Pengangguran aktif yang didorong oleh kemalasan dan pengangguran pasif karena bersandar dari tunjangan-tunjangan atau warisan, akan sama-sama berpotensi
membuat hati menjadi keras dan membeku.
Islam memerintahkan kepada kita, selama hayat masih dikandung badan,
bergerak dan berkarya adalah sangat dianjurkan. Rasulullah mengingatkan
ummatnya agar manusia senatiasa berusaha dan berhati-hati terhadap waktu luang,
karena pada momentum tersebut merupakan ladang subur bagi syetan untuk
menanamkan kemunkaran. Ditinjau dari konteks ini maka bekerja dan
berakritivitas adalah jalan lain untuk membentung kejahatan.
Bahkan apapun atau bagaimanapun bentuk pekerjaan itu, bila berangkat dari
mencari keridhaan-Nya adalah bernilai ibadah, yang berarti mendapatkan ganjaran
di sana. Itulah sebabnya (hikmahnya)mengapa di pagi buta seusai shalat subuh (fajar)
kita dilarang tidur lagi sebagaimana disabdakan oleh beliau SAW, ”Seusai
shalat fajar(subuh) janganlah kamu tidur sehingga melalaikan kamu untuk mencari
rezki.” (HR.Ath-Thabrani).
Seiring dengan perputaran matahari, kita juga diperintahkan untuk
menjalankan amanah-amanah kehidupan dengan bekerja dan bekerja. Dalam al-Qur’anul Karim kata ‘aamanu’ (beriman) senantiasa diikuti dengan
‘wa aamilushsholihat’ (melakukan amal sholeh/kerja), seperti yang termaktub
dalam surat al-Ashr: 3; illalladzinaamanuu wa ‘amimush-sholihati wa tawa
shoubil haqqi fatawa shoubishshobri. (kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasihat-menasihati supaya mentaati
kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran).
Orang yang senantiasa bergerak/kerja menandakan keimanan yang
bersangkutan dalam kondisi aktif dan dinamis. Sebaliknya, mereka yang
‘menikmati’ bermalas-malasan alias gemar berpangku tangan, menandakan dirinya
sedang dilanda impotensi iman. Naudhubillahi mindhalik.
Asahlah iman, agar iman kita lebih dinamis dan produktif. Sempurnakan
kecintaan kita kepada Allah dengan semangat yang kuat untuk menjemput
fadhilahnya/rezkinya yang dihamparkannya begitu luas di penjuru bumi.
Singsingkan lengan baju, setelah kita bertakarrub kepadaNya. Begini inilah yang
dikatakan iman yang potensial. Iman yang aktif lagi produktif.
Menurut Ibnu Atsir, bekerja termasuk bagian dari sunnah-sunnah nabi. Nabi
Zakaria as. adalah tukang kayu. Nabi Daud as. membuat baju besi dan
menjualnya sendiri. Bahkan sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah, Nabi Daud
itu tidak akan makan, kecuali makan dari hasil tangannya sendiri.
Siapa yang tidak mengenal Nabiullah Daud? Selain seorang Nabi, beliau telah
diberi oleh Allah SWT kekuasaan dan harta yang melimpah. Walau begitu, beliau
tidak merasa gengsi untuk bekerja dengan tangannya sendiri guna memenuhi
kebutuhan hidupnya. Beliau tidak mengajarkan berpangku tangan dan mengharap
belas kasih dari orang lain, pada ummat yang dipimpinnya.
Akhirul Kalam, Marilah kita tetap bekerja, bekerja dan bekerja. Apapun itu bentuk
pekerjaannya. Selagi dalam koridor syari’at alias tidak diharamkan-Nya,
lakukanlah itu dengan kesungguhan. Bila hal itu kita lakukan, insya Allah hal
itu akan membuat hidup kita menjadi lebih mulia dan terhormat. Bukan begitu
saudaraku? Wallahu ‘alam bishshowab.
Ali Atwa Hidayatullah
Posting Komentar