Latar belakang disyari’atkannya shalat di satu sisi sebagai pembuktian
ketundukan dan penghambaan diri terhadap Allah dan di sisi lain sebagai bentuk
syukur terhadap nikmat dari Yang Maha Besar, diantaranya adalah, nikmat
penciptaan makhluk. Allah telah menjadikan manusia dengan bentuk yang paling
sempurna, hingga tak seorang pun berharap diciptakan dengan selain bentuk ini.
Allah berfirman, “Sungguh kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik”.
Begitu pula nikmat sehat, karena dengan kesehatan anggota badan, seseorang
mampu berbuat banyak kebajikan. Termasuk di dalamnya nikmat pemberian
sendi-sendi yang elastis dalam anatomi tubuh yang sempurna sehingga dapat
difungsikan dalam kondisi apapun. Allah kemudian memerintahkan kita untuk
menggunakan nikmat-nikmat itu dalam kepatuhan. Dalam shalat, kita padukan
angggota badan, lisan, hati serta jiwa untuk berlutut dan memuja kepada-Nya,
agar semua anggota dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang ada.
Diantara hikmah yang terkandung dalam shalat adalah disiplin waktu, orang
yang shalat tepat pada waktunya dapat dilihat dari sikapnya yang efektif
menggunakan waktu. Ia tidak membiarkan nikmat yang mahal harganya ini berlalu
sia-sia.
Pelajaran berikutnya dari shalat adalah kebersihan. Shalat tidak sah
dilakukan apabila tidak diawali dengan bersuci. Hikmahnya, orang yang shalatnya
khusyu’ akan cinta dengan hidup bersih, dan akan selalu berpikir bagaimana
lahir batinnya bisa selalu bersih. Termasuk rukun shalat adalah niat. Seorang
yang shalatnya khusyu’ akan selalu menjaga niat dalam setiap perbuatan yang
dilakukannya. Ia tidak mau bertindak sebelum yakin niatnya lurus karena Allah.
Shalat juga memiliki rukun yang tertib urutannya. Jadi, hikmah yang bisa diraih
adalah cinta keteraturan. Shalat mengajarkan agar seorang mukmin senantiasa
tertib, teratur, dan prosedural dalam hidupnya. Selain itu, shalat melatih kita
untuk tawadhu’, ketika sujud, kepala dan kaki sama derajatnya. Bahkan dalam
shalat setiap orang sama derajatnya. Setidaknya hal itu bermakna, dalam hidup
kita harus tawadhu’, sebab kemuliaan hakiki hanya pantas dimiliki Allah SWT.
Shalat ditutup dengan salam, yang merupakan sebuah doa agar orang di sekitar
kita diberi keselamatan dan keberkatan dari Allah. Ucapan salam ini sekaligus
‘garansi’ bahwa diri kita tidak akan pernah berbuat dzalim pada orang lain. Dalam hadits Nabi SAW menegaskan,
اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang Muslim adalah dia yang orang lain selamat dari gangguan lisan dan
tangannya.”
Hikmah lain di balik sejumlah kewajiban shalat sehari semalam adalah agar
selalu berlangsung hubungan (munajat) antara hamba dan Tuhannya dalam ketaatan
yang kontinyu, sehingga dia selalu sadar berada dalam pengawasan-Nya dan selalu
takut kepada-Nya. Bila seorang hamba menghadap Tuhannya sehari lima kali,
selalu ingat pada-Nya setiap saat, menyadari bahwa AlIah Yang Maha Tahu
mendeteksi semua rahasia dan mengetahui bahwa Allah akan menghitung semua amal,
baik yang kecil maupun yang besar, maka jelas hal itu akan mengantarkan seorang
hamba untuk melaksanakan hak-hak agama, senantiasa takut kepada Allah dan
berharap untuk meraih pahala. Sehingga bila terjebak dalam perbuatan dosa, maka
ia cepat-cepat bertaubat memohon pengampunan dari-Nya.
Disamping hal-hal di atas, shalat juga membina rasa persatuan dan
persaudaraan diantara muslimin. Umat Islam di seluruh dunia menghadap kiblat
yang sama, yaitu Ka’bah. Hal ini akan membawa dampak psikologis yaitu
persatuan, kesatuan, dan kebersamaan umat. Contoh lain adalah pada shalat
berjamaah, setiap makmum mempunyai kewajiban mengikuti gerakan imam, sedangkan
apabila imam melakukan kesalahan, maka makmum mengingatkan. Sehingga akan
timbul diantara jama’ah rasa kebersamaan, persatuan, persaudaraan dan
kepemimpinan.
Ahlulkisa
Posting Komentar