Berdoa yang secara
etimologis berarti "meminta kepada Allah" -- mempunyai tujuan-tujuan
yang bukan saja bersifat ukhrawi, melainkan juga bersifat duniawi. karena doa
bukanlah untuk kepentingan Allah melainkan untuk kepentingan manusia itu
sendiri.
Kalaupun kita berdoa untuk memohon segala "sesuatu yang kita butuhkan", "yang kita inginkan" ataupun hanya "untuk menenangkan diri dari segala kesusahan", namun doa mempunyai beberapa faidah yang tak terhingga.
Kalaupun kita berdoa untuk memohon segala "sesuatu yang kita butuhkan", "yang kita inginkan" ataupun hanya "untuk menenangkan diri dari segala kesusahan", namun doa mempunyai beberapa faidah yang tak terhingga.
Syekh Sayyid Tantawi, syaikhul Azhar di Mesir, merangkum
manfaat doa itu dalam tiga poin:
Pertama: doa berfungsi untuk menunjukkan keagungan Allah SWT kepada
hamba-hambaNya yang lemah.
Dengan doa seorang hamba menyadari bahwa hanya Allah
yang memberinya nikmat, menerima taubat, yang memperkenankan doa-doanya. Allah SWT berfirman: …atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada
tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati-Nya (QS. An Naml:62).
Tak ada satupun anugerah yang bisa diberikan kecuali oleh
Allah SWT yang Maha Pemberi, yang membuka pintu harapan bagi hamba-hamba-Nya
yang berdosa sehingga sang hamba tidak dihadapkan pada keputusasaan. Bukankah
Allah SWT berjanji akan selalu mengabulkan doa hamba-hambaNya? "Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu". (QS Ghafir: 60)
Janji Allah untuk mengabulkan doa kita merupakan tahrid (motivasi) untuk
bersegera berbuat baik, dan tarbiyah (mendidik) agar kita mengakui dan
merasakan nikmat Allah sehingga jiwa kita semakin terdorong untuk selalu
bersyukur. Sebab rasa syukur itu pula yang mendorongnya untuk
bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Manfaat kedua yaitu, doa mengajari kita agar merasa malu
kepada Allah.
Sebab manakala ia tahu bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya,
maka tentu saja ia malu untuk mengingkari nikmat-nikmatNya.
Bahkan manakala manusia sudah berada dalam puncak keimanan yang kuat sekalipun,
maka ia akan lebih dekat lagi (taqarrub) untuk mensyukuri nikmat-Nya. Hal ini
dicontohkan oleh nabi Sulaiman as. ketika berdoa: "Ya Tuhanku, ampunilah
aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua
pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi." (QS. An Naml:
35).
Maka Allah pun mengabulkannya. Nabi Sulaiman bertanya kepada semua makhluk
siapa yang mampu memindahkan singgasana Balqis ke hadapannya. Salah satu ifrit
yang tunduk atas perintah nabi Sulaiman berkata: "Aku akan datang kepadamu
dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat
dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya".
Ternyata benar, Ifrit dari golongan jin itu datang membawa singgasana Balqis
dari Saba (Yaman) ke Syria tidak kurang dari kedipan mata. Menyaksikan nikmat
yang ada di "hadapannya", nabi Sulaiman lantas berkata: "Ini
termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari
(akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
Manfaat yang ketiga adalah mengalihkan hiruk-pikuk kehidupan dunia ke haribaan
tafakur dan kekudusan munajat ke hadirat Allah SWT, memutuskan syahwat duniawi
yang fana menuju ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Wallahu a'lam.
Taufik Munir, Direktur Eksekutif
Sanggar Seni dan Budaya "Kinanah", Mahasiswa Akidah dan Filsafat Al
Azhar university, Kairo.
Posting Komentar