Allah SWT tidak tanggung-tanggung memberikan contoh orang-orang yang
membangkang padaNya. Sebagai contoh penguasa yang ingkar, Allah SWT menarik
raja besar semacam Fir’aun sebagai contoh kasus agar manusia yakin seyakinnya
bahwa tanpa keimanan dan amal shaleh raja sebesar Fir’aun sekalipun akan
berakhir dengan kehinaan.
Berawal dari kehidupan sebagai anak seorang janda miskin, Fir’aun memulai karirnya
hingga menjadi pengusa besar yang namanya diabadikan oleh Allah SWT sebagai
contoh penguasa yang terlaknat.
Melarikan Diri
Sejak kecilnya, Fir’aun yang bernama kecil ‘Aun dikenal sebagai anak yang
tidak bisa diatur. Tiada hari yang dilewatinya tanpa menimbulkan kemarahan
ibunya ataupun orang lainnya. Hingga suatu ketika karena kejengkelan yang tidak
bisa ditahan lagi, ia diburu ibunya untuk dibunuh. Maka dia pun melarikan diri
dari ibunya hingga ibunya sering katakana Farra ‘Aun (‘Aun lari).
Pembantu Tukang Sayur
Lari dari kampung halaman, dia tidak tahu apa yang mesti dilakukan untuk
menghidupi dirinya. Sampai akhirnya ia melihat seorang tukang sayur yang
kerepotan melayani para pembelinya. Ia pun menawarkan diri untuk menjadi
pembantunya. Mulailah Fir’aun meniti karirnya di luar kampung sebagai pembantu
tukang sayur.
Memang sudah bakatnya membuat kekacauan, menjadi pembantu tukang sayur pun
bukannya meringankan beban. Satu demi satu pelanggan tukang sayur melarikan
diri. Mereka tidak tahan dengan perlakuan kasar Fir’aun yang sering kali
membentak dan menghardik mereka. Dari sana, ia di-PHK oleh majikannya. erbekal
uang ala kadarnya dari gaji yang didapatkan, ia memulai usaha sendiri.
Dengan
pengalamanya sebagai pembantu tukang sayur, ia membuka usaha perdagangan sayur.
Dari hari ke hari usahanya bertambah pesat. Setelah dirasa cukup memuaskan, ia
kembali ke kampung halaman untuk menunjukkan kepada ibunya bahwa ia pun bisa
mendapatkan penghasilan. Namun itu pun tidak bertahan lama. Beberapa waktu
berselang ia kembali diusir ibunya.
Untuk kali ini ia benar-benar bertekad untuk sukses sebagai pengusaha. Ia
kembali menggeluti usaha perdagangan sayur dan buah. Semangka dan buah-buah
lainnya menjadi komoditi utama. Hingga hari naas datang baginya. Hari itu tidak
seorang pembeli pun mendatanginya. Tak sepeser uang pun ia dapatkan. Tiba-tiba
seseorang mendekatinya. Ternyata orang tersebut adalah petugas pemungut pajak.
Maka dengan geram Fir’aun menolak permintaan pajak. Bagaimana mau bayar, uang
juga tidak ada yang masuk, gerutunya.
Rejeki di Kuburan
Dari situlah ia mulai berpikir cerdik, enak juga menarik pajak. Bisa
mendapatkan uang tanpa kerja, demikian pikirnya. Maka ia pun segera mencari
lahan yang belum terkena pajak. Dari penilitiannya, ia temukan bahwa belum ada
pajak kuburan. Dia putuskan sendiri untuk menjadi pemungut pajak kuburan. Maka
dengan ringannya ia dapatkan uang dari keluarga setiap mayat yang akan
dikuburkan. Dari hari ke hari ia makin merasakan senangnya menjadi tukang pajak
kuburan.
Satu waktu, seorang keluarga kerajaan mati. Tatkala sampi di kuburan, mereka
dibuat heran oleh Fir’aun yang hendak memungut pajak dari mereka. Sedangkan
mereka tidak merasa pernah mengangkatnya sebagai petugas. Sebagai hukumannya,
ia ditangkap dan dijebeloskan ke dalam penjara. Dengan menyerahkan semua uang
yang ia dapatkan dari pajak kuburan sebagai tebusan ia pun dibebaskan bahkan
diangkat sebagai kepala pemungutan pajak kuburan.
Sebagai kepala, ia memiliki wewenang untuk menetapkan peraturan perpajakan.
Maka ia tetapkan nilai pajak penguburan yang harus dibayar keluarga mayat.
Dalam peraturannya, ia menetapkan bahwa pajak tertinggi dikenakan kepada
keluarga raja, lalu keluarga para menteri dan demikian seterusnya. Atas
peraturan ini ia mendapat protes keras dari orang-orang istana. Bahkan akhirnya
ia dicopot dari jabatannya dan dimutasi. Sebagai gantinya, ia diangkat sebagai
kepala kepolisian. Di sini pun ia membuat peraturan-peraturan yang memberatkan.
Di antaranya, ia putuskan bahwa tidak seorang pun dibenarkan untuk keluar malam
hari seorang diri. Bila ada yang melanggar maka akan dihukum berat.
Nasib sial kali ini menimpa sang raja. Ia mendengar berita bahwa salah
seorang menteri terdekatnya menderita sakit. Maka ia pun bergegas untuk keluar
seorang diri pada malam untuk menjenguknya. Ia pikir akan lebih baik bila ia
mengadakan kunjungan kekeluargaan bukan kunjungan formal. Namun ia lupa bahwa
Fir’aun si kepala Kepolisian telah memberlakukan peraturan baru tentang jam
malam. Tak ayal lagi, ia pun kena ciduk anak buah Fir’aun. Diintrogasi, tentu
saja sang raja marah-marah. Fir’aun sendiri yang akhirnya turun tangan. Ia yang
mengenal betul wajah raja berlaku seolah tidak mengenalnya dan tidak memberikan
banyak kesempatan kepadanya.
Di sisi lain, Fir’aun menganggap inilah
satu-satunya kesempatan emas untuk merebut kekuasaan raja. Kesempatan yang bila
lepas tidak mungkin datang untuk kedua kalinya. Maka ia putuskan hukuman mati
baginya, dan saat itu juga dilaksanakan. Jalan mulus menuju singgasana
terbentang di depan mata.
Sumber: Nihayatul ‘Arab fi Tarikhi Adabil ‘Arab
Sumber: Nihayatul ‘Arab fi Tarikhi Adabil ‘Arab
Posting Komentar