Menurut Imam AI-Ghazali, sebagaimana terungkap dalam
kitab Ihya 'Ulumiddin, orang yang berpuasa khusus harus memenuhi enam syarat.
Pertama, tidak melihat segala yang dibenci Allah SWT atau yang dapat
membimbangkan dan melalaikan hati dari mengingat Allah SWT.
Sabda Rasulullah SAW (yang artinya), "Pandangan
adalah salah satu panah beracun milik setan yang terkutuk. Barang siapa menjaga
pandangannya karena takut kepada-Nya semata, niscaya Allah SWT akan memberinya
keimanan yang manis yang diperolehnya dari dalam hati." (HR Al-Hakim).
Sementara itu Jabir meriwayatkan dari Anas, Rasulullah SAW bersabda, (yang
artinya) "Ada lima hal yang membatalkan puasa: berdusta, mengumpat, menyebar isu (fitnah),
bersumpah palsu, dan memandang dengan penuh nafsu."
Kedua, menjaga lisan dari perkataan siasia, seperti dusta, mengumpat,
memfitnah, berkata keji dan kasar, serta mengatakan sesuatu yang mengandung
permusuhan. Semua itu seyogianya diganti dengan lebih banyak berdiam diri,
memperbanyak dzikir, dan membaca AI-Quran.
Rasulullah SAW bahkan menyatakan, puasa merupakan perisai. "Maka barangsiapa
sedang berpuasa, jangan berkata keji. Jika ada orang yang menyerang atau me
makimu, katakanlah: Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa." (HR
Bukhari-Muslim)
Ketiga, menjaga pendengaran dari segala sesuatu yang tercela.
Sebab, segala
sesuatu yang dilarang diucapkan juga dilarang diriengarkan. Dalam hukum Allah
SWT, mendengar yang haram sama dengan memakan yang haram. Hal ini sebagaimana
firman Allah SWT, (yang artinya) "Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan
yang tidak halal." (QS Al-Maidah: 42).
Karena itu, mereka yang ingin puasanya bernilai khusus, sebaiknya berdiam diri
dan menjauhkan diri dari omongan yang sia-sia. Perhatikan firman Allah SWT,
(yang artinya) "Jika engkau tetap duduk bersama mereka, sungguh engkau pun
seperti mereka...." (QS An-Nisa': 140). Ini diperkuat oleh hadits
Rasulullah SAW, "Yang mengumpat dan pendengarnya, berserikat dalam
dosa." (HR At-Tirmidzi).
Keempat, menjaga kesucian semua anggota tubuh dari yang syubhat (diragukan
halalnya), apalagi yang haram.
Perut, misalnya, harus dijaga dari makanan yang
syubhat. Puasa jadi tidak berarti sama sekali jika dilakukan dengan menahan
diri dari makan makanan halal tapi berbuka dengan makanan haram.
RasulullahSAW bersabda, (yang artinya) "Betapa banyak orang berpuasa
yang tidak mendapatkan sesuatu kecuali lapar dan dahaga." (HR an-Nasa'i
dan Ibnu Majah).
Kelima, menghindari makan secara berlebihan.
Dalam kamus kaum sufi, tidak ada
wadah yang lebih dibenci Allah SWT selain perut yang dijejali makanan halal. Di antara
manfaat puasa ialah mengalahkan setan dan mengendalikan hawa nafsu. Bagaimana
mungkin bisa mengalahkan setan jika ketika berbuka puasa menjejali perut secara
berlebihan?
Hakikat puasa ialah memperlemah tenaga yang dipergunakan setan untuk mengajak
manusia melakukan kejahatan. Karena itu, meskipun makan di malam-malam bulan Ramadhan itu
halal, kaum sufi atau kaum khawash lebih mengutamakan mengurangi porsi makan
malam di bulan Ramadhan. Bahkan mereka juga mengurangi tidur di siang hari,
dengan harapan dapat merasakan semakin melemahnya kekuatan jasmani, yang akan
mengantarkannya pada penyucian jiwa.
Keenam, berusaha mendekati Allah SWT dengan rasa takut, penuh pengharapan.
Setelah berbuka puasa, seyogianya hati "terayun-ayun" antara khauf
(takut) dan raja' (harap). Sebab, tak seorang pun yang mengetahui, apakah
puasanya diterima atau tidak. Bahkan pemikiran seperti itu tidak hanya berlaku
untuk ibadah puasa, seharusnya juga berlaku setiap kali selesai menunaikan
suatu ibadah.
Suatu ketika melintaslah sekelompok orang sambil tertawa terbahak-bahak.
Melihat hal itu, Imam Hasan Al-Bashri berkata, "Allah SWT telah menjadikan
Ramadhan sebagai bulan perlombaan, ketika seluruh hamba-Nya berlomba beribadah.
Beberapa di antara mereka sampai ke titik final lebih dahulu dan menang,
sementara yang lain tertinggal dan kalah. Sungguh menakjubkan ada orang yang
masih bisa tertawa terbahak-bahak dan bermain di antara keadaan ketika yang
beruntung memperoleh kemenangan dan yang merugi memperoleh kesia-siaan. Demi
Allah, bila pintu-pintu telah tertutup, mereka yang berbuat baik akan dipenuhi
pahala, dan yang berbuat cela dipenuhi kejahatan yang diperbuatnya. Ketika
itulah orang yang puasanya diterima akan bersuka ria, sementara yang ditolak
akan tertutup kesempatan untuk bergelak tawa."
Suatu hari seseorang berkata kepada AI-Ahnaf bin Qais, sufi termasyhur,
"Engkau sudah tua. Berpuasa akan melemahkan tubuhmu."
Tapi, Al-Ahnaf menjawab, "Dengan berpuasa, sebenarnya aku sedang
mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang. Bersabar mentaati Allah SWT tentu
lebih mudah daripada menanggung siksa-Nya.”
Habib Sholeh al Idrus
Posting Komentar