Idul Adha yang kita peringati saat
ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari rara memotong kurban binatang
ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling beratyang menimpa
Nabiyullah Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam
menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah
kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya
Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia
disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan
menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan
amal bhaktinya!”
Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat
menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan
keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki
kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain
mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah
yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu
hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?”
maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila
Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah
meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi
Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang
kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim
melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih
berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya
dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat
mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnay aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab:
Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau
akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102)
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda
sang ayah, sang anak, dan sang ibu silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim,
Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah noleh bujuk rayuan iblis yang
menggoda agar membatalkan niatnya. Mereka tidak terpengaruh sedikitpun untuk
mengurunkan niatnya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim melempar iblis dengan
batu, mengusirnya pergi. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah
haji yakni melempar jumrah.
Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau dileher putranya. Ismail mengira
ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak
muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk
dibaringkan karena dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling,
supaya tidak melihat wajahnya.
Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti
ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba
Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannyatidak usah
diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi kedua ayah dan
anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah
mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana
diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang
datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah
umat manusia itu, Malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu
ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menjawab
“Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian dismbung oleh Nabi Ismail “Allahu
Akbar Walillahil Hamdu.’
Sumber: Khutbah Idul Adha NU Online
Posting Komentar