Ketika Rasulullah bersiap untuk menghadapi Perang Tabuk, beliau membutuhkan
jumlah dana dan tentara yang tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh, yaitu
tentara Rum cukup banyak. Di samping itu, Madinah tengah mengalami musim panas.
Perjalanan ke Tabuk sangat jauh dan sulit. Dana yang tersedia hanya sedikit.
Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi. Banyak di antara kaum muslimin
yang kecewa dan sedih karena ditolak Rasulullah SAW menjadi tentara yang akan
turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang
ditolak itu kembali pulang dengan air mata bercucuran kesedihan, karena mereka
tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkannya.
Mereka yang tidak terima itu
terkenal dengan nama "Al Bakkaain" (orang yang menangis) dan
pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan "Jaisyul 'Usrah"
(pasukan susah).
Karena itu, Rasulullah SAW memerintah kaum muslimin mengorbankan harta benda
mereka untuk jihad fi sabilillah. Dengan patuh dan setia kaum muslimin
memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman turut memelopori dengan
menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata Umar bin Khattab berbisik kepada
Rasulullah SAW, "Agaknya Abdurrahman berdosa, tidak meninggalkan uang
sedikit juga untuk istrinya."
Rasulullah SAW bertanya kepada Abdurrahman, "Adakah engkau tinggalkan
uang belanja untuk istrimu?"
Abdurrahman menjawab, "Ada! mereka saya tinggali lebih banyak daripada
yang saya sumbangkan."
Tanya Rasulullah SAW, "Berapa?"
Jawab Abdurrahman, "Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan
Allah."
Pasukan tentara muslimin berangkat ke Tabuk. Allah memuliakan Abdurrahman
dengan kemuliaan yang belum pernah diperolah kaum muslimin seorang jua pun,
yaitu ketika waktu shalat sudah masuk, Rasulullah terlambat hadir. Maka,
Abdurrahman menjadi imam salat berjamaah bagi kaum muslimin ketika itu. Setelah
hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu beliau shalat di belakang
Abdurrahman dan mengikutinya sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan
utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu
Muhammad Rasulullah SAW
Setelah Rasululalh SAW wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga
kesejahteraan dan keselamatan "ummahatul mukminin" (istri-istri
Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan
mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu yang mulia itu bila bepergian. Apabila para
ibu tersebut pergi haji, Abdurrahman turut pula bersama-sama mereka. Dia yang
menaikkan dan menurunkan para ibu itu ke atas "haudaj" (sekedup)
khusus mereka. Itulah salah satu bidang khusus yang ditangani Abdurrahman. Dia
pantas bangga dan bahagia dengan tugas dan kepercayaan yang dilimpahkan para
ibu orang-orang mukmin kepadanya.
Salah satu bukti yang dibaktikan Abdurrahman kepada ibu-ibu yang mulia, ia
pernah membeli sebidang tanah seharga empat ribu dinar. Lalu tanah itu
dibagi-bagikannya seluruhnya kepada fakir miskin Bani Zuhrah dan kepada para
ibu-ibu orang mukmin, istri Rasulullah. Ketika jatah ibu Aisyah. disampaikan
orang kepadanya, ibu yang mulia itu bertanya, "Siapa yang menghadiahkan
tanah itu buat saya?"
Orang itu menjawab, "Abdurrahman bin Auf."
Aisyah berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tidak ada orang yang
kasihan kepada kalian sepeninggalku, kecuali orang-orang yang sabar."
Begitulah doa Rasulullah SAW bagi Abdurrahman. Semoga Allah senantiasa melimpahkan
berkah-Nya sepanjang hidupnya, sehingga Abdurrahman menjadi orang terkaya di
antara para sahabat. Perniagaannya selalu meningkat dan berkembang. Kafilah
dagangnya terus-menerus hilir mudik dari dan ke Madinah mengangkut gandum,
tepung, minyak, pakaian, barang-barang pecah-belah, wangi-wangian dan segala
kebutuhan penduduk.
Kisah-kisah Sahabat
Posting Komentar