Pahala ummatku diperlihatkan kepadaku, termasuk ketika seseorang membersihkan mesjid dari setitik noda. (HR Abu Daud)
وَالمَكْرُوْهاَتُ فىِ الصَّلاَةِ إِثْنَى وَعِشْرُوْنَ ؛
Hal makruh dalam melaksanakan shalat ada 22 macam :
أَحَدُهاَ جَعْلُ يَدَيْهِ فىِ كَمَّيْهِ فىِ خَمْسَةِ أَشْياَءَ عِنْدَ تَحَرُمِهِ وَرُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ وَقِياَمِهِ مِنْ تَشَهُدِهِ وَجُلُوْسِهِ لَهُ
Pertama ; Kedua
tangan masuk semua ke dalam lengan tangan di lima posisi, yaitu saat Takbiratul
Ikhram, Ruku’, Sujud, Berdiri dari Tasyshud dan saat Duduk Tasyahud.
وَثاَنِيْهاَ إِلْتِفتَاتٌ بِوَجْهِهِ بِلاَ حاَجَةٍ أَماَّ إِذاَ كاَنَ لَهاَ كَحِفْظِ مَتاَعٍ فَلاَيُكْرَهُ
Kedua ;
Memalingkan muka tanpa hajat, adapun ketika ada hajat seperti menjaga harta
maka itu tidak makruh.
وَثاَلِثُهاَ إِشاَرَةٌ بِنَحْوِ عَيْنٍ أَوْحاَجِبٍ أَوْشَفَةٍ بِلاَحاَجَةٍ , وَلَوْ مِنْ أَخْرَسَ وَلاَ تَبْطُلُ بِهاَ الصَّلاَةُ ماَ لَمْ تَكُنْ عَلَى وَجْهِ اللَّعْبِ وَإِلاَّ أَبْطَلَتْ , أَمَّا إِذاَ كاَنَتْ لِلْحاَجَةِ كَرَدِّ السَّلاَمِ وَنَحْوِهِ فَلاَيُكْرَهُ
Ketiga ; Memberi isyarat, seperti dengan mata, alis mata atau bibir dan tanpa hajat. Ini meskipun dari seorang bisu. Ini tidak membatalkan shalat sebatas tidak ada unsur bercanda, bila ada unsur bercanda maka shalat batal. Adapun isyarat itu diperlukan seperti karena menjawab salam maka membri isyarat itu tidak makruh.
وَراَبُِهاَ جَهْرُ بِمَحَلِ إِسْراَرٍ وَعَكْسِهِ حَيْثُ لاَ عُذْرَ فَإِنْ حَصَلَ عُذْرٌ كَأَنْ كَثُرَ اللَّغْطُ عِنْدَهُ فاَحْتاَجَ لِلْجَهْرِ لِيَأْتِىَ بِالقِرَاءَةِ عَلَى وَجْهِهاَ فَلاَكَراَهَةَ
Keempat ; Mengeraskan suara di saat harus bersuara pelan, juga sebaliknya, ini apabila tidak ada udzur (kendala). Tapi apabila ada uzdur, seperti gaduh atau berisik, maka ia perlu untuk mengeraskan suara karena memenuhi hak bacaan sesuai keharusan, ini ini tidak makruh.
وَخاَمِسُهاَ إِخْتِصاَرٌ بِأَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ أَوْ يَدَيْهِ عَلَى خاَصِرَتِهِ ماَ لَمْ يَكُنْ لِحاَجَةٍ كَعِلَّةٍ بِجَنْبِهِ وَإِلاَّ فَلاَ كَراَهَةَ , لِخَبَرِ أَبىِ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ T نَهَى أَنْ يُصَلِّى الرَّجُلُ مُخْتَصِراً رَواَهُ الشَّيْخاَنِ , وَالمَرْأَةُكاَلرَّجُلِ وَمِثْلُهاَ الخُنْثَى وَيُكْرَهُ ذَلِكَ الإِخْتِصاَرُ خاَرِجَ الصَّلاَةِ أَيْضاً , ِلأَنَّهُ فَعْلُ الكُفاَرِ بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلاَةِ وَفَعْلُ المُتَكَبِّرِيْنَ خاَرِجَهاَ وَفَعْلُ المُخْنِثِيْنَ وَالنِّساَءِ لِلْعُجْبِ وَأَنَّ الإِبْلِيْسَ لَماَّ أُهْبِطَ مِنَ الجَنَّةِ فَعَلَ كَذَلِكَ وتَفْسِيْرُ الإِخْتِصاَرِ بِذَلِكَ هُوَ المَشْهُوْرُ وَقَدْ يُفَسِّرُ بِاخْتِصاَرٍ السَّجَدَةُ ِلأَنَّهُ مَنْهِىٌ عَنْهُ أَيْضاً
Kelima ; Kelima, Ikhtishor (mengerutkan diri) yaitu menjadikan salah satu atau kedua tangannya di atas lambung atau pinggangnya, selagi hal itu tidak diperlukan, seperti ada rasa sakit di lambungnya, namun apabila sangat diperlukan maka hal itu tidak makruh.
Hal ini
berdasarkan hadits Abu Hurairoh yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim, bahwa Rasulullah Saw melarang shalat dari
seorang lelaki sambil Ikhtishor mengerutkan diri (mendekap perut dengan satu
atau dua tangan).
Perempuan dengan
lelaki dalam hal ini sama, termasuk juga waria. Mengerutkan diri seperti ini
juga makruh dilakukan di luar shalat. Karena hal semacam itu adalah salah satu
perlakuan orang-orang kafir, ini nisbat dalam keadaan shalat, dan termasuk
perlakuan orang-orang takabur adalah nisbat di luar shalat, serta salah satu
perlakuan waria dan wanita dalam keadaan Ujubnya (angkuh).
Dan sesungguhnya,
Iblis ketika terusir dan turun dari sorga, ia melakukan hal semacam itu.
Ikhshor ditafsirkan dengan mengerutkan diri (menjadikan salah satu atau kedua
tangannya di atas lambung atau pinggang) adalah tafsiran yang masyhur para
Ulama. Penafsiran Ikhshor terkadang makna dari sujud, karena sujud semacam itu
juga di larang.
قاَلَ الأَزْهَرِى يَحْتَمِلُ وَجْهَيْنِ أَحَدُهُماَ أَنْ يَخْتَصِرَ الآيَةَ الَّتِى فِيْهاَ السُّجُوْدُ فَيَسْجُدُ لَهاَ , وَالثَّانىِ أَنْ يَقْرَأَ السُّوْرَةَ فَإِذاَ انْتَهِىَ إِلىَ السَّجْدَةِ جاَوَزَهاَ وَلَمْ يَسْجُدْ لَهاَ
Syekh Al-Azhari berkata ; Ikhshor mengandung dua sisi makna :
Pertama, mempersingkat (tidak membaca) ayat yang terdapat sujud (ayat sajadah) dan dapat melakukan sujud karenanya.
Kedua, membaca
salah satu surat, dan ketika sampai pada ayat sajadah dia melewatinya dan tidak
melakukan sujud.
Sumber: Kitab Kasyifatus
Saja Syekh Nawawi Banten, dikutip oleh Ust. Ahmad Daerobiy
Posting Komentar