Walimah dalam rangka menyambut kedatangan orang dari
perjalanan jauh, khazanah fikih menyebutnya dengan istilah “naqi’ah”. Salah
satu rujukan yang disebutkan di sini adalah keterangan Syekh Abu Zakariya
Al-Anshari salah karyanya Asnal Mathalib berikut ini.
*( ﻭَﻟِﻠْﻘُﺪُﻭﻡِ ) ﻣِﻦْ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ( ﻧَﻘِﻴﻌَﺔٌ ) ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﻘْﻊِ
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﻐُﺒَﺎﺭُ ﺃَﻭْ ﺍﻟﻨَّﺤْﺮُ ﺃَﻭْ ﺍﻟْﻘَﺘْﻞُ ( ﻭَﻫِﻲَ ﻣَﺎ ) ﺃَﻱْ ﻃَﻌَﺎﻡٌ
( ﻳُﺼْﻨَﻊُ ﻟَﻪُ ) ﺃَﻱْ ﻟِﻠْﻘُﺪُﻭﻡِ ﺳَﻮَﺍﺀٌ ﺃَﺻَﻨَﻌَﻪُ ﺍﻟْﻘَﺎﺩِﻡُ ﺃَﻡْ ﺻَﻨَﻌَﻪُ
ﻏَﻴْﺮُﻩُ ﻟَﻪُ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﻓَﺎﺩَﻩُ ﻛَﻠَﺎﻡُ ﺍﻟْﻤَﺠْﻤُﻮﻉِ ﻓِﻲ ﺁﺧِﺮِ ﺻَﻠَﺎﺓِ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِ
*
(Untuk kenduri sambutan kedatangan) dari perjalanan
(disebut naqi‘ah) berasal dari naqa’ yang artinya debu, penyembelihan, atau
pemotongan. (Naqi‘ah itu suatu) makanan (yang dihidangkan dalam jamuan upacara
penyambutan) terlepas dari jamuan itu disediakan oleh pihak yang datang atau
orang lain. Hal ini disebutkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’ di akhir bab shalat
musafir (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhir
Raudhatit Thalib, juz 15, halaman 407).*_
Ulama Syafi’iyah cenderung menganjurkan umat Islam untuk
mengadakan walimah atau selamatan. Karena selamatan merupakan bentuk
kebahagiaan yang dianjurkan untuk diungkapkan kepada publik. Karenanya hukum
selamatan atau kenduri menyambut kedatangan bagi mereka adalah sunah. Kitab Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar karya Syekh Abu Bakar bin Muhammad
Al-Husaini menyebutkannya sebagai berikut.
* ﻓﺼﻞ ﻭﺍﻟﻮﻟﻴﻤﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺱ ﻣﺴﺘﺤﺒﺔ ﻭﺍﻹﺟﺎﺑﺔ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻭﺍﺟﺒﺔ ﺇﻻ ﻣﻦ ﻋﺬﺭ
ﺍﻟﻮﻟﻴﻤﺔ ﻃﻌﺎﻡ ﺍﻟﻌﺮﺱ ﻣﺸﺘﻘﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﻟﻢ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺠﻤﻊ ﻷﻥ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ ﻳﺠﺘﻤﻌﺎﻥ ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭﺍﻷﺻﺤﺎﺏ
ﺍﻟﻮﻟﻴﻤﺔ ﺗﻘﻊ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺩﻋﻮﺓ ﺗﺘﺨﺬ ﻟﺴﺮﻭﺭ ﺣﺎﺩﺙ ﻛﻨﻜﺎﺡ ﺃﻭ ﺧﺘﺎﻥ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ *
“Kenduri perkawinan (walimah) itu dianjurkan. Sedangkan
hukum memenuhi undangan kenduri itu wajib kecuali bagi mereka yang udzur. Kata
‘walimah’ sendiri merupakan pecahan kata ‘walam’ yang maknanya berkumpul karena
pasangan suami istri terhubung dalam satu ikatan perkawinan. Walimah sendiri,
kata Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah, adalah sebutan untuk undangan kenduri
apa saja yang diadakan sebagai wujud ungkapan kebahagiaan seperti perkawinan,
khitanan, dan lain sebagainya,” (Lihat Syekh Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini,
Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar, Darul Basya’ir, Damaskus, Tahun
2001, Cetakan Ke-9, Halaman 444)*_.
Hanya saja para ulama Syafi’iyah memberikan batasan terkait
perjalanan seperti apa yang dianjurkan untuk diadakan selamatan penyambutan
atau naqiah. Kalau hanya perjalanan dekat ke tepi kota atau lintas provinsi
yang tidak jauh, kita tidak dianjurkan untuk mengadakan selamatan penyambutan.
Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagai berikut ini.
* ﻭَﺃَﻃْﻠَﻘُﻮﺍ ﻧَﺪْﺑَﻬَﺎ ﻟِﻠْﻘُﺪُﻭﻡِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﻇَﺎﻫِﺮٌ
ﺃَﻥَّ ﻣَﺤَﻠَّﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﺍﻟﻄَّﻮِﻳﻞِ ﻟِﻘَﻀَﺎﺀِ ﺍﻟْﻌُﺮْﻑِ ﺑِﻪِ ﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﻏَﺎﺏَ
ﻳَﻮْﻣًﺎ ﺃَﻭْ ﺃَﻳَّﺎﻣًﺎ ﻳَﺴِﻴﺮَﺓً ﺇﻟَﻰ ﺑَﻌْﺾِ ﺍﻟﻨَّﻮَﺍﺣِﻲ ﺍﻟْﻘَﺮِﻳﺒَﺔِ ﻓَﻜَﺎﻟْﺤَﺎﺿِﺮِ
ﻧِﻬَﺎﻳَﺔٌ ﻭَﻣُﻐْﻨِﻲ ﺍ ﻩ * ـ .
“Para ulama menyebutkan kesunahan walimah secara mutlak
bagi jamuan penyambutan orang yang tiba dari perjalanan. Jelas ini berlaku bagi
perjalanan jauh yang ditempuh untuk menunaikan kepentingan apa saja pada
umumnya. Sedangkan kepergian seseorang sehari atau beberapa hari ke suatu
daerah yang dekat, dihukumi seperti orang yang hadir menetap di dalam kota.
Demikian disebut dalamNihayah dan Mughni,” (Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami,
Tuhfatul Muhtaj, juz 31, halaman 384).
Keterangan di atas jelas mengatakan kepada kita bahwa
selamatan penyambutan orang yang pergi menunaikan ibadah haji ke kampung
halaman dianjurkan dalam agama. Sementara tetangga yang menerima undangan
diusahakan menghadiri selamatan tersebut.
Saran kami, jabatlah tangan tetangga kita yang baru
menunaikan ibadah haji. Ucapkan selamat dan doakan mereka yang baru tiba di
tanah air. Doakan mereka agar ibadah haji yang baru mereka tunaikan mabrur.
Ust. Eko Budi Priyono
Posting Komentar