Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Mabrur Bukan Di Makkah Dan Madinah (1)

Mabrur Bukan Di Makkah Dan Madinah (1)


Ketika ada teman, jamaah dan keluarga kita menunaikan ibadah haji, do’a dan harapan yang kita panjatkan adalah semoga yang bersangkutan menjadi haji yang mabrur. Harapan ini didasari pada besarnya nilai keutamaan dari haji yang mabrur, yakni jaminan surga dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Secara harfiyah, mabrur artinya baik. Haji yang mabrur berarti haji yang membuat orang yang menunaikannya menjadi baik bila sebelumnya ia orang yang tidak baik dan bila ia sudah baik akan bertambah kebaikannya yang tidak hanya dirasakan oleh diri dan keluarganya tapi juga oleh masyarakat banyak. Ini berarti, Seorang haji disebut mabrur hajinya bila kehidupannya sesudah menunaikan ibadah itu semakin baik.

Oleh karena itu, seorang haji disebut memperoleh haji yang mabrur tidak hanya diukur dari pelaksanaan ibadah yang baik dan benar dari aspek fiqih saat di Tanah suci dengan segala rangkaiannya, tapi justeru tantangan pembuktiannya adalah sesudah ia melaksanakan ibadah itu setelah kembali ke Tanah Air masing-masing hingga mencapai kematian, apalagi ibadah haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup. 

Untuk mengukur apakah seseorang betul-betul memperoleh haji yang mabrur, paling tidak diantara tolok ukurnya ada lima hal. 

1. Dekat Kepada Allah.

Pergi haji adalah perjalanan menuju Baitullah, para jamaah begitu antusias untuk kembali kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Karena itu, bila seorang haji meraih haji yang mabrur seharusnya ia selalu merasa dekat kepada Allah SWT. Kedekatannya kepada Allah membuatnya tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan-Nya. Kearah itu, seorang haji telah memulai hajinya dengan berihram yang berarti pengharaman dan mengakhirinya dengan tahallul yang berarti penghalalan, Ini berarti seorang haji sebagai bukti kedekatannya kepada Allah SWT siap meninggalkan segala yang diharamkan dan hanya mau melakukan sesuatu bila memang dihalalkan oleh Allah SWT. Halal dan haram, haq dan bathil merupakan sikap dan prilaku yang tidak akan dicampur-campur dalam kepribadian seorang muslim, Allah SWT berfirman: Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahui. (QS 2:42)

2. Berakhlak Mulia.

Seorang haji telah berinteraksi dengan manusia yang jumlahnya begitu banyak dari segala penjuru dunia dengan bahasa, warna kulit dan kebiasaan yang berlainan. Dari sini, kita sadari bahwa kemuliaan manusia bukan karena bahasa, warna kulit atau postur tubuhnya, tapi pada ketaqwaan yang dicerminkan dengan akhlak yang mulia. Ketika seorang haji memakai pakaian ihram yang hanya terdiri dari dua helai kain putih dan tidak beda dengan kain kafan, lepas pula pakaian lain yang kadangkala membuat manusia menjadi sombong, keberhasilan ibadah haji akan membuat seorang haji meninggalkan hal-hal yang keji dan amat bertentangan dengan akhlak yang Islami, dalam kaitan itu pula, Allah SWT berfirman: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats [mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal (QS 2:197).

3. Berkorban Untuk Kebaikan.

Tidak ada jamaah haji yang bisa melaksanakan ibadah ini kecuali dengan pengorbanan, mulai dari pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, harta sampai nyawa sekalipun. Meskipun ada jamaah haji yang bisa menunaikan ibadah ini dengan biaya dinas atau dibiayai pihak lain, ia tetap harus berkorban dengan pengorbanan lain seperti yang sudah disebutkan di atas. Ini berarti, bukti haji mabrur adalah seseorang mau dan selalu siap berkorban dengan apa yang dimilikinya untuk tegaknya nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah SWT.

Dalam hal apapun, haq maupun bathil manusia harus berkorban, bila untuk yang bathil saja manusia mau berkorban, mengapa untuk yang haq kita tidak mau berkorban. Karena itu, ibadah haji dan hari raya Idul Adha mengingatkan dan mengokohkan semangat pengorbanan kita dalam kebaikan, karenanya apapun yang kita miliki jangan sampai membuat kita lupa kepada Allah SWT, bila ini yang terjadi kita hanya akan mengalami kerugian di dunia dan akhirat, Allah SWT berfirman: Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi (QS 63:9).


drs. H. Ahmad Yani
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger