Pada bulan ramadhan masjid maupun musholla menjadi tempat favorit
untuk menambah pahala amal ibadah seorang hamba. Sehingga pada bulan
tersebut kegiatan berjama’ah pun meningkat. Bahkan masjid menjadi magnet
keramaian dadakan yang kondisinya menjadi sangat berbeda dibanding dengan
bulan-bulan biasanya. Pada bulan ini masyarakat berduyun-duyun datang ke masjid
untuk melakukan ritual ibadah maupun berbagai rangka kegiatan sosial baik
untuk melakukan sholat tarawih, tadarus al-Qur’an sampai buka bersama (BukBer).
Menjadikan masjid sebagai kegiatan ibadah di bulan ramadhan
sendiri merupakan bentuk kegiatan yang bersifat positif. Beribadah di masjid
terutama yang dilakukan di bulan-bulan ramadhan sendiri merupakan bentuk
kesunatan seperti yang sering dilakukan oleh Rasullullah “Bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa melakukan i’tikaf pada sepuluh hari
terakhir Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Kemudian para istri beliaupun melakukan i’tikaf sepeninggal beliau” (HR.
Muttafaq ‘alaih)
Apalagi jika kegiatan beribadah maupun berbagai rangka
kegiatan sosial ini dilakukan secara berjama’ah justru akan semakin memantapkan
eksitensi persatuan islam. seperti harapan yang diinginkan Rasulullah yaitu “Seorang
mu’min terhadap sesama mu’min bagaikan satu bangunan yang setengahnya
menguatkan setengahnya, lalu Nabi SAW mengeramkan jari-jarinya.”
(Bukhari, Muslim)
Kegiatan-kegiatan berjama’ah yang dilakukan baik yang
berbentuk ritual ibadah maupun sosial di masjid menjadi kegiatan yang positif
karna dapat memperkuat ukhuwah islamiyah. Akan tetapi yang menjadi
permasalahan adalah konsistensi kekuatan jama’ah yang kadang sering sulit
dipertahankan. kebiasaan penurunan jumlah kuantitas jama’ah seiring semakin
bertambahnya perjalanan hari puasa menjadi cerita lama yang selalu
terulang-ulang hingga sampai sekarang.
Kebanyakan masjid hanya ramai pada waktu awal bulan ramadhan dan
setelah sampai di tengah perjalanan puasa pun kuantitas jama’ah akan semakin
berkuang alias akan kembali kotong (kosong). Modus penurunan
jumlah kuantitas jama’ah pun beragam, dari sekedar memindah kegiatan ritual
ibadah di rumah sampai memindah kegiatan di mall atau swalayan untuk berburu
pernak-pernik lebaran.
Melihat peristiwa pasangnya kuantitas jama’ah di awal
ramadlhan dan kembali surutnya kuantitas jama’ah di tengah bulan menuju
akhir menjadi sampel bentuk kekuatan berjama’ah umat. bahwasanya persatuan yang
terbentuk hanya masih sekedar persatuan musiman. Padahal persatuan merupakan
hal yang benar-benar harus dijaga. “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya
kepada tali (Agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,” (Ali Imron
103).
Bulan ramadhan merupan bulan yang penuh keberkahan, dijelaskan
oleh Allah dalam kalamnya “agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa”
(al-Baqarah; 183). Bulan ramadhan merupakan bulan training untuk melakukan
perbaikan diri baik perbaikan terhadap diri sendiri maupun perbaikan terhadap
umat. Jika pada bulan ramadhan saja kita gagal menjalani perbaikan baik
terhadap diri sendiri maupun tehadap umat, terutama perbaikan kekuatan
berjama’ah lalu bagaimana dengan bulan selain ramadhan?
Yang tambah menjadi permasalahan lainnya lagi adalah
kembalinya kondisi masjid kebentuk sedia kala pasca ramadhan. Dari fenomena
yang telah terjadi dapat ditarik garis kesimpulan bahwasanya masyarakat masih
kurang memahami fungsi masjid dalam membentuk kekuatan jama’ah. masyarakat
masih menganggap masjid hanya sekedar tempat untuk menjalanka ritual ibadah.
Kondisi ini seolah sangat berbalik jauh dengan fungsi masjid
di era sebelumnya, terutama fungsi masjid di era kepemimpinan Rasulullah di
Madinah. Pada era dahulu khususnya di era kepemimpinan Rasulullah dan para
sahabat beliau menjadikan masjid bukan hanya sekedar tempat menjalankan ritual
ibadah. Masjid mempunyai banyak ragam peranan fungsi, mulai dari sebagai tempat
konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya), santunan sosial,
pusat penerangan atau pembelaan agama, bahkan bisa katakan masjid merupakan
tempat pengendalian pemerintahan. Sehingga pada masa itu masjid benar-benar
menjadi tempat yang mampu mempersatukan umat.
Membangun jama’ah di masjid merupakan perintah yang
benar-benar ditekankan Rasulullah untuk membangun persatuan umat, “Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”
(QS. Al-Baqarah: 43).
Bahkan bentuk penekanan itu semakin diperkuat oleh
Rasulullah dalam bentuk hadist “Demi Allah yang jiwaku dalam genggamanNya,
sungguh aku pernah akan menyuruh mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku
perintahkan untuk shalat, lalu adzan pun dikumandangkan. setelah itu, aku
menyuruh orang untuk menjadi imam shalat berjamaah. Lalu aku pergi ke rumah
orang-orang yang tidak memenuhi panggilan shalat, dan aku bakar rumah mereka
saat mereka berada di dalamnya “ (HR: Bukhori dan Muslim).
Seharusnya bulan suci ramadhan dijadikan bulan untuk berbenah
diri membangun kekuatan jama’ah. Jangan jadikan kegiatan di masjid sebatas
kegiatan ritual ibadah saja, apalagi sampai hanya dijadikan sebuah syarat
hingga kemudian hanya ikut aktif berpartisipasi di awal-awal bulan saja. Akan
tetapi jadikanlah masjid sebagai benteng persatuan untuk membangun persatuan
umat.
Tulisan Muhammad Nor Faiq Zainul Muttaqin, Mahasiswa Jurusan Muqoronat al-Madhahib (MM)
Fakultas Syariah UIN Walisongo Semarang
yang dimuat di Koran Muria
Posting Komentar