Dalam
Ramadhan kita banyak kesempatan untuk menikmati materi dakwah yang amat baik.
Kebanyakan dakwah tersebut mendorong kita untuk meningkatkan kesalehan bersifat
personal yang meliputi ibadah mahdhah (ritual) seperti shalat, tadarrus,
selawat, dan mempelajari agama Islam.
Juga
banyak materi dakwah tentang kesalehan sosial seperti menolong orang yang
membutuhkan –baik materi, tenaga maupun pikiran, aktif dalam organisasi nirlaba
dengan niat tulus.
Seseorang
bisa mempunyai kesalehan personal dan kesalehan sosial, tetapi tidak mempunyai
kesalehan profesional. Dia taat menjalankan ibadah mahdhah dan membantu
orang lain serta masyarakat yang membutuhkan, tetapi dia menyalahgunakan
kekuasaaan dan memanipulasi profesi untuk keuntungan pribadi/kelompok. Menurut
saya kalau tidak mempunyai kesalehan profesional, kesalehan personal dan
kesalehan sosial tidak punya nilai.
Ada
kesalehan lain yang perlu disampaikan dalam dakwah kita, yaitu kesalehan
terhadap alam. Kesalehan ini hanya dikenal di kalangan yang amat terbatas.
Apakah membahas kesalehan terhadap alam itu sesuatu yang wajar atau
mengada-ada?
Islam
mengajarkan kita untuk memelihara alam. Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat
41; “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan
manusia , supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Firman
Allah dalam surat Al-A’raf ayat 56; “Dan, janganlah kamu berbuat
kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya
dengan rasa takut dan penuh harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat
kepada orang yang berbuat kebaikan”.
Rasulullah
dalam pesan kepada tentara Islam yang akan berperang menekankan etika
peperangan Islam yang juga mencakup larangan menebang pohon di tempat daerah
kita memperoleh kemenangan, kecuali diperlukan.
Melakukan
sesuatu yang berakibat timbulnya bencana –lonsong atau banjir- seperti menebang
pohon secara berlebihan dan tidak menanmnya kembali, jelas dapat kita masukkan
dalam tindakan yang dilarang oleh dua ayat di atas. Upaya mencegah terjadinya
bencana yang berakibat fatal itu tentu juga bernilai ibadah.
Tindakan
lain yang sering kita saksikan yang termasuk dilarang oleh kedua ayat di atas
adalah sembarangan membuang limbah membahayakan dari industri atau RS. Kita
saksikan bahwa banyak sungai yang airnya tidak aman lagi untuk digunakan.
Tetapi jarang sekali kita mendengar dakwah yang menyentuh tindakan yang
sebenarnya melanggar larangan agama itu.
Salah
satu isu utama internasional adalah perubahan iklim akibat pemanasan global.
Ratusan ilmuwan dari berbagai negara terlibat dalam panel Pemerintah Antar
Pemerintah Mengenai Perubahan Iklim (IPCC) yang menghasilkan pengkajian
internasional paling komperehensif dan menyeluruh mengenai suatu pokok
persoalan ilmiah yang pernah dilakukan. Tindakan mendesak diperlukan untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama CO2, guna mencegah terjadinya
kerusakan lebih parah.
Kerusakan
meluas akibat naiknya permukaan air laut dan semakin sering terjadinya
gelombang panas, banjir dan kekeringan, akan terjadi dengan kenaikan sedikit
suhu rata-rata dunia. Akibatnya, es di kutub mencair yang menyebabkan permukaan
air laut naik beberapa cm pertahun. Dalam beberapa puluh tahun akan makin
banyak daratan yang tergenang air.
Salah
satu persyaratannya ialah bahwa penggundulan hutan tropis yang menjadi sumber
dari 20 persen emisi gas rumah kaca harus dihentikan dalam satu atau dua dekade
ini. International Energy Agency mengemukakan, tindakan yang kuat dan tegas
perlu dilakukan guna mencegah agar emisi global CO2 tidak lagi meningkat.
Syukur
sejumlah negeri Islam mempunyai kepedulian terhadap masalah itu. Oktober 2008
di Kuwait diselenggarakan pertemuan untuk membahas tema “Islam dan Perubahan
Iklim” .
Di Indonesia sejumlah ilmuwan Islam juga berupaya menumbuhkan
kesadaran di kalangan ulama dan cendikiawan Islam Indonesia bahwa ajaran Islam
amat memandang penting ikhtiar menjaga kelestarian alam seperti pesan (paling
tidak) di dalam dua ayat di atas.
Sebagai
khalifatullah fi al ardl kita harus menjaga kelestarian alam supaya
tidak rusak dan tetap bermanfaat bagi anak cucu kita. Ternyata, kita tidak
mampu menjaganya, yang berarti kita kurang mensyukuri alam Indonesia sebagai
nikmat Allah. Padahal, para ulama dan cendikiawan muslim di Indonesia fasih
sekali dalam menyampaikan ayat di dalam surat Ibrahim tentang pentingnya
bersyukur.
Pesan
ayat itu adalah; “apabila kamu bersyukur, akan ditambah kenikmatan itu dan apabila
kamu tidak bersyukur , sungguh azab Allah itu sangat pedih”. Karena kita
tidak bersyukur dengan tidak memelihara alam itu, kini kita bisa merasakan azab
berupa banjir akibat alam yang rusak dan kesulitan air akibat pencemaran air.
Persepsi kita tentang bersyukur perlu ditinjau kembali.
Pada
1950-an Indonesia mempunyai hutan seluas 152 juta ha. Jumlah itu turun menjadi
119 juta ha pada 1985 dan kini hanya sekitar 86 juta ha. Dalam 64 tahun luas
hutan berkurang 66 juta ha atau 4,8 kali luas Pulau Jawa dan Bali. Kini baru
ada sedikit kesadaran untuk menanami kembali hutan yang telah gundul itu.
Memang
sudah ada kesadaran dari sejumlah ulama dan pesantren tentang pentingnya
kesalehan terhadap alam. Sudah ada yang ikut dalam kegiatan menanam kembali
hutan, tetapi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh serius untuk menumbuhkan
kesadaran itu yang seluas-luasnya.
KH.
Solahuddin Wahid (Gus Sholah)
Posting Komentar