Dalam riwayat Imam Baihaqy dijelaskan “Adalah
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam saat memasuki kamar kecil memakai
sepatunya dan menutup kepalanya” (Al-majmuu’ alaa Syarh al-Muhaddzab II/92)
(فصل)
ولا تقبل شهادة من لا مروءة له كالقوال والرقاص ومن
يأكل في الاسواق ويمشى مكشوف الرأس في موضع لا عادة له في كشف الرأس فيه لان
المروءة هي الانسانية، وهى مشتقة من المرء، ومن ترك الانسانية لم يؤمن أن يشهد
بالزور، ولان من لا يستحيى من الناس في ترك المروءة لم يبال بما يصنع، والدليل
عليه ما روى أبو مسعود البدرى رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال (ان
مما أدرك الناس من كلام النبوة الاولى إذا لم تستحى فاصنع ما شئت)
Dan tidak diterima persaksian seseorang yang
tidak memiliki keperwiraan (wibawa) seperti orang yang banyak bicara, para
penari, orang yang suka makan dipasar, jalan ditempat yang kebiasaan
masyarakatnya tertutup kepalanya sebab keperwiraan bersifat manusiawi dan
barangsiapa meninggalkan sesuatu yang bersifat manusiawi pemberian saksi
palsunya tidak dirasa aman (sangat mungkin bersaksi palsu) dan karena seseorang
yang sudah hilang rasa malunya pada orang lain tidak lagi memerdulikan apa yang
telah ia perbuat.
Dalil yang dibuat sandaran dalam masalah ini
adalah riwayat dari Abu Mas’ud al-Badry bahwa Nabi Muhammad bersabda
“Sesungguhnya sebagian yang ditemukan dari kalam nubuwwat yang paling utama
oleh orang adalah : Bila tidak ada rasa malu, maka berbuatlah semaumu..!!” (Al-majmuu’
alaa Syarh al-Muhaddzab XX/227)
وَالْمُرُوءَةُ تَخَلُّقٌ بِخُلُقِ أَمْثَالِهِ فِي
زَمَانِهِ وَمَكَانِهِ، فَالْأَكْلُ فِي سُوقٍ، وَالْمَشْيُ مَكْشُوفَ الرَّأْسِ،
وَقُبْلَةُ زَوْجَةٍ وَأَمَةٍ بِحَضْرَةِ النَّاسِ، وَإِكْثَارُ حِكَايَاتٍ
مُضْحِكَةٍ، وَلُبْسُ فَقِيهٍ قُبَاءَ وَقَلَنْسُوَةٍ حَيْثُ لَا يُعْتَادُ،
وَإِكْبَابٌ عَلَى لَعِبِ الشِّطْرَنْجِ أَوْ غِنَاءٍ أَوْ سَمَاعِهِ، وَإِدَامَةُ
رَقْصٍ يُسْقِطُهَا، وَالْأَمْرُ فِيهِ يَخْتَلِفُ بِالْأَشْخَاصِ وَالْأَحْوَالِ
وَالْأَمَاكِنِ،
Keperwiraan (wibawa) adalah beretika sesuai
dengan kalangan, waktu dan tempatnya. Karenanya seperti makan dipasar, berjalan
dengan kepala terbuka, mencium istri atau amat (sahaya wanita) dihadapan orang,
banyak bercerita yang membuat tertawa, memakai pakaian laksana orang ahli fiqh
Qubba, memakai peci yang tidak menjadi kebiasaan (setempat), hobby bermain
catur, bernyanyi atau mendengarkannya, dan hobi berjoget dapat meruntuhkan
keperwiraan. Dan segalanya memang berbeda-beda sesuai karakter, situasi dan
kondisinya. (Al-Manhaj li an-Nawaawy I/497)
http://www.facebook.com/groups/piss.ktb/doc/280137795342369/ Oleh Ust. Masaji Antoro PISS KTB
Posting Komentar