, kami tidak akan memerangimu, akan tetapi tulislah
namamu dan nama ayahmu.” Lalu baginda bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau
mengetahui bahwa aku adalah Rasul-Mu.” Kemudian baginda mengambil lembaran
tersebut, lalu menghapus gelar Rasulullah dengan tangannya, kemudian bersabda:
“Wahai Ali, tulislah: “Ini adalah apa yang menjadi perdamaian antara Muhammad
bin Abdullah dan Suhail bin Amr.” Demi Allah, penghapusan gelar tersebut tidak
mengeluarkan baginda dari kenabian.
Apakah aku dapat menjelaskan keganjilan kalian?”
Kaum Khawarij menjawab: “Iya”.
Kemudian setelah kemenangan Ibnu Abbas dalam perdebatan
tersebut, 1/3 dari kaum Khawarij bertaubat dan kembali ke dalam barisan
Ahlussunnah Wal-Jamaah yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib karramallaahu
wajhah. Dengan kekuatan ilmunya, Ibnu Abbas berhasil merontokkan kekuatan
tentara Khawarij, di mana 1/3 dari mereka telah bertaubat dan kembali kepada
Ahlussunnah Wal-Jamaah.
Ibnu Abbas adalah seorang pemuda yang ahli debat. Dengan
ilmunya beliau telah menyelamatkan banyak manusia dari penggalan pedang dalam
peperangan. Semoga Allah mengasihi kaum Khawarij masa silam. Mereka lebih
sempurna akalnya dibandingkan kaum Khawarij modern. Kaum Khawarij masa silam
dapat menerima kebenaran dengan ilmu pengetahuan, menghiasi dirinya dengan pemahaman.
Berbeda dengan Khawarij modern, tidak memiliki kecerdasan, tidak memiliki ilmu
dan tidak memiliki pemahaman. Sebagian mereka ada yang bertaubat setelah
dipenjara. Tetapi sebagian yang lain tetap bertahan dalam pemikirannya yang
radikal. Kebanyakan mereka tidak berakal.
Ust. Muhammad Idrus Ramli
Posting Komentar