Pada peristiwa mi’raj , Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam dipertemukan dengan para Nabi terdahulu yang telah
menjadi penduduk langit.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “kami meneruskan perjalanan sehingga sampai di langit keenam, lalu
aku menemui Nabi Musa dan memberi salam kepadanya. Dia segera menjawab,
‘Selamat datang wahai saudara yang dan nabi yang shalih.’ Ketika aku
meningalkannya, dia terus menangis. Lalu dia ditanya, ‘Apakah yang menyebabkan
kamu menangis? ‘ dia menjawab, ‘Wahai Tuhanku! Kamu telah mengutus pemuda ini setelahku,
tetapi umatnya lebih banyak memasuki Surga daripada umatku” (HR Muslim 238)
Penduduk langit juga bisa menyaksikan dan
mengenal hamba-hamba kekasih Tuhan di bumi sebagaimana dinyatakan Rasulullah,
“Sesungguhnya para penghuni langit mengenal penghuni bumi yang selalu mengingat
dan berzikir kepada Allah bagaikan bintang yang bersinar di langit.”
Dalam Al Qur’an dinyatakan dalam ayat,
“Untuk mereka kabar gembira waktu mereka hidup di dunia dan di akhirat.” (QS
Yunus/10:64).
Para ulama tafsir mengomentari ayat ini
sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa
maksud ayat ini. Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi
baik yang dilihat atau diperlihatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya.”
Dalam ayat lain lebih jelas lagi Allah
berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa
(orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (QS al-Zumar [39]:42).
Rasulullah bersabda, “sebagaimana engkau
tidur begitupulah engkau mati, dan sebagaimana engkau bangun (dari tidur)
begitupulah engkau dibangkitkan (dari alam kubur)”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
telah membukakan kepada kita salah satu sisi tabir kematian. Bahwasanya tidur
dan mati memiliki kesamaan, ia adalah saudara yang sulit dibedakan kecuali
dalam hal yang khusus, bahwa tidur adalah mati kecil dan mati adalah tidur
besar.
Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata,
“ruh orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling
berkenalan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan
tidur dan pada keadaan matinya.”
Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan
tidur juga adalah wafat”.
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis
kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni,
namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan (alam) kepada keadaan
(alam) lain.”
Ust. Yulizon Armansyah
Posting Komentar