Seorang kawan budayawan dari satu daerah di Jawa Tengah yang biasanya hanya
SMS-an dengan saya, tiba-tiba siang itu menelpon. Dengan nada khawatir, dia
melaporkan kondisi kemasyarakatan dan keagamaan di kampungnya.
Keluhnya antara lain, “Kalau ada kekerasan di Jakarta oleh kelompok warga
yang mengaku muslim terhadap saudara-saudaranya sebangsa yang mereka anggap
kurang menghargai Islam, mungkin itu politis masalahnya. Tapi ini di kampung,
Gus, sudah ada kelompok yang sikapnya seperti paling Islam sendiri. Mereka
dengan semangat jihad, memaksakan pahamnya ke masyarakat. Sasarannya
jamaah-jamaah di masjid dan surau. Rakyat pada takut. Bahkan, na’udzu billah,
Gus, saking takutnya ada yang sampai keluar dari Islam. Ini bagaimana? "
Kondisi yang dilaporkan kawan saya itu bukanlah satu-satunya laporan yang saya
terima. Ya, akhir-akhir ini sikap perilaku keberagamaan yang keras model zaman
Jahiliyah semakin merebak. Hujjah-nya, tidak tanggung-tanggung seperti membela
Islam, menegakkan syariat, amar makruf nahi munkar, memurnikan agama, dan sebagainya.
Cirinya yang menonjol adalah sikap merasa benar sendiri dan karenanya bila bicara
suka menghina dan melecehkan mereka yang tidak sepaham. Suka memaksa dan
bertindak keras dan kasar kepada golongan lain yang mereka anggap sesat.
Seandainya kita tidak melihat mereka berpakaian Arab dan sering meneriakkan
“Allahu Akbar!”, kita sulit mengatakan mereka itu orang-orang Islam. Apalagi
bila kita sudah mengenal pemimpin tertinggi dan panutan kaum muslimin, Nabi
Muhmmad SAW.
Seperti kita ketahui, Nabi kita yang diutus Allah menyampaikan firman-Nya
kepada hamba-hamba-Nya, adalah contoh manusia paling manusia. Manusia yang
mengerti manusia dan memanusiakan manusia. Rasulullah SAW seperti bisa dengan
mudah kita kenal melalui sirah dan sejarah kehidupannya, adalah pribadi yang
sangat lembut, ramah dan menarik. Diam dan bicaranya menyejukkan dan
menyenangkan. Beliau tidak pernah bertindak atau berbicara kasar.
روى البخاري عن أنس رضي الله عنه قال: لم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم سبابا
ولا لماما ولا فاحشا
Sahabat Anas RA yang lama melayani Rasulullah SAW, seperti diriwayatkan imam
Bukhari, menuturkan bahwa Rasulullah SAW bukanlah pencaci, bukan orang yang
suka mencela, dan bukan orang yang kasar.
وروى الترمذي عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال: لم يكن رسول الله صلى الله
عليه وسلم فاحشا ولا متفاحشا ولا صخابا في الأسواق
Sementara menurut riwayat Imam Turmudzi, dari sahabat Abu Hurairah RA Rasulullah SAW pribadinya tidak kasar, tidak keji, dan tidak suka
berteriak-teriak di pasar.
Ini sesuai dengan firman Allah sendiri kepada Rasulullah SAW, “Fabima
rahmatin minallaahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhalqalbi
lanfadhdhuu min haulika …” , Maka disebabkan rahmat dari Alllah, kamu
lemah lembut kepada mereka. Seandainya kamu berperangai keras berhati kasar,
niscaya mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…”
Jadi, kita tidak bisa mengerti bila ada umat Nabi Muhammad SAW, berlaku kasar,
keras dan kejam. Ataukah mereka tidak mengenal pemimpin agung mereka yang
begitu berbudi, lemah- lembut dan menyenangkan; atau mereka mempunyai panutan
lain dengan doktrin lain.
Atau mungkin sikap mereka yang demikian itu merupakan reaksi belaka dari
kezaliman Amerika dan Yahudi/Israel. Kalau memang ya, bukankah kitab suci kita
al-Quran sudah mewanti-wanti, berpesan dengan sangat agar kita tidak terseret
oleh kebencian kita kepada suatu kaum untuk berlaku tidak adil. “Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kalian penegak-penegak kebenaran karena Allah
(bukan karena yang lain-lain!), menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah
kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Baca Q.
5: 9).
Hampir semua orang Islam mengetahui bahwa Rasulullah SAW diutus utamanya untuk
menyempurnakan budi pekerti. Karena itu, Rasulullah SAW sendiri budi pekertinya
sangat luhur (Q. 68: 4). Mencontohkan dan mengajarkan keluhuran budi. Sehingga
semua orang tertarik . Ini sekaligus merupakan pelaksanaan perintah Allah untuk
berdakwah. Berdakwah adalah menarik orang bukan membuat orang lari. (Baca lagi
Q. 3: 159!). Bagaimana orang tertarik dengan agama yang dai-dainya sangar dan
bertindak kasar tidak berbudi?
KH. Musthofa Bisri
Posting Komentar